Kami bersahabat bertiga sejak kecil, dan tetap bersahabat hingga hari ini. Sepanjang perjalanan persahabatan itu ada satu kejadian yang saya takkan pernah lupa, yakni saat pengumuman UMPTN. Dua sahabat saya lulus, satu di FISIP UI, dan satunya di Kedokteran UI, sementara saya harus menangis sedih karena tidak lulus. Kejadian itu begitu menyesakkan, terlebih ketika saya tahu doa kami saat menghadapi soal-soal ujian itu kurang lebih sama persis. "Ya Allah, selama ini kami aktif berdakwah di kalangan remaja. Jika Engkau ridha atas apa yang kami lakukan, maka izinkanlah kami mampu melewati semua ini".
Kami ingat sebuah kisah di zaman Nabi, ada tiga orang yang terjebak ke dalam gua. Untuk bisa keluar dari dalam gua itu masing-masing mempertaruhkan amal unggulannya. Kemudian mereka pun berdoa agar Allah membukakan pintu gua seraya menyebutkan amal unggulan masing-masing. Atas izin Allah, terbukalah gua tersebut dan mereka pun keluar dari kesulitan.
Atas dasar cerita itu lah saya berdoa demikian, berharap Allah ridha atas dakwah yang saya lakukan dan menjadikannya sebagai amal unggulan saya. Tak disangka, dua sahabat yang kebetulan berlainan sekolah dengan saya itu mengucapkan doa yang tidak berbeda, dengan mempertaruhkan aktivitas dakwah yang sejak dua tahun terakhir kami lakukan bersama-sama di organisasi pelajar Islam.
Saya tidak mengerti apakah otak saya yang kalah encer dibanding dua sahabat saya itu, ataukah memang Allah tak menganggap amal yang saya pertaruhkan itu sebagai amal unggulan? Atau mungkin selama ini saya melakukan aktivitas itu tidak dengan hati yang ikhlas sehingga persembahan itu memang belum pantas dihadiahkan kepada Allah?
***
Kejadian itu terus teringat sampai hari ini. Disaat saya mengalami beberapa kesulitan, saya mencoba menjadikan apa-apa yang menurut saya suatu kebaikan sebagai hadiah yang pantas untuk dipertaruhkan dalam doa saya. Saya berharap Allah ridha dengan kebaikan yang pernah saya perbuat. Tapi kenapa saya juga masih terus diberi cobaan dengan kesulitan yang sama? Jangan-jangan saya memang belum banyak melakukan apapun, dan semua yang saya kira sebagai kebaikan itu ternyata belum bernilai apa pun di mata Allah. Atau adakah setitik riya' (ingin dipuji) mengotori setiap gerak kebaikan yang saya kerjakan?
Ya Tuhan, mungkin memang saya benar-benar belum memiliki amal unggulan yang pantas dipersembahkan dalam doa saya, sehingga Allah belum berkenan mengeluarkan saya dari kesulitan saat ini. Ya Allah, ampunilah saya yang terlalu sombong mengira telah banyak berbuat kebaikan, padahal sedikit, teramat sedikit sekali nilainya. Amat tak pantas hamba mempersembahkannya di hadapan-Mu.
Duhai Rabb, malu rasanya hamba saat ini. Semoga saya punya amal unggulan bila mendapati kesulitan di akhirat kelak.
Bayu Gawtama
1 comment:
Assalamu'alaikum, bang Gaw...
baca tulisan ini, jadi ingat sama yang sering saya lakukan kalau mendapatkan kesusahan yang sudah buntu. Jadi malu juga,sih, saya jadi merasa kok riya',ya? apalagi setelah baca salah satu tulisan di buku OASE... Astaghfirullah...
Wassalam, meli
PS: bang Gaw, boleh link blognya saya masukkin ke link blog saya...terimakasih
Post a Comment