Anak Betawi yang Keliling Dunia Lewat Blog

Kate siape anak Betawi kagak bise maju? siape kate anak Betawi pade males dan banyak nyang jadi pengangguran? Bukan maksud nyombong atawe unjuk gigi, aye cuma ngasih tau kalo kagak semue anak Betawi kayak nyang ente kire...

Ini cuman persembahan kecil dari anak Betawi asal Tomang, Jembatan Gantung. Mudah-mudahan bise ngasih semangat sedikit ame semue orang, terutame anak betawi yang masih pade bingung idup mau ngapain? Nyok nyok nyoookk...

Monday, September 29, 2003

Kotak Surat Malaikat

Sekali lagi, aku mendapat kesempatan untuk menangani satu kelas di sekolah musim liburan anak-anak jalanan di Kota Kembang, Bandung. Seorang teman memintaku untuk bergabung dan menangani satu kelas karena dua alasan, ia tahu aku memiliki tidak sedikit pengalaman mengelola kelas di berbagai pelatihan, dan satu lagi, salah seorang tenaga pengajar di sekolah tersebut absen untuk musim liburan kali ini.

Mengelola kelas anak jalanan, dari mulai pengemis, pedagang asongan, tukang semir, pengamen, dan bahkan anak-anak yang tidak mengerti bahwa mereka dieksploitasi untuk melakukan tindak kejahatan, meski bukan hal biasa, tapi juga bukan yang pertama bagiku. Ya, satu setengah tahun yang lalu, di kota yang berbeda, pernah bahkan setiap akhir pekan bersama dengan beberapa rekan LSM menangani sekolah gratis anak jalanan, selama hampir tiga bulan. Namun yang membuatku terkejut begitu memasuki kelas, adalah usia rata-rata yang masuk dalam daftar kelas itu memaksaku sedikit membelalakkan mata. Untuk beberapa menit, tak satu katapun keluar dari mulutku setelah sekilas menangkap mata-mata jernih dan penuh tanya yang menatap kehadiranku. Usia rata-rata mereka tak lebih dari tujuh tahun, terdiri dari hanya belasan anak.

“Jangan kaget masuk kelas istimewa itu” temanku mengingatkan sebelum kami memasuki kelas masing-masing. Jadi, inikah yang dimaksud kelas istimewa? Belasan anak bernasib kurang beruntung yang semestinya di usia seperti mereka, masih bermanja-manja dengan kedua orang tua mereka. Tetapi hidup yang mereka jalani menghadirkan mereka di bising kota, deru kendaraan dan lalu lalang pejalan kaki. Merah, hijau dan kuning traffic light seolah menjadi lampu start mereka berhamburan menyerbu bis kota, atau mobil-mobil pribadi untuk mengayunkan krecek dan menyanyikan lagu-lagu yang tak semuanya terhapal dengan baik. Sebagian lain menjajakan rokok, permen serta tissue dari satu bis ke bis kota yang lain, tak peduli beberapa teman mereka yang lain pernah terpelanting dari atas bis ketika hendak turun dari sebuah bis bertepatan dengan nyala lampu hijau.

Tak mengherankan, kerasnya kota dan bising jalanan membentuk pribadi-pribadi lembut itu menjadi sosok yang keras, tak teratur, dan terkesan liar. Padahal anak-anak sebayanya, pasti nampak menyenangkan untuk dilihat, didekati, dan diajak bercengkerama, karena lebih sopan dan lembut, bisa diatur, dan aroma yang jelas lebih bersahabat. Tapi nyatanya, di hari pertama, aku berdiri di depan mereka seperti orang yang salah kostum. Kemeja putih bersih dengan aroma Bvlgari for men yang menyegarkan. Akibatnya, satu persatu bergantian mereka mendekat hanya untuk menghirup aromaku dan kembali, beberapa menit kemudian hal itu mereka lakukan. Senang? Tentu tidak. Aku merasa mereka menerimaku hanya karena aroma itu, bukan diriku yang seutuhnya.

Hari kedua dan berikutnya, aku sedikit membenahi penampilanku agar tidak ada perbedaan yang mencolok. Aku pernah membaca sebuah buku, untuk bisa diterima di sebuah komunitas, jika perlu seseorang mesti meminimalisir perbedaan dengan komunitas tersebut sehingga dirasakannya seseorang yang baru hadir itu juga bagian dari komunitas. Kemudian hal itu kuartikan, setidaknya, untuk menyeragamkan penampilanku agar tidak terlihat perbedaan.

Banyak hal yang tak terduga dalam menangani kelas ini, bisa dibayangkan, aku baru bertemu mereka sejak hari pertama, tak satupun yang kutahu karakter dan tingkah laku masing-masing. Begitu juga Sissy, asisten pengajar yang bersamanya aku bahu membahu menangani kelas tersebut. Sehingga dua pekan pertama kami habiskan untuk mengenal karakter, sikap dan tingkah laku masing-masing. Ini sejalan dengan materi yang diamanahkan kepada kami, Budi Pekerti.

Dua pekan yang mengagumkan, bisa langsung berinteraksi dengan segala kebandelan (sengaja tak menggunakan kata ‘nakal’ untuk menggambarkan perilaku mereka), tata tertib yang dibuat hanya diingat di hari pertama karena hingga hari terakhir pekan ketiga, tak satupun ketertiban dipatuhi. Memberikan sanksi kepada anak-anak itu, tentu bukan hal tepat. Materi ‘Budi Pekerti’ yang tergetnya agar anak-anak itu bisa bersikap lebih manis setelah selesai program kelas yang hanya satu bulan ini, nampaknya harus kami kubur dalam-dalam. Hampir saja kami putus asa sebelum, Dani, tukang koran berusia enam setengah tahun bertanya polos, “Kak, pernah nggak liat malaikat? Katanya di dalam dada kita ada malaikat…”

Satu pertanyaan yang tak bisa kujawab dengan sempurna. Namun melahirkan satu ide yang ‘menyelamatkan’ kami dari kegagalan merubah –meski sedikit- perilaku mereka.

Hari pertama di pekan terakhir, aku bercerita tentang malaikat yang selalu mengirimkan surat untuk anak-anak yang berperilaku baik di setiap hari. Sebelumnya, aku merayu Sissy untuk mau berdandan seperti malaikat, dan jadilah Sissy, malaikat cantik sepanjang pekan terakhir itu, berjubah putih panjang, lengkap dengan tongkat berujung bintang di lengan kanan, serta sebuah kotak surat di kiri.

Sebelum pulang, setelah makan siang dan sholat dzuhur, di depan kelas, aku membagikan kertas-kertas ukuran setengah kwarto yang sudah dipotong-potong kepada anak-anak itu. Mereka diminta untuk menulis tentang kebaikan apapun yang dilakukan oleh teman mereka sepanjang hari itu. Jika menurut mereka terdapat lebih dari satu teman yang melakukan hal baik, ia boleh menambah kertas lain untuk ditujukan buat teman yang lain itu. Setelah semua selesai menuliskan, mereka lalu memasukkannya ke kotak surat milik malaikat cantik. Ketentuannya, mereka hanya boleh menuliskan nama teman yang dituju tanpa perlu mencatatkan nama mereka sebagai pengirim.

Sore, setelah semua anak-anak itu kembali ke dunianya masing-masing, aku dan Sissy masih punya tugas lain, membicarakan perkembangan anak-anak, efektifitas metode pembelajaran, dan satu tugas baru, membaca satu persatu surat mereka. Terdapat puluhan surat di hari pertama, diantaranya, untuk Yanti, gadis kecil yang hari itu rambutnya lebih rapih dari hari-hari sebelumnya. Surat lain, untuk Dodo, karena tak membuang ludah sembarangan di dalam kelas. Ada surat untuk Dini, yang hari itu tak menangis. Dini adalah anak paling cengeng dan tak melewatkan satupun harinya di program ini dengan menangis. Ada beberapa anak yang tak mendapat surat, seperti Kholik yang masih terus senang memukul teman-temannya, atau juga zaenudin yang tak henti membuat kebisingan dengan ukulele-nya.

Begitu seterusnya, di hari selanjutnya di pekan terakhir itu, surat demi surat masuk ke dalam kotak untuk dibagikan keesokan harinya. Kami bisa menyaksikan kebanggaan anak-anak yang mendapatkan surat dari malaikat. Kami tanamkan satu keyakinan, semakin banyak mendapatkan surat berarti ia semakin baik di mata malaikat dan Tuhan. Sehingga hari demi hari, semakin sering kami dapati perkembangan mengagumkan dari perilaku mereka. Meski berbeda rasa bangga yang diperlihatkan, di hari terakhir semua anak di kelas itu memegang surat-surat catatan kebaikan dari malaikat. Khalik, meski cuma satu surat yang didapatnya, seulas senyum mampir di mata kami yang mulai tergenangi sebulir air. Kupeluk satu persatu mereka di hari perpisahan yang mengharukan itu. (Bayu Gaw)

To: Malaikat Cantik. Dimana kini dirimu?

Tuesday, September 16, 2003

Saddest Poem
Pablo Neruda

I can write the saddest poem of all tonight.

Write, for instance: "The night is full of stars,
and the stars, blue, shiver in the distance."

The night wind whirls in the sky and sings.

I can write the saddest poem of all tonight.
I loved her, and sometimes she loved me too.

On nights like this, I held her in my arms.
I kissed her so many times under the infinite sky.

She loved me, sometimes I loved her.
How could I not have loved her large, still eyes?

I can write the saddest poem of all tonight.
To think I don't have her. To feel that I've lost her.

To hear the immense night, more immense without her.
And the poem falls to the soul as dew to grass.

What does it matter that my love couldn't keep her.
The night is full of stars and she is not with me.

That's all. Far away, someone sings. Far away.
My soul is lost without her.

As if to bring her near, my eyes search for her.
My heart searches for her and she is not with me.

The same night that whitens the same trees.
We, we who were, we are the same no longer.

I no longer love her, true, but how much I loved her.
My voice searched the wind to touch her ear.

Someone else's. She will be someone else's. As she once belonged to my kisses.
Her voice, her light body. Her infinite eyes.

I no longer love her, true, but perhaps I love her.
Love is so short and oblivion so long.

Because on nights like this I held her in my arms,
my soul is lost without her.

Although this may be the last pain she causes me,
and this may be the last poem I write for her.




Justru Pada Akhir Tahun
Rendra

Bermukimlah di peti mati dan jangan menatap lagi
aku terpaksa berkhianat dan cintamu jadi siksa
keengganan-kehilangan jadi ketakutan bangsawan
sangsi yang ini mendorong ingin segala punya
dan jadilah hatiku asing pada pangkalan dan persinggahan

Berilah aku kenikmatan atau keedanan dan bukan cinta
cinta memang kudamba tapi jadi asing di dekatnya
begitu agung ia, mungkin tak kukenal bila singgah di dada
dan oleh lukatak kupercaya lagi kehadirannya

Terkutuklah saat-saat aku sadari diri begini
tampak seolah tindakku berbunga dosa
tindak yang di sisi hatiku sungguh bening
(Percayalah! Matamu 'kan mengutuk segala dusta.)

Tolonglah memupus lari sangsiku.
(demi cintamu yang tidak waras kepadaku!)
Pendamlah cintamu dalam perbuatan edan
atau sekali-kali berkhianatlah kepadaku
atau bermukimlah di peti mati dan jangan nangis lagi
atau bunuh aku dengan tikaman mesra duka cinta
dan segalanya akan pupus begitu
bukankah itu mesra, sayangku?

*dikutip dari Empat Kumpulan Sajak, Rendra, Pustaka Jaya, Cetakan Ketujuh, 1994



Body of a Woman
By Pablo Neruda*

Body of a woman, white hills, white thighs,
you look like a world, lying in surrender.
My rough peasant's body digs in you
and makes the son leap from the depth of the earth.

I was lone like a tunnel. The birds fled from me,
and nigh swamped me with its crushing invasion.
To survive myself I forged you like a weapon,
like an arrow in my bow, a stone in my sling.

But the hour of vengeance falls, and I love you.
Body of skin, of moss, of eager and firm milk.
Oh the goblets of the breast! Oh the eyes of absence!
Oh the roses of the pubis! Oh your voice, slow and sad!


Body of my woman, I will persist in your grace.
My thirst, my boudnless desire, my shifting road!
Dark river-beds where the eternal thirst flows
and weariness follows, and the infinite ache.

*Pablo Neruda (1904-1973), a Latin American poet with an international reputation. The winner of Nobel Prize for Literature in 1971.



O Malam Tak Kunjung Kelam
T. S. Pinang*

o, malam tak kunjung kelam

telah habis doa-doa kurapalkan
di mulut tak kunjung menukik hati
di jemari tak kunjung merasuk niat

o, gelap tak kunjung lelap

telah habis api lilin
bahkan bara di perapian
tinggal dengus dingin sepian

o, hati tak kunjung danau

sesempit itu kini terasa
sekeping bara terperam suam
sekepal kepala menampuk tahta

o, api tak kunjung cinta

aku terbakar dimana air
aku terkapar disambar petir
aku terluka kau tak hadir

o, tuhan tak kunjung diri
kulepas baju
aku bosan
aku rindu


*Teguh Pinang Setiawan, calon penyair, domisili di Yogyakarta. Seniman graphis dan webmaster, sitenya di: www.titiknol.com



I Cry

Sometimes when I'm alone I cry
Because I'm on my own
The tears I cry are bitter warm
They flow with life but take no form
I cry because my heart is torn
I find it difficult to carry on
If I had an ear to confide in
I would cry among my treasured friend
But who do you know who stops that long
To help another carry on
The world moves fast and would rather pass by
Than to stop and see what makes one cry
So painful and sad
And sometimes....
I cry and no one cares about why.

By Tupac Shakur

*Tupac Amaru Shakur, Black American greatest rapper, died in a drive by shootings in 1996



Aku Ingin

aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

(sapardi joko damono)

*diambil dari sajak "aku ingin" - sapardi joko damono


Dialog dan Kemanusiaan

Aku tak tahu apakah aku terlalu banyak berdialog dengan diriku sendiri. Kalau hari ini betul, tentunya inilah sebagian yang menyebabkan aku kurang mampu berkomunikasi dengan lingkunganku. Tapi bukankah memperbanyak dialog dengan diri sendiri itu justru menambah kita makin mengeri arti kemanusiaan ini? Dengan melihat diri sendiri kita melihat manusia.

24 januari 1970 - Ahmad Wahib*

*kutipan dari Pergolakan Pemikiran Islam terbitan lp3es tahun 1983, catatan harian Ahmad Wahib


Diva

"Matilah sebelum mati.
Karena kematianmu adalah kemerdekaanmu."

Diva - Supernova [Dee]* hlm. 166

*Novel sains fiksi Supernova oleh Dee (Dewi Lestari Simangunsong), terbit Januari 2001


Cintaku Jauh Di Pulau

Cintaku jauh di pulau
gadis manis, sekarang iseng sendiri.

Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar
angin membantu, laut terang,
tapi terasa aku tidak 'kan sampai padanya.

Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segalam melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
"Tujukan perahu ke pangkuanku saja."

Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh!
Perahu yang bersama 'kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!

Manisku jauh di pulau
kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri

Chairil Anwar*, 1946

*Chairil Anwar, lahir 26 Juli 1922 di Medan, meninggal 28 April 1949. Chairil Anwar sering dianggap sebagai pelopor "Angkatan 1945" dalam sastra Indonesia


Thursday, September 11, 2003

Teman Terbaik

Kawan, ingin aku bercerita tentang teman terbaik yang pernah kumiliki. Ayah mengenalkan aku dengannya sewaktu usiaku baru menginjak tiga tahun. Meski belum banyak mengerti, aku masih ingat kata-kata ayah, “Kapanpun dan dimanapun, jadikanlah ia peganganmu, insya Allah kamu akan selamat”. Setelah saat itu, aku mulai rajin untuk mengenalnya. Kemana pergi selalu kuajak serta. Ia bukan saja teman terbaik bagi diriku, tapi juga teman terbaik bagi semua orang, begitu cerita ibu.

Ia tidak pernah meminta diajak serta, karena semestinya kita yang membutuhkan keberadaannya kemanapun kaki melangkah. Senantiasa memberi jawaban atas semua tanya, mengoleskan kesejukan untuk setiap hati yang gersang. Bagi yang gelisah dan gundah, ia akan menjadi obat yang mujarab yang mampu memberikan ketenangan. Ia juga menjadi pelipur lara bagi yang bersedih. Tanpa diminta, jika kita mau, ia selalu menunjukkan jalan yang benar dengan cara yang sangat arif. Ikuti jalannya jika mau selamat atau tak perlu hiraukan peringatannya asal mau dan sanggup menanggung semua resikonya. Ia tak pernah memaksa kita untuk mematuhinya, karena itu bukan sifatnya.

Tutur katanya, indah menyejukkan, menyiratkan kebesaran Maha Pujangga dibalik untaian goretan barisan hikmah padanya. Tak ada yang sehebat ia dalam bertutur, tak ada pula yang seindah ia dalam bersapa. Hingga akhirnya, setiap yang mengenalnya, senantiasa ingin membawanya serta kemanapun. Tak peduli siang, malam, terik ataupun mendung, ia kan setia menemani. Cukup hanya dengan menyelami kedalamannya, tak terasa setitik air bening mengalir dari sudut mataku. Hingga satu masa, aku begitu mencintainya. Sungguh tiada tanding Maha Pujangga pencipta teman terbaikku ini.

Sebegitu dekatnya kami berdua, sehingga melewati satu hari pun tanpanya, hati akan kering, gersang dan merinduharu. Ada kegetiran yang terasa menyayat saat tak bersamanya, bahkan pernah aku tersesat, sejenak kemudian aku teringat pesan-pesannya, hingga aku terselamatkan dari kesesatan yang menakutkan. Di waktu lain, aku berada di persimpangan jalan yang membuatku tak tahu menentukan arah melangkah, berkatnyalah aku menemukan jalan terbaik. Entah bagaimana jika ia tak bersamaku saat itu.

Kawan, maukah mendengarkan betapa kelamnya satu masaku tanpa teman terbaikku itu?

Mulanya hanya lupa tak membawanya serta ke satu tempat. Esoknya sewaktu ke tempat yang berbeda, aku tak mengajaknya serta, karena kupikir, untuk ke tempat yang satu ini, saya merasa tak pantas membawanya serta. Saat itu saya lupa pesan ayah, “jika tak bersamanya, keselamatanmu terancam”. Esok hari dan seterusnya, entah lupa entah sudah terbiasa teman terbaik itu tak pernah lagi kuajak serta. Kubiarkan ia berhari-hari bersandar di salah satu sudut kamarku. Satu minggu, bulan berlalu dan tahun pun berganti, aku semakin lupa kepadanya, padahal ia senantiasa setia menungguku dan masih di sudut kamar hingga berdebu.

Hingga satu masa, bukan sekedar lupa. Bahkan aku mulai malu untuk mengajaknya. Disaat yang sama, semakin tak sadar jika diri ini telah jauh terseret dari jalur yang semestinya. Tapi aku tidak perduli, pun ketika seorang teman menyampaikan teguran dari teman terbaikku agar aku memperbaiki langkahku. Kubilang, ia cerewet! Terlalu mencampuri urusanku.

Begitulah kawan, Anda pasti sudah tahu akibatnya. Langkahku terseok-seok, pendirianku goyah hingga akhirnya tubuhku limbung. Mata hati ini mungkin telah mati hingga tak mampu lagi membedakan hitam dan putih. Semakin dalam aku terperosok, tanganku menggapai-gapai, nafasku sesak oleh lumpur dosa. Disaat hampir sekarat itu, mataku masih menangkap sesosok kecil yang penuh debu, disaat kurebahkan tubuh di kamar.

Ya! Sepertinya aku pernah mengenalnya. Teman yang pernah dikenalkan ayah kepadaku dulu. Ia yang pernah untuk sekian lama setia menemaniku kemana aku pergi. Teman terbaik yang pernah kumiliki, ia masih setia menungguku di sudut kamar, dan semakin berdebu. Kuhampiri, perlahan kusentuh kembali. “Jangan ragu, kembalilah padaku. Aku masih teman terbaikmu. Ajaklah aku kemanapun pergi” kuat seolah ia berbisik kepadaku dan menarik tanganku untuk segera menyergapnya. Ffuihh…!!! kuhempaskan debu yang menyelimutinya dengan sekali hembusan. Nampaklah senyum indah teman terbaikku itu.

Ingin kumenangis setelah sekian lama meninggalkannya. Ternyata, ia teramat setia jika kita menghendakinya. Kini, bersamanya kembali kurajut jalinan persahabatan. Aku tak ingin lagi terperosok, tersesat, terseok-seok hingga jatuh ke jurang yang pernah dulu aku terjatuh. Jurang kesesatan. Bersamanya, hidupku lebih damai terasa. Satu pesanku untukmu kawan, kuyakin masing-masing kita memiliki teman terbaik itu. Jangan pernah meninggalkannya, walau sesaat. Percayalah. Wallaahu ‘a’lam bishshowaab. (Bayu Gaw)

Buat Papa, terima kasih telah mengenalkanku dengan ayat-ayat-Nya.

Tuesday, September 09, 2003

Tamu Terakhir

Pagi ini aku sudah tiba di kantor bahkan sebelum office boy tiba, sesaat setelah Pak Satpam membukan pintu gerbang depan. Sejak semalam sudah kusiapkan berkas-berkas yang dibutuhkan oleh tamu yang akan datang ke kantor pagi ini. Mereka adalah klien baru yang semoga saja bisa mendatangkan keuntungan lumayan besar jika terdapat kesepakatan diantara kami. Kupilih kemeja yang paling bagus dengan setelan celana dan sepatu yang match, tidak lupa dasi, agar lebih terlihat profesional. Semua proposal dari mereka sudah kupelajari sehingga ada keyakinan aku bisa menguasai seluruh pembicaraan selama pertemuan nanti.

***

Begitulah satu contoh persiapan yang mungkin pernah kita lakukan ketika hendak menerima tamu. Banyak contoh lain yang bisa diketengahkan, misalkan, biasanya kita akan segera merapihkan semua hal berantakan dan membenahi apapun yang nampak tak sedap dipandang di sekitar ruang tamu saat seseorang hendak bertamu ke rumah. Kesibukan akan lebih terlihat jika tamu yang datang tak terlebih dulu mengkhabari kedatangannya. Bisa jadi, saat mereka tiba, kita belum mandi, masih banyak sisa makanan dan sampah yang tercecer bekas malam tadi, termasuk lantai yang kotor dan belum sempat dibersihkan. Tentu saja, sebagai tuan rumah, kita akan malu jika kedapatan belum mempersiapkan apapun untuk menyambut tamu tersebut.

Fenomena lain bisa dilihat dari sisi yang berbeda. Soal makanan misalnya, seorang tuan rumah akan menyediakan makanan, bisa membuat atau membeli, yang terasa spesial buat tamu. Setidaknya, makanan yang biasanya tak pernah tersaji di rumah, jika ada tamu yang akan datang, begitu cepat tersedia. Dan bahkan, tidak jarang tuan rumah harus berhutang untuk sekedar memberikan pelayanan lebih atau biasa disebut dengan ‘menghormati’ tamu. Adalah hal wajar seseorang menerima dengan penuh sukacita dan kebaikan setiap tamu yang datang bersilaturahim ke rumahnya.

Namun tentu tidak semua tamu bisa dilayani seperti itu. Kita tentu pernah mendengar istilah ‘tamu tak diundang’. Mereka bisa jadi, tukang kredit, penagih hutang, atau cuma seorang teman yang biasa meminjam uang. “Bapak tidak ada di rumah,” atau “Bapak sedang istirahat” adalah basa-basi yang biasa terlontar lewat pembantu atau anak kita kepada mereka yang mungkin masih berdiri di luar pagar. Jika di kantor, sekretaris atau resepsionis akan berkata sopan, “Bapak sedang keluar kantor”, bila yang datang adalah tamu atau klien yang tidak diharapkan. Intinya, sikap dan pelayanan yang diberikan oleh seorang tuan rumah akan tergantung siapa dan tujuan apa yang dibawa oleh tamunya. Ia bisa saja menerima dengan tulus dan senang hati, menunda dan memintanya menunggu beberapa saat agar kita bisa bersiap dan berbenah, atau menolak kedatangannya, bila perlu dengan bantuan Satpam.

Tamu. Siapapun dia, adalah mereka yang pasti berniat atau mempunyai kepentingan tertentu dengan kita. Yang paling sederhana adalah sekedar bersilaturahim dan menyambung-eratkan hubungan persaudaraan. Semestinya, sebagai tuan rumah yang baik kita menyambutnya dengan hati yang senang, dan tak memperlihatkan ketidaksukaan, menutupi ketidaksiapan dalam penerimaannya. Jika perlu, konflik maupun pertengkaran yang tengah berlangsung antara anggota keluarga, antara suami dengan istri, dihentikan agar tamu tak menjadi penonton peperangan. Semestinya diupayakan agar mereka tak pernah tahu ada perselisihan, konflik, atau ketidakakuran di keluarga kita. Itulah sekelumit hal yang biasa terjadi. Kita berupaya tampil sebaik mungkin menyambut kedatangan tamu. Terlebih jika yang datang adalah tamu yang dihormati, bisa pejabat, atasan di kantor, atau siapapun yang posisinya lebih diatas kita.

Sejak kecil, bahkan sejak baru terlahir, seorang manusia sudah terbiasa menerima tamu. Bisa jadi, hampir setiap hari tamu tak henti-hentinya mengetuk pintu rumah. Khabar yang dibawa tentu bermacam-macam, sekali lagi, bisa hal baik atau hal buruk, sesuatu yang sudah biasa didengar, atau mungkin berita yang mengejutkan dan tidak disangka-sangka. Jadi, adalah hal biasa kita mendengar ketukan di pintu rumah untuk menerima kedatangan tamu.

Namun, pernahkah kita sadar jika siang nanti, esok pagi atau mungkin sedetik setelah membaca pesan ini, ada ketukan yang terdengar di depan, dan ketika kita tahu bahwa yang datang dan berdiri di hadapan kita adalah ‘tamu terakhir’? tamu yang sama yang pernah hadir di hadapan orang-orang yang telah mendahului kita. Tamu yang datang dengan kabar baik atau buruk tergantung seberapa banyak persiapan dan bekal yang terkumpul untuk hidup di hari kemudian. Tamu terakhir yang tak mungkin kita memintanya untuk menunggu meskipun sedetik agar kita bisa bersiap dan membenahi diri. Tamu terakhir yang mungkin tidak pernah diharapkan kehadirannya, tetapi tak seorang pun bisa membantu kita untuk menolak kehadirannya. Tentu saja, kita akan tersenyum menerima kehadirannya, jika saat tamu terakhir itu datang, semua bekal yang diperlukan sudah dipersiapkan. Bagaimana jika belum? (Bayu Gaw)

thx to Mr. Mirza about tamu terakhir-nya

Thursday, September 04, 2003

Dan Gerbong Kereta Pun Bersaksi

“Kemarin kau tak mengaji. Hari ini tak mengaji, tak sembahyang pula kau… mau jadi manusia macam apa kau nak…” tegur seorang ibu kepada anak lelakinya yang baru berusia sekitar delapan tahun.

“Bukannya tak mau sembahyang mak. Di kereta banyak pembeli, kan sayang. Lagipula itu kan rejeki…” sanggah sang anak yang masih menggendong kotak rokok dan permen dagangannya.

“Hey … apa kau bilang??? Rejeki tu sudah ada yang mengaturnya. Bukan kau yang menentukan apa kau dapat rejeki atau tidak hari ini. Kalau kau tak berdoa pada-Nya, mungkin esok kau tak seberuntung hari ini…”.

Kata-kata itu, sungguh membuat ku terkesima. Sebuah cuplikan fragmen keimanan yang kutangkap hanya beberapa menit saat kuberdiri di Stasiun Kereta Api Pasar Minggu, Jakarta, tak seberapa masa menjelang Maghrib. Ada gemuruh yang menderu di dalam dada ini melihat pemandangan menakjubkan di depanku, terlebih mendengar dialog yang lumayan menggetarkan itu. Betapa tidak, seorang ibu yang tengah menggendong anaknya yang masih balita, ditemani putri sulungnya yang berusia tidak lebih dari dua belas tahun, meski tidak serapih muslimah-muslimah yang biasa kutemui di kampus-kampus atau perkantoran, tapi ia berusaha untuk menutupi bagian kepalanya dengan jilbab lusuh, bahu membahu bersama sang Ayah berdagang di emperan stasiun KA Pasar Minggu. Sementara anaknya yang lelaki, diberinya tanggungjawab berjualan rokok, tissue dan permen di gerbong KA Jabotabek.

Mari, ingin sekali kuajak Anda merenung tentang mereka sebelum bicara tentang diri kita sendiri. Setiap dini hari mata terjaga mendahului kokok ayam paling pagi untuk mengepak barang-barang yang akan digelar di stasiun kereta api yang berdebu, kadang sesak di pagi dan sore hari saat jam pergi dan pulang kantor, yang sudah pasti tak berpengatur udara. Tak ada kursi empuk selain alas koran yang tidak jarang membuat pinggang dan tulang bokong mereka pegal-pegal sekaligus panas, jika tak sering-sering bangun, kemudian duduk kembali sekedar melancarkan peredaran darah. Keringat yang keluar tak bisa diukur dari nine to five seperti kebanyakan kita. Sedangkan si bocah lelaki keluar masuk dan turun naik dari gerbong ke gerbong, dari pagi hingga sore menjelang dengan segala bentuk bahaya yang senantiasa menanti.

Tapi, tak sedikitpun mereka ragu bahwa Dia-lah yang mengatur semua rizki bagi manusia, tidak terkecuali mereka. Sehingga sedemikian marahnya si ibu setelah mendapat laporan dari si sulung bahwa anak lelakinya sudah dua hari tak mengaji, dan hari ini kedapatan tak sembahyang Dzuhur.

Kemudian mari tengok diri ini. Di pagi hari tak perlu memanggul karung dan dus yang berat, untuk menggelarnya terpal di emperan manapun. Kita hanya perlu naik kendaraan menuju kantor, duduk di kursi yang empuk, mungkin tak ada peluh yang harus dibasuh karena seharian bekerja di ruangan ber-AC, dan tidak jarang masih mendapatkan pelayanan khusus dari office boy.

Namun dengan kondisi yang demikian lebih baik, tidak jarang dzuhur dan ashar tertinggal, minimal sholat dzuhurnya menjelang ashar. Itu pun jika sempat. Seringkali kesibukan dan terlalu banyak pekerjaan menjadi alasan untuk tak melafazkan barang satu ayatpun kalimah-Nya. Tak mengertikah kita bahwa mungkin saja Dia yang maha mengatur rizki itu tak lagi memberikan kita semua kesibukan yang hari ini menjadi alasan untuk tak mendekati-Nya?

Sungguh, enggankah kita membiarkan semua pekerjaan, komputer, meja kerja, kursi empuk, telepon yang berdering-dering itu kelak menjadi saksi di hadapan Allah, bahwa mereka pernah ditinggal oleh pemiliknya di waktu-waktu tertentu saat kita bermunajat pada-Nya?

***

Adzan Maghrib pun berkumandang, kuikuti punggung-punggung mereka yang menuruti langkah-langkah kecil menuju mushola. (Bayu Gaw)

Wednesday, September 03, 2003

Rapuh

Kularut luruh dalam keheningan hatimu
Jatuh bersama derasnya tetes airmata
Kau benamkan wajahmu yang berteduhkan duka
Melagukan kepedihan di dalam jiwamu

Tak pernah terpikirkan olehku
Untuk tinggalkan engkau seperti ini
Tak terbayangkan jikaku beranjak pergi
Betapa hancur dan harunya hidupmu

Sebenarnya ku tak ingin berada disini
Di tempat jauh yang sepi memisahkan kita
Kuberharap semuanya pasti akan berbeda
Meski tak mungkin menumbuhkan jiwa itu lagi

Aku tak mengerti apa yang mungkin terjadi
Sepenuh hatiku aku tak mengerti

Thursday, August 28, 2003

Surat Untuk Istriku:
Sirami Bunga Kita Dengan Cinta


Awal bulan depan, genap satu tahun pernikahan kita. Sementara bunga kecil di perutmu sudah mulai mendesak-desak ingin keluar, hmm, tak terasa sebentar lagi bunga itu akan keluar dan menghiasi harum rumah kecil ini. Dik, sungguh aku sudah tidak sabar untuk menciuminya sepuasku hingga tak satupun orang lain kuberikan kesempatan mencium dan memeluknya sebelum aku, ayahnya, bosan menciumnya.

Satu tahun empat bulan yang lalu, aku masih ingat saat datang ke rumahmu untuk berkenalan dengan keluargamu. Takkan pernah hilang dalam ingatanku, betapa kedatanganku yang ditemani beberapa sahabat untuk berkenalan malah berubah menjadi sebuah prosesi yang aku sendiri tidak siap melakukannya, yah, aku melamarmu dik.

Padahal, baru satu minggu sebelum itulah kita berkenalan di rumah salah seorang sahabatmu. Waktu itu, aku tak berani menatap wajahmu meski ingin sekali aku beranikan diri untuk mengangkat wajahku dan segera menatapmu. Tapi, entah magnet apa yang membuatku terus tertunduk. Kenakalanku selama ini ternyata tidak berarti apa-apa dihadapanmu, kurasakan sebuah gunung besar bertengger tepat di atas kepalaku dan membuatku terus tertunduk.

Dik, aku juga masih ingat dua hari setelah pernikahan kita, kamu masih tidak mau membuka jilbab didepanku meski aku sudah sah sebagai suamimu. Tidurpun, kita masih berpisah, kamu diatas kasur empuk yang aku belikan beberapa hari sebelum pernikahan, sementara aku harus kedinginan tidur dilantai beralaskan selimut.

Hmm, aku masih sering tersenyum sendirian kala mengingat kata-kataku untuk merayumu agar mau membuka jilbab. "Abang cuma ingin tahu, istri abang nih ada telinganya nggak sih". Kata-kata lembutku pada malam ketiga itu langsung disambar dengan pelototan mata indahmu. "Teruslah dik, mata melotot adik takkan pernah membuat abang takut atau menyerah, malaaah, adik makin terlihat cantik, makin jelas indahnya mata adik".

Setelah kata-kata itu meluncur dari mulut jahilku, bertubi-tubi pukulan sayang mendarat di tubuh dan kepalaku karena adik menganggap aku meledekmu. Tapi waktu itu, aku justru merasakan kehangatan pada setiap sentuhan tanganmu yang mengalir bak air di pegunungan. Karena aku yakin, dibalik pukulan-pukulan kecil itu, deras kurasakan cintamu seiring hujan yang turun sejak selepas maghrib.

Indah bunga seroja di taman mungkin takkan pernah bisa mengungkapkan eloknya cinta kita, cinta yang didasari atas kecintaan kepada Allah. Allah-lah yang menciptakan hati, jiwa dan ragamu begitu rupa sehingga aku mencintaimu. Aku pun berharap, atas dasar cinta Allah pulalah adik mencintaiku. Karena hanya dengan cinta karena Allah, cinta ini akan terus berbunga dan mewangi selamanya.

Cinta hakiki adalah cinta kepada zat yang menciptakan cinta itu sendiri, begitu seorang bijak berkata. Cinta tidak dirasa tanpa pengorbanan, kasih sayang bukan sekedar untaian kata-kata indah, dan kerinduan yang terus takkan pernah terwujud jika hanya sebatas pemanis bibir, tambah sang bijak.

Langit akan selamanya cerah, bila kita suburkan cinta ini. Mentari takkan pernah bosan bersinar selama kasih antara kita tetap terpatri dan rembulan pun tetap tersenyum, selama kita isi hari-hari dengan segala keceriaan yang jujur.

Tak terasa, malam semakin larut dik. Baru saja kudengar dentang jam berbunyi duabelas kali. Sementara tangan ini masih asik dengan pena dan secarik kertas putih. Kan kutulis semua rasa bathinku malam ini, semua keindahan, kehangatan, dan hidup dibawah naungan cinta bersamamu karena Allah. Tapi, maafkan aku dik, karena aku juga akan mengkhabarimu hal yang tidak pernah kuceritakan kepadamu sebelumnya.

Kau sandarkan kepalamu di dadaku, lelap sudah malam menghantarmu tidur. Tapi, ah, bunga kecil kita ternyata belum tidur dik, sesekali kurasakan sentuhan kakinya dari dalam perutmu. Rupanya bunga kecil itu sudah mengenaliku sebagai ayahnya, kurasakan berkali-kali diberbagai kesempatan berdampingan denganmu, tangan-tangan kecilnya berupaya menggapai dan menyentuhku seakan memintaku untuk segera menggendongnya.

Malam ini, ada tangis dihatiku yang tidak mungkin aku curahkan padamu. Karena aku tahu, kaupun sudah cukup sering menahan tangismu agar tidak terlihat olehku. Jadi, mana mungkin aku menambahinya dengan air mataku yang mulai menggenang di bibir kelopak mataku ini.

Sebagai suami, aku merasa belum mampu membahagiakanmu dik. Nafkah yang kuberikan kepadamu setiap bulan, tidak pernah cukup bahkan untuk dua minggu pun. Sehingga untuk keperluan dua minggu berikutnya, aku harus meminjamnya dari teman-temanku tanpa sepengetahuanmu dan aku hanya membisikimu, "rizqumminallaah".

Setahun kita menikah, tak sehelaipun pakaian kubelikan untukmu. Bahkan aku sering menangis, saat mengajakmu pergi, adik harus bingung mencari-cari sandal yang layak dipakai. Tak pernah aku mengajakmu untuk berjalan-jalan, karena aku selalu disibukkan dengan segala urusanku, tak peduli hari libur. Aku selalu berharap adik tampil cantik dan segar sepanjang hari, tapi tak pernah kubelikan adik alat-alat kecantikan. Dan yang terakhir, aku tak kuasa mengingatnya dik, meski berat kita harus melalui saat-saat kita makan dengan makanan seadanya, bahkan tidak jarang kita berpuasa. Waktu itu adik bilang, "Biarlah bang, adik lebih rela makan sedikit dan seadanya daripada kita harus berhutang, karena hidup tidak akan tenteram dan selalu merasa dikejar-kejar".

Sebentar lagi, bunga kecil itu akan hadir dik. Akankah aku, ayahnya, membiarkannya tumbuh dengan apa adanya seperti yang aku lakukan terhadapmu dik. Bersyukurlah ia karena mempunyai ibu yang sholehah dan selalu menjaga kedekatannya dengan Allah. Karena, walau gizi yang diberikannya kelak tidak sebanyak kebanyakan anak-anak lainnya, tetapi ibunya akan mengalirkan gizi takwa dihatinya, mengenalkan Allah sebagai Rabb-nya, Muhammad sebagai tauladannya dan mengajarkan Al Qur'an sebagai petunjuk jalannya kelak. Ibunya akan mengajarkan kebenaran kepadanya sehingga mampu membedakan mana hak dan mana bathil,

Dik, jika ia lahir nanti, sirami hatinya dengan dzikir, suburkan jiwanya dengan lantunan ayat-ayat suci Al Qur'an, hangatkan tubuhnya dengan keteguhan menjalankan dinnya, baguskan pula hatinya dengan mengajarkannya bagaimana mencintai Allah dan Rasul-Nya, ajarkan juga ia berbuat baik kepada orangtua dan orang lain, bimbinglah ia dengan ilmu yang kau punya, sehingga dengan ilmu itu ia tidak menjadi orang yang tertindas. Jadikan jujur sebagai pengharum mulutnya serta kata-kata yang benar, baik, lembut dan mulia sebagai penghias bibirnya. Sematkan kesabaran dalam setiap langkahnya, taburi pula benih-benih cinta di dadanya agar ia mampu mengukir cinta dan kasih sayang dalam setiap perilakunya, dan yang terakhir kenakan takwa sebagai pakaiannya setiap hari.

Jika demikian, insya Allah harapan dan do'a kita untuk tetap bersama sampai di surga kelak akan lebih mudah kita gapai. Aku berharap, engkau membaca surat yang kuselipkan di bawah bantalmu malam ini. Dan jika kau telah membacanya esok pagi, jangan katakan apapun kecuali ciuman hangat di tanganku. Karena dengan begitu, aku tahu kau telah membacanya.
(bayu gawtama, tanggal 22 November 2001)


Wednesday, August 27, 2003

Arti Kehidupan

Ku menempuh sedalam lautan
Ku mencari arti kehidupan
Mendaki gunung kekecewaan
Melelahkan

Kau menjelma seperti khayalan
Kau impian dalam kenyataan
Perjalanan yang penuh likunya
Kini tlah tiba di sisimu selamanya

Engkau bukan yang pertama
Tapi pasti yang terakhir
Di cintamu kutemui arti hidupku

Kau menjelma seperti khayalan
Kau impian dalam kenyataan
Perjalanan yang penuh likunya
Kini tlah tiba di sisimu selamanya



Antara Kita

Antara Kita
Pertama Bekenalan
Tuk Dapat Menggapai
Rasa Saling Cinta

Antara Kita
Saling Percaya Diri
Yang Seharusnya
Kita Memiliki

Begitu Bahagia
Kita Merajut Cinta
Hanyut Dalam Mesra
Yang Tiada Tara

Kau dan Aku Dalam Ikatan Asmara
Janji Suci Disanubari
Satu Cita-cita Kita Berdua
Bila Mengayuh Bahtera Cinta

Cinta Berlabuh
Tanpa Terasa Waktu
Kau Peluk Diriku
Dalam Kemesraan
Hanya Dirimu
Satu Dalam Mimpiku
Antara Berjuta
Kenangan Yang Lalu

Monday, August 25, 2003

Tak Pernah Sebelumnya by. Gaw

Mata indah nan menyejukkan itu
Panahnya menancapkan sesuatu
Hingga keterdalaman jiwa
Semua yang terpendar dari beningnya
Tak pernah sebelumnya
Kulihat yang seindah itu

Panjang tergerai
Yang sengaja dibiarkannya menutupi
Sebagian kening dan matanya
Mengajak tanganku tuk menyibakkan
Rahasia dibalik tirainya
Tak pernah sebelumnya
Kumemiliki keberanian sedahsyat ini

Sentuhan lembut itu
Mendidihkan gejolak yang tak tertelan
Aromanya membelenggu sukma
Tak ada yang bisa kubuat
Selain menatap penuh hasrat
Tak pernah sebelumnya
Kumerasai bumi mewangi

Akhirnya kumengerti
Ianya datang menghadirkan cinta
Sebuah hati yang berbunga
Bertemu rindu terobati
Akan sebuah mimpi
Yang tak pernah sebelumnya
Aku mengira kan menjelma

Friday, August 22, 2003

About Love, Episode: Cinta Abadi

“Ma, itu apa, yang kelap-kelip di atas …” telunjukku mengarah ke langit.

“Itu namanya bintang nak, salah satu ciptaan Allah yang menakjubkan,” terang Mama dengan sempurna sekaligus bijak.

Kutahu, usiaku dua tahun lebih sedikit waktu itu. Usia yang selalu ingin tahu segala hal dan mengejar seribu jawaban dari siapapun terhadap hal yang baru kulihat. Dan Mama, dialah yang paling sabar menerangkan semua tanya itu, meski tak pernah kupuas, tapi aku cukup yakin saat itu, bahwa Mama segala tahu.

Sejak malam itu, aku selalu berdiri di belakang rumah menengadah ke langit memandangi jutaan bintang yang berkelap-kelip, dan setiap saat itu pula Mama setia menemaniku. Aku ingat, mama cukup kerepotan mencari jawaban ketika aku bertanya, apakah bintang-bintang itu juga punya nama. Dengan cerdik, Mama menjelaskan bahwa bintang-bintang itu sama dengan kita, manusia. Kalau manusia punya nama, berarti bintang pun memiliki nama.

“Yang disebelah sana, namanya siapa ma…”

Keningnya berkerut, otaknya berputar mencari jawaban. Hingga akhirnya, “ooh… yang itu mama tahu, ia adalah bintang mama, karena namanya sama persis dengan nama anak mama ini…” dekapannya begitu hangat, tak ada yang bisa melakukan semua itu kecuali mama. Waktu itu yang kutahu, mama sekedar menjalankan kewajibannya sebagai orang tua untuk menemani dan membahagiakanku.

Keesokkan harinya, setiap malam tiba. Mama sudah tahu, sebelum waktu tidurku tiba, aku selalu mengajaknya memandangi langit. Karena kini aku semakin senang, sejak mama mengatakan bahwa bintang yang pernah kutunjuk itu adalah aku. Tapi, hari ini mama membuatku kecewa, karena mama tak bisa menemaniku. Mama sakit, begitu kata Papa.

Aku menangis, sebab malam itu aku berniat tidak hanya minta mama menemaniku seperti malam-malam sebelumnya. Tapi aku ingin mama mengambilkanku bintang-bintang itu dan membawanya ke rumah. Aku ingin mereka menjadi temanku bermain hingga aku tak perlu bersedih setiap ketika larut mama mengajakku masuk.

Tapi Mama tetap tak bisa membantuku. Jangankan untuk mengambilkanku bintang-bintang, sekedar duduk bersama di belakang rumah, merasai sentuhan angin yang lembut, dan menyapa kedamaian malam, serta tersenyum membalas lambaian sang bulan pun, mama tak kuat. Hingga malam berakhir, aku masih kecewa. Malam itu bahkan aku tak mau makan, hingga mama yang sedang sakitpun harus memaksakan diri tetap menyenandungkan nyanyian cinta pengantar tidur. Untuk yang ini pun yang aku tahu, adalah juga kewajiban orangtua, menyanyikan lagu pengantar tidur.

Esok harinya aku demam. Karena semalaman tidak mau makan setelah beberapa jam di belakang rumah ‘bermain-main’ dengan bintang-bintang. Meski sedikit cemas, mama tak pernah panik. Sentuhan hangat mama, membaluri ramuan khusus ke seluruh tubuh kecil ini. Dua hari sudah, tak kunjung sembuh demamku. Padahal mama sudah membawaku ke dokter.

Mama semakin panik. Panasku meninggi dan sering mengigau. Tetapi justru disaat mengigau itulah mama tahu obat terbaik untuk menyembuhkanku. (sampai disini, aku masih beranggapan, mencarikan obat, menyembuhkan anak, adalah sekedar kewajiban orangtua) …

Aku tidak tahu apa yang mama perbuat. Setelah terlelap beberapa jam, aku terbangun, dan aku terkejut, hampir tak percaya apa yang kutatap di langit-langit kamarku. Bintang-bintang … mama membuatkanku bintang-bintang dari kertas berwarna metalik, banyak sekali, puluhan, entah, mungkin ratusan. Sebagiannya digantung sebagian lagi dibiarkan berserakan di tempat tidur dan lantai kamar. Kuciumi mama karena telah membawakan bintang-bintang dari langit itu ke rumah. Dan mama benar, kulihat di masing-masing bintang itu ada namanya, salah satunya, ada bintang yang paling bagus dan paling besar, diberinya namaku.

***

Anak mama yang dulu kerap memandangi bintang itu, kini sudah dewasa. Sudah hidup mandiri. Tapi aku tetap anak mama. Kemarin, kutelepon mama mengabariku bahwa aku sedang tidak sehat dan tidak masuk kantor. Beberapa jam kemudian, diantar papa dan salah seorang adikku, mama datang. Aku memang tetap bintangnya mama, dibiarkannya kepalaku bersandar dipeluknya, kurasakan kembali kehangatan itu. hingga aku tertidur.

Sore, mama hendak pulang. Sebenarnya aku ingin sekali menahannya untuk tinggal beberapa hari, tapi adikku berbisik, “Waktu abang telepon, mama sebenarnya sedang sakit …”

Ada setitik air disudut mata ini. Aku tak tahu apa yang harus kukatakan. Kini, sekali lagi kusadari. Semua yang dilakukan mama untukku, bukanlah kewajiban. Itulah yang disebut cinta, cinta abadi. Cinta yang takkan pernah bisa aku membalasnya. Dan mama adalah bintang sesungguhnya bagiku. (Bayu Gawtama)

thats why i luv mama, so much

Thursday, August 21, 2003

Doa Seorang Ayah Douglas McArthur

Tuhanku, jadikanlah anakku
seorang yang cukup kuat mengetahui kelemahan dirinya
berani menghadapi kala ia takut
yang bangun dan tidak runduk dalam kekalahan yang tulus
serta rendah hati dan penyantun dalam kemenangan

Oh Tuhan, jadikanlah anakku
seorang yang tahu akan adanya Engkau
dan mengenal dirinya, sebagai dasar segala pengetahuan

Ya Tuhan, bimbinglah ia
bukan di jalan yang gampang dan mudah
tetapi di jalan penuh desakan, tantangan dan kesukaran
Ajarilah ia: agar ia sanggup berdiri tegak di tengah badai
dan belajar mengasihi mereka yang tidak berhasil

Ya Tuhan jadikanlah anakku
seorang yang berhati suci, bercita-cita luhur
sanggup memerintah dirinya sebelum memimpin orang lain
mengejar masa depan tanpa melupakan masa lalu

Sesudah semuanya membentuk dirinya
aku mohon ya Tuhan
Rahmatilah ia, dengan rasa humor
sehingga serius tak berlebihan
berilah kerendahan hati, kesederhanaan dan kesabaran

Ini semua ya Tuhan
dari kekuatan dan keagungan Mu itu
jika sudah demikian Tuhanku
beranilah aku berkata:
"Tak sia-sia hidup sebagai bapaknya"

Wednesday, August 20, 2003

Cium Aku Malam Ini

Belum usai dukaku
Jiwa ini terus bergelut
Gemuruhnya takkan pernah berhenti
Sampai bayangan gelapmu berubah
Mewujudkan cinta yang lama kurindui

Kutahu
Tuhan tak pernah mensandingkan kau untukku
Setidaknya untuk hari ini
Tapi sekedar merindu
Adakah rambu yang tak bisa diterjang?

Kupinta
Agar tak membenciku hanya karena mencintai
Sosok yang selalu hanya menjadi impian
Walau sebenarnya
Impian itu hanya kan terus menjadi impian
Jika tak jua bertumpuk segunung keberanian dalam jiwa
Tuk sekedar mendekati bayang-bayang itu
Tuk menyentuhnya
Agar tak lagi sekedar bayang-bayang

Aku lelah
Setiap saat harus mencumbu bayang
Padahal ianya semakin dekat
Lebih dekat dari yang aku bisa bayangkan
Tapi dukaku lirih masih
Gemuruhnya belum juga berhenti
Sampai kau mendekat
Dan menciumku malam ini

Tak pernah aku sejujur ini
Aroma yang berdenyar dari setiap inci dirimu
Yang mengalirkan sumbu keberanian
Membakar nadi cinta yang sebelumnya terhenti
Bangkitkan asa yang punah bahkan berdebu

Jangan lepaskan ragamu
Dari jiwa yang telah terhangati
Kunanti selalu senandungmu
Tak peduli menciderai pendengaranku
Asal selalu yang terdengar adalah nyanyian cinta

Walau kusemakin tahu
Kau memang bukan untukku
Namun biarkan aku terus merinduimu
Sampai kau benar-benar hadir dalam jiwa
Yang senantiasa menyediakan ruang
Untuk cinta yang mungkin tak pernah terjadi

Tapi justru semakin kurasa
Hangatmu yang teraliri ke setiap ruang jiwa ini
Adalah cinta
Yang dihadirkan dari langit
Dan kini kau bukanlah bayang-bayang

Tak perlu lagi aku menangis
Walau duka itu tak pernah terbasuh
Selama kau masih terus menciumku,
Malam ini

Tuesday, August 19, 2003

Kehadiran by: Gaw

temaram hati sentuh bulir air
jatuh berdenting di genangan duka
membiarkan gelombangnya meluas
hingga tak lagi tepi tersisa
sementara malam terus mendekap

hembusan angin malu menyapa
tak dirasa begitu kuat membakar kering hati
mencoba hadir disaat bara menyala
berarti mendekap sembilu
dan mati ...

adakah cinta kan hadir
disaat raga mati tak berdaya
padahal cinta tak pernah mati
mata boleh tertutup rapat
tapi jiwa terbentang luas menanti air kehidupan

itulah cinta ...

(coretan hati, waktu kuliah)



Jangan Berhenti Mencintaiku by: Gaw

Memang bukan hanya damai
Cinta juga merasai duka
Karena duka meminta air mata
Darimanapun asalnya, air cermin kehidupan

Terjaga di patahan malam
Tuk pastikan rembulan masih setia
Memancarkan sinarnya dari kejauhan
Cinta juga demikian
Tak peduli seabad kau menunggu
Walau hanya siluet yang tak tersentuh
Hadirnya membanjiri damai

Sedikit luka mungkin tak terbasuh
Hanya dengan tak henti bercinta
Asa mungkin tersisa
Tak mengapa luka terus bertambah
Cinta merasai adanya tanpa bersandar
Diatas luka yang seolah mengering

Bisikkan kata manis di telingaku
Agar tetap terasa hadirmu
Jangan pernah berhenti mencintaiku
Sampai aku tak lagi mengenal cinta
Karena apapun yang hadir adalah cinta

(sore pas hujan deras ... Lagi kangen kamu nih say ...)

Wednesday, August 13, 2003

All things are difficult before they are easy. Thomas Fuller

A person starts to live when he can live outside himself. Albert Einstein (1879-1955)

A pessimist sees the difficulty in every opportunity; an optimist sees the opportunity in every difficulty. Winston Churchill, Sir (1874-1965)

Few are those who see with their own eyes and feel with their own hearts. Albert Einstein (1879-1955)

Genius is one percent inspiration and ninety-nine percent perspiration. Thomas Edison

If you want to sing out, sing out, and if you want to be free, be free, 'cause there's a million ways to be, you know that there are... Cat Stevens





Friday, August 08, 2003

Lagu Untuk Sebuah Nama

Mengapa jiwaku mesti bergetar
sedang musikpun manis kudengar
mungkin karena kulihat lagi
lentik bulu matamu
bibirmu dan rambutmu yang kau biarkan
jatuh bergerai di keningmu
makin mengajakku terpana
kau goreskan gita cinta

mengapa aku mesti duduk disini
sedang kau tepat didepanku
mestinya aku berdiri berjalan kedepanmu
kusapa dan kunikmati wajahmu
atau kuisyaratkan cinta
tapi semua tak kulakukan
kata orang cinta mesti berkorban

mengapa dadaku mesti berguncang
bila kusebutkan namamu
sedang kau diciptakan bukanlah untukku
itu pasti tapi aku tak mau peduli
sebab cinta bukan mesti bersatu
biar kucumbui bayanganmu
dan kusandarkan harapanku

Thursday, August 07, 2003

I Don't Want To Miss A Thing Aerosmith

I could stay awake just to hear you breathing
Watch you smile while you are sleeping
While you're far away dreaming
I could spend my life in this sweet surrender
I could stay lost in this moment forever
Every moment spent with you is a moment I treasure
Don't want to close my eyes
I don't want to fall asleep
Cause I'd miss you baby
And I don't want to miss a thing
Cause even when I dream of you
The sweetest dream will never do
I'd still miss you baby
And I don't want to miss a thing

Lying close to you feeling your heart beating
And I'm wondering what you're dreaming
Wondering if it's me you're seeing
Then I kiss your eyes
And thank God we're together
I just want to stay with you in this moment forever
Forever and ever

Don't want to close my eyes
I don't want to fall asleep
Cause I'd miss you baby
And I don't want to miss a thing
Cause even when I dream of you
The sweetest dream will never do
I'd still miss you baby
And I don't want to miss a thing

I don't want to miss one smile
I don't want to miss one kiss
I just want to be with you
Right here with you, just like this
I just want to hold you close
Feel your heart so close to mine
And just stay here in this moment
For all the rest of time

Don't want to close my eyes
I don't want to fall asleep
Cause I'd miss you baby
And I don't want to miss a thing
Cause even when I dream of you
The sweetest dream will never do
I'd still miss you baby
And I don't want to miss a thing

Don't want to close my eyes
I don't want to fall asleep
I don't want to miss a thing

Wednesday, August 06, 2003

Yakinlah

Nyanyikanlah lagu indah
hanyalah untukku
waktu temaram datang ketuk hati
Tolong kau dendangkan usaplah nurani
Agar tak kelam

Sekali lagi kuminta coba kau nyanyikan
Semoga dapat kurasa ikhlas mu
Pasti kan kudengar
pasti ku resapi
kasih yakinlah

Bukan ku tak mau mengalunkan laguku
kutakut menyakiti telingamu
Bukan aku enggan memainkan gitarku
sebab cinta bukan hanya nada

Kalau kita saling percaya
Tak perlu nada tak perlu irama
Berjalanlah hanya dengan diam

Monday, August 04, 2003

About Love, Episode: Energi Kecupan

Hari belum dimulai. Jarum pendek pada jam dinding mengarah ke angka 2. Masih terlalu gelap. Tiba-tiba aku terbelalak kaget. Istriku, Ryan, tengah menahan rasa sakit di perutnya. Geriginya saling beradu, sesekali gigi atasnya menangkap bibir bawah untuk mencoba menghilangkan sakit yang takkan pernah aku mengerti kadarnya. Sementara aku menyiapkan mobil, kudengar erangan Ryan semakin keras, si kecil di dalam perutnya mungkin sudah tak sabar hendak melihat dunia. Nakalnya aku, masih sempatnya sedikit nyengir karena senang akan segera menjadi seorang ayah. Terbayang tak lama lagi akan terdengar suara mungil memanggil, Ayah…

Kupacu mobilku secepat mungkin. Masih 2 kilometer lagi rumah sakit bersalin tempat biasa istriku memeriksakan kandungannya setiap bulan. Semakin cepat roda berputar semakin cemas perasaanku, terlebih melihat istriku yang mulai melemah. Tak lagi terdengar erangan dari mulutnya, yang ada hanya desahan buangan nafas dengan sedikit tersengal. Kuyakinkan dia untuk sedikit bersabar, Tinggal dua kelok lagi dik…

Sesaat sebelum turun, diluar halaman depan rumah sakit, kubopong Ryan menuju ruang tengah rumah sakit. Beberapa detik sebelum para suster menyodorkan tempat tidur beroda untuk istriku, sempat Ryan membisikkan sesuatu …. Tak terasa sebulir air mata mengalir dari sudut mataku …

Bagaimana mungkin, disaat kritis dan tengah menahan sakit yang teramat seperti itu ia masih sempat memikirkan kebahagiaan suaminya jika Tuhan berkehendak lain atas sebuah ajal. Memang yang kutahu, saat-saat seperti ini adalah saat mempertaruhkan hidup dan mati bagi seorang ibu. Tapi bagaimana mungkin Ryan masih bisa membagi ruang dalam pikirannya untukku disaat genting seperti saat ini.

Detik demi detik, menit pun berlalu. Tapi masih saja terngiang kata-kata istriku, Mas harus menikah lagi, jika Allah menghendaki ajalku berakhir hari ini….

Hhhhhh … kuhela nafasku panjang. Aku mengutuk-ngutuk diri ini sendirian. Sementara di dalam sana istriku tengah berjuang antara hidup dan mati demi memberikan kebahagiaan berupa sesosok malaikat kecil yang sebentar lagi hadir bersama dalam kehidupan kami, tapi aku masih saja berdiri di sini, di ruang tunggu ditemani tembok putih yang membisu.

Kududuk sejenak, tak sengaja pikiranku melayang. Terbayang wajah istriku yang cantik. 2 tahun menikah, tak terasa sebentar lagi aku akan menjadi seorang ayah. Berarti juga, bukan hanya satu kecupan yang akan menyemangatiku sebelum berangkat kerja, tapi akan ada lagi satu kecupan dari bibir mungil malaikat kecilku. Kecupan… ya, satu kecupan di pagi hari yang memberikan energi luar biasa setiap kali memulai hari dengan rutinitas kantor. Dan satu kecupan hangat menyambutku di depan pintu sepulang bekerja, yang membasuh semua peluh, yang menghilangkan segala letih dan kepenatan. Kecupan …

Sedetik kemudian …
Aku berlari, membuka pintu ruang persalinan, kulihat istriku masih terus berusaha mengatur nafasnya. Tak percaya aku seberani ini, padahal sebelumnya sudah kuyakini aku takkan sanggup menemaninya bersalin. Aku tak kuasa melihat istriku menderita, bahkan sudah terbayang dalam benakku sejak bulan-bulan terakhir menjelang persalinan ini, sesuatu yang terpahit yang aku tak ingin terjadi pada istriku, termasuk anakku.

Tetapi di menjelang pagi ini,
Kudekati Ryan, kugenggam tangannya erat. Kurasakan jemarinya seperti baru saja menemukan pegangan kuat setelah sebelumnya menggapai-gapai hampir terlelap dalam lautan peluh. Dan sesaat kemudian, kecupan hangat dariku mendarat di keningnya, menyingkirkan semua peluhnya. Mataku terpejam sementara bibirku terus bertengger di kening basahnya. Terlintas energi dahsyat yang selama ini dialirkan oleh Ryan sebelum aku berangkat kerja. Kali ini aku berharap, energi itu bisa diperolehnya dari hangat bibirku di keningnya …

Akhirnya, diiringi segurat do'a …
Sebuah tangis yang kurindu sekian bulan lamanya terdengar. Yang pasti, kulihat juga senyum Ryan menyambut kehadiran malaikat kecil kami itu. Terima kasih Allah. Kupercaya, Engkau turut andil sewaktu energi kecupan itu kualiri kepadanya. Karena juga, aku masih ingin selalu mendapatkan energi itu esok hari, bukan cuma dari satu kecupan, ditambah kecupan mungil itu. (Bayu Gaw)


Wednesday, July 30, 2003

Cerita Cinta
Episode 1: Sedetik Saja


Hari ini aku jatuh cinta.

Ya, hanya satu kalimat singkat itu yang hendak aku teriakkan keras-keras, agar semua orang tahu bahwa aku sedang jatuh cinta. Kalau perlu para malaikat diatas sana pun ikut tersenyum mendengar teriakan-teriakan cinta dariku ini. Tak mengapa orang akan terheran mengernyitkan dahinya mempertanyakan perihal jatuh cintaku ini. Bahkan baru saja teman sebelah meja di kantorku mengatakan aku sedang gila, masak sudah punya suami jatuh cinta lagi.

Ha ha, aku tertawa kecil. Biarlah orang menganggap aku gila, bukankah cinta dan gila hampir tidak ada bedanya? Tak peduli orang berkata apa, karena jatuh cintaku ini bukan dengan pria lain, melainkan dengan suamiku sendiri. Pasti Anda bertanya, kenapa baru sekarang jatuh cinta? Apakah sebelumnya tidak pernah jatuh cinta?

Empat tahun usia pernikahan memang masih dibilang seumur jagung, belum terlalu banyak kegetiran yang membenalui kasih sayang sepasang suami istri. Masih seruas jemari kelingking ukuran pahit bersamaan dengan manisnya perjalanan cinta. Tapi harus diakui, segala rutinitas keseharian seringkali menyita waktu-waktu bersama yang mau tidak mau terpaksa dikorbankan. Belum lagi extra time yang tercuri untuk aktifitas sosial diluar kerja harian, membuat kami kehilangan kesempatan untuk mencurahkan cinta. Bahkan untuk sekedar sarapan pagi bersama sebelum masing-masing antara kami berangkat ke kantor sesaat ayam baru saja bersuara, hanya karena takut terjeban kemacetan kota yang tidak akan pernah bisa dihindari.

Tetapi, hari ini aku jatuh cinta (lagi)

Salah jika Anda menebak, bahwa kemesraan malam tadi yang membuai kami dalam kehangatan hingga pagi hari yang telah membuatku begitu bahagia semenjak pagi tadi. Tentu saja Anda juga terlalu mengira-ngira menganggap serbuan ungkapan cinta suamiku yang bertubi-tubi yang menjadikan diri ini teramat bergairah sepanjang hari ini. Perlu anda tahu, semua wanita tahu, kata cinta bukan segalanya dan takkan pernah berarti apapun tanpa sedikitpun sentuhan. Tapi, bukan juga soal sentuhan … Dan bisa dipastikan bukan karena semalam sebelum semuanya berlangsung begitu mesra dan mempesonakan, kami pergi ke sebuah tempat makan romantis untuk merayakan hari jadiku, termasuk sebuah kotak hadiah yang belum sempat kubuka sampai hari ini karena terlalu sayang untuk merusak bungkus pink berhias bunga Rose diatasnya yang dirangkai dengan pita berwarna putih.

Ternyata, aku tak memerlukan jutaaan ungkapan cinta untuk bisa sesenang hari ini. Tak juga harus menyita waktu suamiku berjam-jam untuk menemaniku dan memberikan kehangatannya disatu malam tertentu. Bahkan materi. Tak sepeserpun yang harus dikeluarkannya untuk bisa menciptakan kegairahan cinta seperti saat ini. Ia hanya perlu sedetik. Ya, hanya sedetik saja …

Dan itu tercipta ketika, entah secara sadar atau tidak dia kembali menyapaku penuh lembut, yangti

Anginpun berhembus mesra menyentuh kulit halus telingaku. Seketika sekujur tubuh ini seperti baru saja tertimpa kesejukan padang ilalang nan menghijau.

Namaku Titi, semua orang dari Papa, Mama dan teman-teman selalu memanggilku Titi. Tapi sejak pertama kali kami bertemu, saat menjelang kami menikah, dan setahun pertama menikah, lelaki romantis itu selalu memanggilku, yangti. Dan malam itu dia kembali menyebutkan panggilan kesayangan itu setelah hampir dua tahun tak pernah terngiang di telingaku.

yangti

Ah, rasanya baru saja kemarin kami melewati malam pertama. (Gaw)

Cerita Cinta
Episode 1: Sedetik Saja


Hari ini aku jatuh cinta.
Ya, hanya satu kalimat singkat itu yang hendak aku teriakkan keras-keras, agar semua orang tahu bahwa aku sedang jatuh cinta. Kalau perlu para malaikat diatas sana pun ikut tersenyum mendengar teriakan-teriakan cinta dariku ini. Tak mengapa orang akan terheran mengernyitkan dahinya mempertanyakan perihal jatuh cintaku ini. Bahkan baru saja teman sebelah meja di kantorku mengatakan aku sedang gila, masak sudah punya suami jatuh cinta lagi.

Ha ha, aku tertawa kecil. Biarlah orang menganggap aku gila, bukankah cinta dan gila hampir tidak ada bedanya? Tak peduli orang berkata apa, karena jatuh cintaku ini bukan dengan pria lain, melainkan dengan suamiku sendiri. Pasti Anda bertanya, kenapa baru sekarang jatuh cinta? Apakah sebelumnya tidak pernah jatuh cinta?

Empat tahun usia pernikahan memang masih dibilang seumur jagung, belum terlalu banyak kegetiran yang membenalui kasih sayang sepasang suami istri. Masih seruas jemari kelingking ukuran pahit bersamaan dengan manisnya perjalanan cinta. Tapi harus diakui, segala rutinitas keseharian seringkali menyita waktu-waktu bersama yang mau tidak mau terpaksa dikorbankan. Belum lagi extra time yang tercuri untuk aktifitas sosial diluar kerja harian, membuat kami kehilangan kesempatan untuk mencurahkan cinta. Bahkan untuk sekedar sarapan pagi bersama sebelum masing-masing antara kami berangkat ke kantor sesaat ayam baru saja bersuara, hanya karena takut terjeban kemacetan kota yang tidak akan pernah bisa dihindari.

Tetapi, hari ini aku jatuh cinta (lagi)

Salah jika Anda menebak, bahwa kemesraan malam tadi yang membuai kami dalam kehangatan hingga pagi hari yang telah membuatku begitu bahagia semenjak pagi tadi. Tentu saja Anda juga terlalu mengira-ngira menganggap serbuan ungkapan cinta suamiku yang bertubi-tubi yang menjadikan diri ini teramat bergairah sepanjang hari ini. Perlu anda tahu, semua wanita tahu, kata cinta bukan segalanya dan takkan pernah berarti apapun tanpa sedikitpun sentuhan. Tapi, bukan juga soal sentuhan … Dan bisa dipastikan bukan karena semalam sebelum semuanya berlangsung begitu mesra dan mempesonakan, kami pergi ke sebuah tempat makan romantis untuk merayakan hari jadiku, termasuk sebuah kotak hadiah yang belum sempat kubuka sampai hari ini karena terlalu sayang untuk merusak bungkus pink berhias bunga Rose diatasnya yang dirangkai dengan pita berwarna putih.

Ternyata, aku tak memerlukan jutaaan ungkapan cinta untuk bisa sesenang hari ini. Tak juga harus menyita waktu suamiku berjam-jam untuk menemaniku dan memberikan kehangatannya disatu malam tertentu. Bahkan materi. Tak sepeserpun yang harus dikeluarkannya untuk bisa menciptakan kegairahan cinta seperti saat ini. Ia hanya perlu sedetik. Ya, hanya sedetik saja …

Dan itu tercipta ketika, entah secara sadar atau tidak dia kembali menyapaku penuh lembut, yangti

Anginpun berhembus mesra menyentuh kulit halus telingaku. Seketika sekujur tubuh ini seperti baru saja tertimpa kesejukan padang ilalang nan menghijau.

Namaku Titi, semua orang dari Papa, Mama dan teman-teman selalu memanggilku Titi. Tapi sejak pertama kali kami bertemu, saat menjelang kami menikah, dan setahun pertama menikah, lelaki romantis itu selalu memanggilku, yangti. Dan malam itu dia kembali menyebutkan panggilan kesayangan itu setelah hampir dua tahun tak pernah terngiang di telingaku.

yangti
Ah, rasanya baru saja kemarin kami melewati malam pertama. (Gaw)

Tuesday, July 29, 2003

Kiss From A Rose Seal

There used to be a greying tower alone on the sea.
You became the light on the dark side of me.
Love remained a drug that's the high and not the pill.
But did you know,
That when it snows,
My eyes become large and,
The light that you shine can be seen.

Baby,
I might compare you to a kiss from a rose on the grey.
Ooh,
The more I get of you
Stranger it feels, yeah.
And now that your rose is in bloom,
A light hits the gloom on the grey.

There is so much a man can tell you,
So much he can say.

You remain,
My power, my pleasure, my pain.
Baby, to me you're like a growing addiction that I can't deny
Won't you tell me is that healthy, baby?

But did you know,
That when it snows,
My eyes become large and the light that you shine can be seen.

Baby,
I might compare you to a kiss from a rose on the grey.
Ooh, the more I get of you
stranger it feels, yeah.

Now that your rose is in bloom.
A light hits the gloom on the grey,

I've been kissed by a rose on the grey,
I've been kissed by a rose
...And if I should fall, at all
I've been kissed by a rose

There is so much a man can tell you,
So much he can say.

You remain
My power, my pleasure, my pain.

To me you're like a growing addiction that I can't deny
Won't you tell me is that healthy, baby.

But did you know,
That when it snows,
My eyes become large and,
the light that you shine can be seen.

Baby,
I might compare you to a kiss from a rose on the grey.
Ooh, the more I get of you
Stranger it feels, yeah

Now that your rose is in bloom,
A light hits the gloom on the grey.

Yes I compare you to a kiss from a rose on the grey.
Ooh, the more I get of you
stranger it feels, yeah.

Now that your rose is in bloom.
A light hits the gloom on the grey,

Now that your rose is in bloom.
A light hits the gloom on the grey
Seperti Air

Tuangkan air ke dalam gelas, maka ia akan berbentuk menyerupai gelas. Jika air itu dimasukkan ke dalam bak, iapun akan mengikuti bentuk bak tersebut, entah bundar ataupun persegi. Segala bentuk, semua sudut yang ditawarkan, air selalu bisa mengisi, memenuhi dan tak pernah membiarkan sisi-sisi wadah tak tersentuh olehnya. Namun air tetap air, meski harus berbentuk persegi atau bundar, tempat kecil atau besar, ia tetap berbentuk cair. Seperti air, dimanapun berada hendaknya kita bisa beradaptasi dengan lingkungan dan ketentuan yang berlaku. Tapi tidak berarti harus tenggelam dalam kungkungan dan batas-batas ketentuan yang tak normal, bukan juga larut bersama putaran kehidupan yang tak semestinya, apalagi hanyut terbawa arus gelombang realita yang seringkali menggiurkan namun menyesatkan. Seperti air, keberadaan manusia di muka bumi hendaknya bisa menyentuh setiap waktu, setiap tempat yang disinggahinya, bukan tanpa makna.

Air senantiasa bergerak, dimanapun ada celah dan ruang, sudut dan sisi ia pasti menemukan jalan. Air cenderung bergerak kebawah, dua hal yang menjadikannya keatas, oleh ajakan awan yang kemudian menjadikannya hujan dan akhirnya kembali jatuh ke bawah (bumi), dan satu lagi, oleh mesin buatan manusia untuk pelbagai keperluan, namun yang pasti ujungnya selalu ke bawah. Air yang berdiam diri, terjebak dalam kubangan tak berpembuangan, akan mengering, berwarna yang tak lagi bening dan akhirnya tak berguna sama sekali, bahkan bisa menjadi sumber penyakit akibat dihinggapi bermacam bakteri. Yang demikian, tak lagi bersih dan suci, hingga tak layak untuk segala keperluan manusia. Seperti air, tak pernah diam, selalu beranjak setiap saat, begitulah semestinya manusia. Ada dua manusia yang tak bergerak, malas atau mati. Mereka yang tak bergerak, berdiam diri dan tak melakukan aktifitas yang bermanfaat, maka tak ubahnya ia seperti makhluk tak bernyawa. Keberadaannya tak bedanya dengan ketiadaannya. Keberadaannya tak dirasa manfaatnya, ketiadaannya tak dirisaukan. Manusia yang tak memiliki aktifitas, tak bekerja dan menggunakan potensi dan kelebihannya, adalah manusia yang tak berguna. Seperti air, jikapun harus terus bergerak, hendaknya manusia tak pernah lupa bahwa ia punya tempat kembali. Manusia bermula dari bawah akan kembali jatuh ke bawah. Mengawali hidup tanpa apapun, juga tanpa apapun saat mengakhirinya. Kita berasal dari tanah akan kembali ke tanah.

Air tak pernah bisa dibendung, dan terbendung. Tertutup satu jalan di depan, ia akan berusaha mencari jalan lain dan terus mencari sampai jalan itu benar-benar didapatinya. Coba perhatikan, air tak pernah menyia-nyiakan lubang bocor di ember atau bak, ia akan mengalir dengan deras menuju kebebasan bergerak dan keberhasilan. Seperti air, tidak seharusnya manusia menyerah pasrah dan putus asa setiap kali membentur halangan dalam berupaya meraih cita-cita. Berpikir cepat, inovatif, kreatif mencari celah menuju cita-cita, harus menjadi bagian dari sifat diri. Dan satu hal lagi, jangan pernah mengabaikan sekecil apapun kesempatan yang terbuka untuk secepat kilat menerobosnya, karena bisa jadi, itu jalan satu-satunya meraih kesuksesan.

Saat panas menyengat, membuat tenggorokan terasa kering, airlah tumpuan kita untuk melepaskan dahaga. Tubuh yang kotor, oleh peluh dan debu, air menjadi satu harapan untuk bisa membersihkannya. Bahkan untuk menyegarkan diri, tentu air pula yang dicari, baik sekedar cuci muka, mandi ataupun berenang. Manusia tak pernah bisa membayangkan hidup tanpa air, seperti halnya manusia tak juga bisa membayangkan hidup tanpa bumi tempat berpijak. Seperti air, sebagai makhluk yang diciptakan dengan bentuk yang lebih sempurna ketimbang makhluk lainnya, seharusnya setiap kita memiliki sifat asertif, senantiasa hadir saat manusia lain membutuhkannya, selalu memberikan yang terbaik tanpa terlebih dulu diminta. Sehingga pada masanya, kapanpun, dimanapun dan dalam kondisi seperti apapun, kita selalu dicari, dibutuhkan dan dipentingkan. Sungguh merugi manusia yang kehadirannya tak pernah diperhitungkan.

Air bisa dibuat panas mendidih hingga 100 derajat, bisa juga dibuat dingin dan membeku hingga titik dibawah nol. Namun air tetap bening tak berwarna, dalam keadaan panas atau beku. Ia tetap bernama air jika tetap bening tak berwarna, jika sudah berubah warna menjadi kuning atau merah, mungkin saja namanya sirup, jika ia hitam, hampir pasti orang menyebutkan kopi. Atau ketika berwarna kecoklatan, mungkin kehitaman, meski masih bernama air, tapi terdapat embel-embel, air kotor, air kali atau juga air got. Seperti air, panas atau dingin tetap melegakan, sebaiknya manusia, dalam keadaan apapun tetap bisa menyenangkan manusia lainnya. Sehingga manusia lain tetap betah bertetangga, hidup bersama dan berdekatan. Seperti air, untuk menjadi diri sendiri, setiap manusia harus mempertahankan warna fitrahnya. Fitrah manusia pada kesucian dan kebenaran, dan sudah barang tentu, manusia yang tak lagi pada fitrahnya itu mungkin saja tak layak lagi menyandang predikat manusia. Atau sekiranya masih berwujud manusia, namun hakikatnya tak lagi manusia. Misalnya, manusia yang mengambil barang orang lain, biasanya digelari maling, pencuri, copet, jambret atau lainnya. Manusia yang menggunakan harta perusahaan untuk kepentingan pribadi, orang mengenalnya sebagai koruptor. Manusia yang gila kekuasaan, sering dicap diktator. Bahkan ada manusia yang perilakunya seperti hewan, entah sebutan apa yang pantas untuk yang semacam ini. Dan masih banyak lagi sebutan-sebutan yang dilatar belakangi oleh perilaku manusia itu sendiri.

Air tak pernah menyatu dengan minyak. Kita semua tahu itu. Air dan minyak, bisa dijadikan simbol ketidakmungkinan dua zat berbeda untuk bersatu. Bisa juga sebagai simbol penolakan kebathilan oleh kebenaran. Seperi hitam dan putih yang tak pernah sama, jika dipadukan ia akan menjadi abu-abu. Seperti air, wajib menolak setiap hal yang bertentangan dengan kebenaran. Untuk diketahui, kita memiliki daya resistensi untuk menentang kebathilan yang sungguh-sungguh bukan fitrah manusia. Namun jika resistensi itu tak digunakan, bukan tidak mungkin banyak manusia yang menjadi abu-abu, alias munafik, terkadang terlihat seperti putih padahal ia hitam.

Maka, mengalirlah seperti air .... (01/05/2003, Bayu Gautama, thanks God, for Your Present)


Saturday, July 26, 2003

I Believe I Can Fly R Kelly

I used to think that I could not go on
And life was nothing but an awful song
But now I know the meaning of true love
I'm leaning on the everlasting arms
If I can see it, then I can do it
If I just believe it, there's nothing to it

I believe I can fly
I believe I can touch the sky
I think about it every night and day
Spread my wings and fly away
I believe I can soar
I see me running through that open door
I believe I can fly
I believe I can fly
I believe I can fly

See I was on the verge of breaking down
Some times silence can seem so loud
There are miracles in life I must achieve
But first I know it starts inside of me

If I can see it, then I can be it
If I just believe it, there's nothing to it

I believe I can fly
I believe I can touch the sky
I think about it every night and day
Spread my wings and fly away
I believe I can soar
I see my running through that open door
I believe I can fly
I believe I can fly
Oh I believe I can fly

Cause I believe in me

If I can see it, then I can do it
If I just believe it, there's nothing to it

I believe I can fly
I believe I can touch the sky
I think about it every night and day
Spread my wings and fly away
I believe I can soar
I see my running through that open door
I believe I can fly
I believe I can fly
I believe I can fly
If i just spread my wings
I can fly
i can fly
I can fly
If I just spread my wings

I can fly
I can fly
I can fly
hum
fly!!!!!!

Friday, July 25, 2003

Love Will Keep Us Alive Eagles

I was standing all alone against the world outside
I was searching for a place to hide
Lost and lonely now I've found the will to survive
When we're hungry love will keep us alive

Don't you worry sometimes you've just gotta let it ride
The world is changing right before your eyes
Now I've found you there's no more emptiness inside
When we're hungry love will keep us alive

I would burn (will die) for you climb the highest mountain
There's nothing I wouldn't do



Sacrifice Elton John

It's a human sign when things go wrong
When the scent of her lingers
And temptation's strong
Into the boundary
Of each married man
Sweet deceit comes calling
And negativity lands
Cold cold heart
Hard done by you
Some things look better baby
Just passing through
And it's no sacrifice
Just a simple word
It's two hearts living
In two separate worlds
But it's no sacrifice
No sacrifice
It's no sacrifice at all
Mutual misunderstanding
After the fact
Sensitivity builds a prison
In the final act
We lose direction
No stone unturned
No tears to damn you
When jealousy burns



Love Me Tender Elvis Presley

Love me tender,
love me sweet,
never let me go.
You have made my life complete,
and I love you so.
Love me tender,
love me true,
all my dreams fulfilled.
For my darlin' I love you,
and I always will.

Love me tender,
love me long,
take me to your heart.
For it's there that I belong,
and we'll never part.

Love me tender,
love me true,
all my dreams fulfilled.
For my darlin' I love you,
and I always will.

Love me tender,
love me dear,
tell me you are mine.
I'll be yours through all the years,
till the end of time.

Love me tender,
love me true,
all my dreams fulfilled.
For my darlin' I love you,
and I always will.




Thursday, July 24, 2003

Rahasia Kasih Sayang

Seorang gadis kecil nampak tersedu karena tak memilki pakaian yang cukup bagus untuk dikenakan pada hari raya. Sementara di sekelilingnya, anak-anak lain bercanda riang dengan pakaian-pakaian mereka yang bagus. Tak berapa lama, seseorang mendekatinya dan bertanya gerangan apa yang membuatnya sedih.

“Aku tak punya pakaian bagus seperti mereka...” kata gadis itu murung.

Ketika ditanya keberadaan orangtuanya, laki-laki paruh baya yang tadi bertanya merasa terharu, karena ayah si gadis telah gugur dalam peperangan bersama Rasulullah dan kaum mukminin yang lain. Kemudian,

“Maukah kamu kalau Muhammad Rasulullah menjadi ayahmu, Aisyah menjadi ibumu dan Fatimah sebagai saudara perempuanmu?”. Segera gadis itu menyadari bahwa yang sedari tadi menyapanya tidak lain Rasulullah Saw.

Satu kata yang bisa menyimpulkan kisah diatas adalah Kasih Sayang. Kasih sayang seorang Rasul terhadap ummatnya, kasih sayang seorang ayah terhadap anak, kasih sayang mukmin terhadap mukmin lainnya. Rasulullah-lah yang kemudian dalam berbagai ajarannya menjadikan kasih sayang sebagai satu prinsip penting dan bagian utama ajaran Islam.
Dalam salah satu ayat-Nya, Allah menegaskan perintah berkenaan dengan Kasih Sayang tersebut. “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu ...” (QS. 49:10).

Jelaslah, bahwa apa yang dicontohkan Rasulullah kepada ummatnya untuk saling berkasih sayang merupakan cerminan dari perintah Allah karena hakikat mukmin yang bersaudara itu. Dalam banyak hadistnya Rasulullah menegaskan pentingnya memelihara kasih sayang dan cinta dalam persaudaraan.

Tentu bukan tanpa makna sehingga Rasulullah begitu menekankan kasih sayang ini agar menjadi koridor pergaulan antara sesama makhluk Allah. Tidak sekedar sesama manusia (terlepas dia muslim atau bukan), tapi juga terhadap makhluk Allah lainnya. Makna yang bisa ditangkap, tidak hanya dari hakikat manusia yang membutuhkan cinta dan kasih sayang dalam kehidupannya, melainkan jauh lebih luas dari pada itu.

Dennis E Waitley, ahli nasional tentang prestasi tingkat tinggi dan pengembangan pribadi asal AS, pernah menulis sebuah buku “Seeds Of Greatness” (1993) yang mengetengahkan 10 Benih Kebesaran, rahasia sukses total yang tersimpan secara sangat baik. Benih pertama yang dikemukakan Waitley dalam buku yang sudah diterjemahkan dalam 32 bahasa itu adalah “Benih Harga Diri”. Dalam bab tersebut ia bercerita tentang “Buckwheat” seekor anjing Yorkshire Terrier yang lucu dengan rambut panjang. Suatu ketika, setelah bermain lumpur di lapangan, rambut cantik anjing tersebut tidak bisa dibersihkan, bahkan harus dipotong hingga nyaris habis.

Sesampainya di rumah, Buckwheat bukan lagi anjing yang cantik dan lucu, rambutnya yang habis membuatnya lebih mirip tikus raksasa dari film cerita khayal ilmiah di TV saat itu. Leah dan Halie, anak pemilik anjing tersebut tertawa dan mengolok-olok Buckwheat karena tidak lagi menyerupai Yorkshire yang cantik. Reaksi Bukcwheat terhadap olok-olokan itu adalah dengan bersembunyi di bawah sofa ruang keluarga. Gemetaran dan ketakutan. Ia duduk di sudut di dalam rumah selama dua hari dan gemetar tak tertahankan kalau ada orang yang mendekatinya. Ia harus terus disayang-sayang, dipeluk, dan dielus-elus oleh keluarga selama beberapa hari sebelum ia yakin bahwa ia masih bisa diterima.

Waitley mengatakan, dirinya menceritakan kisah tersebut karena ada satu pelajaran yang sangat penting. Ketika Buckwheat kehilangan rambutnya yang cantik, ia kehilangan lebih dari kecantikan. Tawa yang mengejek menyatakan kepadanya bahwa ia tidak lagi termasuk dalam keluarga. Gemetarannya tidak terutama disebabkan oleh rasa dingin; ia merasa takut, sendirian, dan ditolak. Pendeknya, harga diri Buckwheat merosot sampai nol. Menggigilnya ketakutan tidak jauh berbeda dari gemetarnya beribu-ribu manusia yang bersembunyi dalam bayang-bayang penolakan. Dan kembalinya harga diri Buckwheat – yang hanya dapat dicapai dengan banyak elusan dan kasih sayang – dengan sempurna menggambarkan hadiah paling berharga yang dapat diberikan atau diterima: hadiah kasih sayang.

Ada banyak definisi dan interpretasi tentang kasih sayang. Waitley menterjemahkan kasih sayang sebagai penerimaan tanpa syarat dan mencari kebaikan. Dr. Gerald Jampolsky, seorang psikiater terkenal, penulis dan pendiri Center for Attitudinal Healing (pusat penyembuhan sikap) di Tiburon, California mengajar kepada anak-anak dan orang dewasa yang mengalami krisis emosional dan fisik bahwa “kasih sayang melepaskan rasa takut”.
Kasih sayang adalah nilai yang terbaik dari segala-galanya. Namun untuk bisa mencurahkan kasih sayang kepada orang lain, semestinya perasaan kasih sayang itu sudah ada terlebih dahulu dalam diri kita. Jika tidak terdapat perasaan tentang nilai yang dalam dan intern di dalam diri kita, maka kita tidak mempunyai apa-apa untuk memberi atau membagi dengan orang lain. Kita tidak dapat membagi atau memberi suatu emosi kepada orang lain, kecuali jika kita pertama-tama mempunyai emosi itu di dalam diri kita sendiri.

Ada teman yang pernah bertanya, “Adakah kaitan antara kesuksesan dengan pengalaman hidup masa lalu dan saat ini?”. Setelah mengetahui rahasia kasih sayang seperti diatas, dengan tenang saya mengatakan, Kasih sayang dapat menumbuhkan harga diri yang sangat berharga bagi seseorang. Dan itulah (harga diri) salah satu modal utama seseorang dalam meraih kesuksesan. (Bayu Gautama, 14/03/2003)

Wednesday, July 23, 2003

She

She
May be the face I can't forget
A trace of pleasure or regret
May be my treasure or the price I have to pay
She may be the song that summer sings
May be the chill that autumn brings
May be a hundred different things
Within the measure of a day.

She
May be the beauty or the beast
May be the famine or the feast
May turn each day into a heaven or a hell
She may be the mirror of my dreams
A smile reflected in a stream
She may not be what she may seem
Inside her shell

She
Who always seems so happy in a crowd
Whose eyes can be so private and so proud
No one's allowed to see them when they cry
She may be the love that cannot hope to last
May come to me from shadows of the past
That I'll remember till the day I die

She
May be the reason I survive
The why and wherefore I'm alive
The one I'll care for through the rough and ready years
Me I'll take her laughter and her tears
And make them all my souvenirs
For where she goes I've got to be
The meaning of my life is
She

Menjadi Manusia Kreatif

Pernah nonton film Mission Impossible? Film layar lebar yang dibintangi oleh Tom Cruise itu sebenarnya pernah menjadi film seri yang diputar setiap minggu di sebuah TV swasta di tahun 1990-an. Satu hal yang menarik dari film tersebut, se-impossible apapun misi yang diemban oleh Ethan Hawk (diperankan oleh Tom) namun endingnya selalu saja mengisahkan keberhasilan. Satu hal yang tergambarkan dengan jelas dalam film tersebut (baik layar lebar maupun seri-nya) adalah kebiasaan para tokoh yang tergabung dalam tim pengemban ‘misi yang tidak mungkin’ alias ‘mustahil’ dicapai itu untuk senantiasa memiliki plan A, plan B, bahkan plan C, sehingga hampir setiap film itu diakhiri dengan keberhasilan menjalankan misi.

Norman Vincent Peal, menuliskan buku best seller, You Can If You Think You Can , sebuah buku yang memberikan motivasi besar kepada para pembacanya untuk optimis meraih hal-hal yang sesungguhnya ‘bisa’ diraih.

Antara Norman (dan bukunya) dengan film Mission Impossible memang tidak ada kaitannya, hanya saja jika kita mau melihat sisi pelajaran yang mau diambil, tentu ada kaitannya. Roger Von Oech, lewat bukunya A Whack on Side of the Head, bisa menjelaskan keterkaitan antara keduanya. Karena lewat buku tersebut, Von Oech mengetengahkan sepuluh kebiasaan manusia kreatif, dimana tertulis “suka mencari jawaban kedua” sebagai kebiasaan pertama seorang yang kreatif. Menurut Oech, Anda jangan hanya punya satu solusi yang berati hanya punya satu pilihan. Kreativitas meminta Anda menemukan jawaban kedua yang mungkin lebih tepat. Nah, kesuksesan Ethan Hawk mengemban misi yang dianggap tidak mungkin dicapai itu adalah karena kebiasaan timnya untuk menyiapkan lebih dari satu solusi. Dan Norman menguatkannya dengan satu motivasi, bahwa tidak satupun yang ada dihadapan manusia itu tidak bisa diraih.

Dan yang perlu diketahui, Allah dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat terakhir telah jauh terlebih dulu memberikan motivasi kepada setiap mukmin, bahwa Dia tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Masalahnya adalah sifat manusia yang sering kali memperturutkan hawa nafsunya, yang dalam hal ini salah satunya adalah sifat malas, dan enggan berusaha keras. Sehingga kemudian yang tampak didepannya adalah sebuah gunung batu menjulang tinggi yang tak mungkin dilewati, sebuah tembok raksasa yang mustahil ditembus.

Padahal sejarah pun mencatat, Rasulullah dengan 300 pasukan mukmin mampu memukul mundur pasukan kafir Quraisy yang jumlahnya tiga kali lebih banyak dalam perang Badar. Orang dulu berpikir ruang angkasa adalah sesuatu yang invisible, namun para ahli Rusia membuktikan dengan mengirimkan Yuri Gagarin ke luar angkasa menggunakan Sputnik. Bahkan sekarang, orang sudah menjajaki pariwisata luar angkasa meski harus merogoh kocek yang tak sedikit. Sejarah lain juga ditorehkan oleh George Leigh Mallory dan Andrew Irvine yang disebut-sebut sebagai orang pertama menapakkan kakinya di puncak tertinggi dunia, Mount Everest pada 1924. Kini ribuan pendaki sudah membuktikan bahwa puncak tertinggi itu bisa ditapaki.

Menjadi manusia kreatif, tambah Oech, tidak cukup hanya dengan memiliki satu kebiasaan diatas. Oech juga memaparkan tentang kebiasaan lainnya, yakni suka berpikir lunak. “Kreativitas adalah pengembangan hasil otak kiri yang bersikap keras terhadap ide oleh otak kanan yang lunak yang mengabaikan batasan dan lunak terhadap berbagai ide,” kata Oech.

Kebiasaan ketiga adalah Suka menggugat aturan. Jika aturan telah membatasi pilihan maka Anda harus mencari tahu mengapa suatu aturan dibuat. Mungkin alasan itu tidak relevan lagi. Mungkin sekarang ada pemecahannya yang lebih efektif. Suka mencoba kemustahilan, adalah yang selanjutnya. Oleh karena itu, jangan sekali pun pernah membuang ide sepintas yang kelihatan mustahil. Merenungkan lagi ide yang muncul dapat memicu berbagai kemungkinan baru.

Toleran terhadap hal dilematis, disebut sebagai kebiasaan kelima. Dalam kenyataan, sering ide kretif lahir dari situasi dilematis atau kepepet. Adalah jarang inovasi muncul dari pola pikir yang tunggal, linier dan pasti. Kemudian yang keenam adalah, Melihat kesalahan sebagai peluang. Ada orang yang suka mencari aman dan menghindari dari kemungkinan salah atau gagal. Sesungguhnya kesalahan justru menempatkan kita memperoleh hal yang tak didapat bila melakukan dengan benar.

Gede Prama, pernah menyebut Dedi ‘Miing’ Gumelar sebagai satu dari sekian orang yang dijadikan sahabatnya. Alasannya, tidak banyak orang yang bisa membuat orang lain tertawa, meski tidak meninggalkan aspek kecerdasannya. Nampaknya, untuk yang satu ini, Oech juga sepakat, karena ia menempatkan Suka humor dan santai sebagai kebiasaan orang kreatif pada urutan selanjutnya. Memang ide kreatif muncul ketika terdesak situasi, tapi lebih banyak ide brilian dan segar lahir dari suasana santai dan gembira. Saat kita santai dan gembira pertahanan mental jadi longgar sehingga tidak pusing terhadap aturan, hal mustahil maupun yang keliru.

Orang yang sibuk melihat dunia dalamnya sendiri akan kehilangan banyak ide. Meninjau dunia luar adalah wahana meraih ide baru untuk dunia dalam kita. Maka dari itu, Suka meninjau dunia luar sebaiknya menjadi satu kebiasaan tersendiri bagi orang-orang kreatif. Selain itu, Berani berpikir beda seolah menjadi ciri yang paling khas dari orang kreatif. Umumnya orang berusaha menyesuaikan dengan budaya organisasinya. Padahal tekanan organisasi bisa memasung kretaivitas. Jadi, beranilah pro terhadap hal yang tidak disetujui mayoritas walau tidak harus terlalu terbuka. Dalam hal ini, bukan berarti mengesampingkan kebenaran, karena disini akan lebih bernilai jika sikap satu ini untuk berbeda terhadap mayoritas ketidakbenaran.

Dan yang terakhir disebutkan Oech, adalah senantiasa Terbuka terhadap gagasan baru. Orang yang mengaku bukan orang yang kreatif berarti telah memasung diri sendiri. Ingatlah, bahwa ide akan berkembang bila kita memberinya ruang. Baik dengan tambahan dari luar diri Anda atau tidak menekan ide yang telah dipunyai.

Sudahkah menjadi orang kreatif? Mulailah hari ini juga! (Bayu Gautama, 30/10/2002)

Tuesday, July 22, 2003

"Jangan dikira cinta datang dari keakraban yang lama
dan karena pendekatan yang tekun. Cinta adalah
kecocokan jiwa dan jika itu tidak pernah ada, cinta
tak akan pernah tercipta dalam hitungan tahun bahkan
abad"
(Kahlil Gibran)


Love Someone

Shakespeares Hamlet berkata :

"If you love someone so bad, you will let it go.
if it comes back to you, it is your forever.
If it doesn't, then it was never yours to begin with."

(gettooo ....)


Dimanapun engkau,
Dan dalam keadaan apapun,
Berusahalah dengan sungguh-sungguh
Tuk menjadi seorang pencinta

Tatkala cinta benar-benar tiba
Dan menyelimutimu
Maka selamanya kau akan menjadi seorang pencinta.
(Kearifan cinta, Jalaluddin Rumi)


Bangun di fajar subuh dengan hati seringan awan
Mensyukuri hari baru penuh sinar kecintaan
Istirahat di terik siang merenungkan puncak getaran cinta
Pulang di kala senja dengan syukur penuh di rongga dada
Kemudian terlena dengan doa bagi yang tercinta dalam sanubari
Dan sebuah nyanyian kesyukuran tersungging di bibir senyuman

(Kahlil Gibran)







Monday, July 21, 2003

Lima Detik Pertama Penentu Sukses

Sukses, mungkin tidak satupun manusia di dunia ini yang tak ingin meraihnya, karena bahkan seorang yang berencana bunuh diripun tak ingin mengalami kegagalan. Maksudnya, orang akan menanggung malu teramat besar jika upaya bunuh dirinya ternyata tidak berhasil, meskipun seharusnya ia bersyukur. Mungkin terlalu ekstrim jika yang diambil contoh adalah soal bunuh diri, namun hal itu sekedar ingin memberikan gambaran bahwa untuk hal paling hina pun orang berusaha maksimal untuk merealisasikannya.

Apapun, untuk meraih sukses, kuncinya adalah rencana yang matang dan usaha yang maksimal untuk menjalankan semua yang telah terencana itu. Dalam prinsip manajemen, langkah ini biasa dikenal dengan, Rencanakan Apa Yang Hendak Dikerjakan, dan Kerjakan Apa yang Sudah Direncanakan. Artinya, jika keluar dari prinsip tersebut, bisa jadi satu keniscayaan bahwa kegagalan segera menghampiri Anda.

Namun, tahukah Anda apa yang paling menentukan dari semua proses awal menuju kesuksesan ketika hendak memulai satu upaya merealisasikan semua rencana? Rahasia sukses seseorang dalam meraih semua impiannya, entah itu berkenaan dengan karir, hubungan interpersonal atau apapun yang menjadi obsesinya ternyata ada pada lima detik pertama setiap langkah awalnya. Lima detik begitu menentukan? Tepat! Karena yang harus Anda lakukan pada lima detik pertama itu adalah kunci sukses nomor satu yang tidak boleh dilewatkan, satu hal yang sangat mudah dan praktis untuk dilakukan: Tersenyum. David J Lieberman dalam sebuah buku laris yang berjudul, Get Anyone To Do Anything menyebutkan, taktik nomor satu untuk menciptakan kesan pertama yang luar biasa tetapi mudah dilakukan adalah: Tersenyum.

Mengapa senyum? Jangan pernah pernah menganggap sepele tersenyum, karena Rasulullah pun memberikan nilai sedekah untuk setiap senyum yang kita berikan kepada saudara kita. Selain itu, senyum mampu menciptakan empat hal yang luar biasa: Menimbulkan rasa percaya diri, kebahagiaan, dan semangat. Dan yang lebih penting, tersenyum menandakan penerimaan yang tulus.

Orang yang tersenyum dianggap sebagai orang yang penuh percaya diri karena ketika kita sedang grogi atau tidak yakin dengan diri kita atau sekitar kita, kita cenderung untuk tidak tersenyum. Tentu saja tersenyum menimbulkan kebahagiaan sehingga akan mempertemukan kita kepada orang-orang yang bahagia karena kita melihat mereka dengan cara yang positif. Semangat sangat penting untuk menciptakan kesan yang baik karena semangat itu dapat menular kepada orang lain. Dengan tersenyum menunjukkan bahwa Anda menyenangi tempat dimana Anda berada dan senang bertemu dengan orang yang Anda temui sehingga pada gilirannya dia akan semakin tertarik untuk bertemu Anda. Pada akhirnya, tersenyum menunjukkan penerimaan yang tulus dan menyebabkan orang lain tahu bahwa Anda mau menerima dia dengan tulus.

Anda tentu masih ingat pesan sebuah iklan produk parfum pria yang pernah ditayangkan di TV yang berbunyi, “Kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah Anda …”. Ya, kesan pertama, itulah yang harus Anda ciptakan untuk bisa memulai segalanya lebih lancar sehingga kesuksesan seolah sudah digenggaman Anda. Dan tersenyum, jelas cara yang paling ampuh untuk menciptakan kesan pertama yang mengagumkan. Berkenaan dengan kesan pertama ini, ada sesuatu yang disebut pengaruh pertama, yakni sebuah proses dimana kesan pertama kita terhadap orang lain menyebabkan kita menilai perilaku berikutnya atas dasar kesan pertama kita. Ini artinya, kesan pertama kita terhadap seseorang sangat penting karena segala sesuatu yang kita lihat dan kita dengar selanjutnya disaring melalui pendapat kita yang pertama. Akibatnya, Anda menciptakan citra orang tersebut sebagaimana ketika mula-mula Anda bertemu dengannya dan Anda melihat perilakunya pada masa-masa selanjutnya melalui citra ini. Jadi, apabila kesan pertama seseorang terhadap Anda baik, maka dia akan cenderung lebih baik dalam menilai anda pada masa-masa selanjutnya.

Dimanapun, kapanpun, bersama siapapun, sedang apapun ketika Anda tengah berinteraksi dengan orang lain, jadikan senyum sebagai modal utama Anda. Senyum bisa menjadi senjata yang paling ampuh dalam berbagai kondisi, seperti hubungan interpersonal dan interelasi, saat interview, wawancara dan lain sebagainya. Sebagai ingatan, jangan pernah sia-siakan momentum awal (detik-detik pertama) untuk tidak menjadikannya sebaik mungkin, karena percakapan dan hubungan Anda selanjutnya akan disaring melalui momentum awal ini, dengan demikian akan menciptakan kesan yang sangat baik. Itulah sebabnya mengapa tersenyum itu sangat penting. Lakukanlah dengan segera dan senyum akan menjelaskan banyak hal tentang diri Anda: Semuanya Positif. (Bayu Gautama, 18/12/2002)
Seputih Melati

Melati tak pernah berdusta dengan apa yang ditampilkannya. Ia tak memiliki warna dibalik warna putihnya. Ia juga tak pernah menyimpan warna lain untuk berbagai keadaannya, apapun kondisinya, panas, hujan, terik ataupun badai yang datang ia tetap putih. Kemanapun dan dimanapun ditemukan, melati selalu putih. Putih, bersih, indah berseri di taman yang asri. Pada debu ia tak marah, meski jutaan butir menghinggapinya. Pada angin ia menyapa, berharap sepoinya membawa serta debu-debu itu agar ianya tetap putih berseri. Karenanya, melati ikut bergoyang saat hembusan angin menerpa. Kekanan ia ikut, ke kiri iapun ikut. Namun ia tetap teguh pada pendiriannya, karena kemanapun ia mengikuti arah angin, ia akan segera kembali pada tangkainya.

Pada hujan ia menangis, agar tak terlihat matanya meneteskan air diantara ribuan air yang menghujani tubuhnya. Agar siapapun tak pernah melihatnya bersedih, karena saat hujan berhenti menyirami, bersamaan itu pula air dari sudut matanya yang bening itu tak lagi menetes. Sesungguhnya, ia senantiasa berharap hujan kan selalu datang, karena hanya hujan yang mau memahami setiap tetes air matanya. Bersama hujan ia bisa menangis sekeras-kerasnya, untuk mengadu, saling menumpahkan air mata dan merasakan setiap kegetiran. Karena juga, hanya hujan yang selama ini berempati terhadap semua rasa dan asanya. Tetapi, pada hujan juga ia mendapati keteduhan, dengan airnya yang sejuk.

Pada tangkai ia bersandar, agar tetap meneguhkan kedudukannya, memeluk erat setiap sayapnya, memberikan kekuatan dalam menjalani kewajibannya, menserikan alam. Agar kelak, apapun cobaan yang datang, ia dengan sabar dan suka cita merasai, bahkan menikmatinya sebagai bagian dari cinta dan kasih Sang Pencipta. Bukankah tak ada cinta tanpa pengorbanan? Adakah kasih sayang tanpa cobaan?

Pada dedaunan ia berkaca, semoga tak merubah warna hijaunya. Karena dengan hijau daun itu, ia tetap sadar sebagai melati harus tetap berwarna putih. Jika daun itu tak lagi hijau, atau luruh oleh waktu, kepada siapa ia harus meminta koreksi atas cela dan noda yang seringkali membuatnya tak lagi putih?

Pada bunga lain ia bersahabat. Bersama bahu membahu menserikan alam, tak ada persaingan, tak ada perlombaan menjadi yang tercantik, karena masing-masing memahami tugas dan peranannya. Tak pernah melati iri menjadi mawar, dahlia, anggrek atau lili, begitu juga sebaliknya. Tak terpikir melati berkeinginan menjadi merah, atau kuning, karena ia tahu semua fungsinya sebagai putih.

Pada matahari ia memohon, tetap berkunjung di setiap pagi mencurahkan sinarnya yang menghangatkan. Agar hangatnya membaluri setiap sel tubuh yang telah beku oleh pekatnya malam. Sinarnya yang menceriakan, bias hangatnya yang memecah kebekuan, seolah membuat melati merekah dan segar di setiap pagi. Terpaan sinar mentari, memantulkan cahaya kehidupan yang penuh gairah, pertanda melati siap mengarungi hidup, setidaknya untuk satu hari ini hingga menunggu mentari esok kembali bertandang.

Pada alam ia berbagi, menebar aroma semerbak mewangi nan menyejukkan setiap jiwa yang bersamanya. Indah menghiasharumi semua taman yang disinggahinya, melati tak pernah terlupakan untuk disertakan. Atas nama cinta dan keridhoan Pemiliknya, ia senantiasa berharap tumbuhnya tunas-tunas melati baru, agar kelak meneruskan perannya sebagai bunga yang putih. Yang tetap berseri disemua suasana alam.

Pada unggas ia berteriak, terombang-ambing menghindari paruhnya agar tak segera pupus. Mencari selamat dari cakar-cakar yang merusak keindahannya, yang mungkin merobek layarnya dan juga menggores luka di putihnya.

Dan pada akhirnya, pada Sang Pemilik Alam ia meminta, agar dibimbing dan dilindungi selama ia diberikan kesempatan untuk melakoni setiap perannya. Agar dalam berperan menjadi putih, tetap diteguhkan pada warna aslinya, tidak membiarkan apapun merubah warnanya hingga masanya mempertanggungjawabkan semua waktu, peran, tugas dan tanggungjawabnya. Jika pada masanya ia harus jatuh, luruh ke tanah, ia tetap sebagai melati, seputih melati. Dan orang memandangnya juga seperti melati.

Dan kepada melatiku, tetaplah menjadi melati di tamanku. Karena, aku akan menjadi angin, menjadi hujan, menjadi tangkai, menjadi matahari, menjadi daun dan alam semesta. Tetapi takkan pernah menjadi debu atau unggas yang hanya akan merusak keindahannya, lalu meninggalkan melati begitu saja. (Bayu Gautama, 09/05/2003 )