Anak Betawi yang Keliling Dunia Lewat Blog

Kate siape anak Betawi kagak bise maju? siape kate anak Betawi pade males dan banyak nyang jadi pengangguran? Bukan maksud nyombong atawe unjuk gigi, aye cuma ngasih tau kalo kagak semue anak Betawi kayak nyang ente kire...

Ini cuman persembahan kecil dari anak Betawi asal Tomang, Jembatan Gantung. Mudah-mudahan bise ngasih semangat sedikit ame semue orang, terutame anak betawi yang masih pade bingung idup mau ngapain? Nyok nyok nyoookk...

Sunday, July 11, 2010

Inilah Jalan Kita!

Sayup suara adzan terdengar memanggil di tengah hiruk pikuk aktivitas orang di siang hari. Suara panggilan itu menyeruak masuk ke ruang kerja di berbagai perkantoran, menyelinap ke semua sudut ruangan, mulai dari pantri tempat para office boy berkumpul, hingga ruang kerja eksklusif para direktur. Ada yang langsung bergegas menuju masjid untuk mengadakan perjumpaan dengan Sang Khaliq, ada yang berjalan santai menyambut seruan itu, namun tidak sedikit juga ingga habis suara muadzin berkumandang, masih tetap berkutat dengan pekerjaannya.

Di kampung dan di kota, panggilan itu juga mengetuk setiap rumah tak terkecuali. Rumah reot pintu triplek tanpa kaca jendela, sampai rumah berpagar tinggi tetap disambangi suara panggilan itu. Ada yang bergegas dari bali kamarnya, ada yang tengah asik dengan urusan dapurnya, ada pula yang tetap mengunci rapat-rapat pagar rumahnya. Ada yang tetap berkemul dengan selimutnya, ada yang terus dibuat tanggung dengan masakannya yang hampir selesai atau cuciannya yang menggunung, meski ada pula yang bersiap bermunajat kepada Rabb-nya.

Adzan bukanlah seruan biasa, itu panggilan Allah bagi siapa saja tanpa terkecuali. Siapapun diseru, siapa saja dipanggil, beriman atau tidak, tipis atau tebal kadar imannya, tetap diseru untuk bertemu dengan Allah. Yang Memanggil sesungguhnya bukan berarti yang membutuhkan yang dipanggil, panggilan itu berlaku buat siapa saja yang membutuhkan kasih sayang Yang Memanggil. Siapa yang menyambut panggilan itulah sesungguhnya yang merasa perlu dan penting untuk menghadap-Nya. Yang Memanggil bukan berarti pula merasa penting dengan sesiapa saja yang dipanggil-Nya, justru sebaliknya yang dipanggil itulah yang sebenarnya merasa penting untuk segera menyambut panggilan itu.

Sesungguhnya bukan Allah yang membutuhkan kita, meskipun Dia memanggil semua hamba untuk bersujud kepada-Nya. Jika yang dipanggil tahu nikmat cinta dan kasih sayang yang Allah janjikan bagi siapa yang menyambut panggilan-Nya, niscaya tak satupun yang enggan bermalasan menuju seruan itu. Mereka yang bergegas memenuhi panggila itu, tentu tahu bahwa kehidupan ini Allah lah yang mengaturnya, bahwa semua kebutuhan kita dalam hidup Allah juga yang menentukan. Adakah yang bisa hidup tanpa nikmat dan kasih sayang Allah?

Adapun mereka yang tidak segera menyambut seruan Allah, mereka benar-benar tidak menyadari bahwa hidup mereka ada diujung kuku dari kekuasaan Allah yang Maha Besar. Mudah bagi Allah untuk menghentikan kehidupan yang tengah kita jalani ini tanpa peduli kita tengah berada di puncak kebahagiaan dunia, berada di atas tahta kekuasaan dunia atau dibalut harta kekayaan tiada ternilai sekalipun. Ringan saja, sangat ringan dan lebih ringan dari kapas yang terhempas angin bagi Allah untuk membalikkan keadaan kita saat ini. Dari senang menjadi susah, dari bahagia menjadi sengsara, dari memiliki banyak sesuatu hingga tak satupun dimiliki, dari tertawa menjadi menangis tak terperi, dan dari hidup menjadi mati!

Jadi, siapa yang sesungguhnya membutuhkan? Tentu saja kita yang butuh Allah. Bukan semata karena sholat dan ibadah kita lainnya yang membuat kita masuk surga-Nya, melainkan karena kemurahan hati dan kasih sayang Allah lah surga dengan bebas bisa kita masuki. Kita hanya bisa berharap, ibadah kita di dunia ini membuat Allah tersenyum sehingga memberikan kasih sayang-Nya di akhirat nanti. Itupun masih belum pasti kita mencium harumnya surga, sehingga tak sedetik pun jiwa ini alpa berharap agar kaki ini diizinkan melangkah melewati salah satu pintu surga yang disediakan.
Kini, ada panggilan dari Gaza di tanah suci Palestina untuk membela agama Allah. Seperti halnya seruan adzan untuk sholat, ada yang tersenyum dan bertakbir menyambut panggilan dari Gaza ini. Ada pula yang bersikap biasa-biasa saja seolah tak mendengar, bahkan tidak sedikit yang mencemooh panggilan ini dan berkilah, “urusan kita masih banyak, kenapa membela urusan negara lain?”

Panggilan dari Gaza adalah panggilan dari Allah, bagi yang ingin berniaga dengan Allah yang hendak menukar harta dan jiwanya dengan surga Allah. Hanya yang benar-benar yakin bahwa inilah jalan terang ke surga yang akan menyambut seruan ini, dan bagi mereka yang tertutup mata dan hatinya hanya akan menganggap panggilan ini dan orang-orang yang menyembut panggilan ini hanyalah sesuatu yang berlebihan. Gaza memanggil semua tanpa terkecuali untuk membela agama Allah, mereka yang terpanggillah yang benar-benar merasa butuh dengan panggilan ini, yang sungguh-sungguh merasa butuh dengan kesempatan emas dari Allah ini.

Kita selalu menunggu panggilan seperti ini, termasuk dari Gaza. Panggilan untuk semakin dekat dengan surga-Nya. Dan kini panggilan itu berkumandang lagi dengan keras, Ayo saudaraku, inilah saatnya kita menyambut hiruk pikuk panggilan ini. Karena telah lama kita menunggu, jangan sia-siakan kesempatan ini sebab orang-orang beriman dari penjuru dunia lainpun bergegas menyambut panggilan ini. Sungguh, kitalah yang butuh untuk mendekat kepada Allah, dan inilah jalan kita. (gaw)

Refleksi Mavi Marmara road to Gaza, 2010

No comments: