Anak Betawi yang Keliling Dunia Lewat Blog

Kate siape anak Betawi kagak bise maju? siape kate anak Betawi pade males dan banyak nyang jadi pengangguran? Bukan maksud nyombong atawe unjuk gigi, aye cuma ngasih tau kalo kagak semue anak Betawi kayak nyang ente kire...

Ini cuman persembahan kecil dari anak Betawi asal Tomang, Jembatan Gantung. Mudah-mudahan bise ngasih semangat sedikit ame semue orang, terutame anak betawi yang masih pade bingung idup mau ngapain? Nyok nyok nyoookk...

Thursday, July 21, 2005

Seperti Monyet?

Pernah lihat pertunjukkan topeng monyet? Kalau pun tidak sering, setidaknya pernah meski sekali. Saya mungkin termasuk orang seperti Anda yang sempat terheran dan berpikir kenapa seekor monyet bisa dan mau melakukan banyak hal yang diperintah pemiliknya, tidak jarang aksi hewan itu mengundang gelak tawa, terutama anak-anak.

Tidak sedikit anak-anak yang kecewa ketika pertunjukkan usai, kadang sebagian dari mereka kerap membuntuti rombongan topeng monyet itu berlalu. Namun ternyata, mereka meninggalkan jejak yang teramat dalam di benak saya, terutama sempat saya mengajukan beberapa pertanyaan kepada pemilik monyet itu usai mereka beraksi. "Sama saja dengan mendidik manusia pak, mereka harus diperlakukan secara manusiawi" dalam hati mungkin ia hendak mengatakan secara monyetawi.

Semakin saya tertarik, sehingga pertanyaan kedua pun meluncurlah. "Kenapa bapak bisa menganggap begitu sama mendidik monyet dengan manusia?". Saya sebenarnya tak ingin mengganggu perjalanannya, tapi seperti halnya anak-anak kecil yang penasaran sampai dimana rombongan topeng monyet itu terus melangkah, dan gerangan aksi apa lagi yang bisa dipertunjukkan oleh monyet kecil itu, saya pun demikian penasarannya.

"Monyet ini selalu saya berikan apa yang ia inginkan, saya tak pernah memaksakan kemauan saya, karena saya yakin ia seperti manusia yang memiliki kehendaknya sendiri." Sebuah penjelasan yang sementara masuk akal bagi saya. Meski saya pun lantas melanjutkannya dengan pertanyaan ketiga, "bisa diperjelas?"

"Kita berikan apa yang ia mau, selanjutnya biarkan ia melakukan apa yang kita mau. Ini juga seperti manusia pak, kalau bapak mau menguasai dan menggenggam orang lain dalam jemari bapak itu sangat mudah. Penuhi saja semua kebutuhan orang itu, niscaya ia akan lakukan apa pun untuk bapak, meski itu salah" filosofinya.

Benar juga, kalau dipikir-pikir manusia seringkali begitu taat kepada siapa pun yang memberi dan mencukupi semua kebutuhannya. Ia akan mengatakan A saat tuannya berkata A, tidak pernah ia menyebut B ketika tuannya menghendaki Z, begitu seterusnya. Dan itu bisa berlaku di mana saja, di level atas maupun bawah dalam lapisan masyarakat kita.

Ah saya kok jadi malu sendiri mendengar penjelasan pemilik monyet kecil itu, bukan malu saya tak sefilosofis dia, atau saya tak sepandai dirinya mendidik seekor monyet. Tapi malu pada diri ini yang kadang tak ubahnya seperti seekor monyet, betapa saya mau melakukan apa pun sekiranya itu menguntungkan buat saya, tak peduli lagi pada nilai-nilai kebenaran. Salah benar itu soal belakangan, yang penting saya melakukan apa yang orang lain minta agar kebutuhan saya terpenuhi.

Padahal sesungguhnya, Tuan saya sebenarnya yang meski tak pernah saya melihatnya, tapi sentuhan kasih sayangnya tak pernah padam, aliran nikmat dan limpahan anugerahnya tak pernah berhenti, seringkali saya tak mentaati perintahnya, mengabaikan peraturannya dan menerjang rambu-rambunya, tak mendengarkan peringatannya, bahkan pura-pura tak mengenalnya disaat Ia sering memanggil saya.

Saya tak sedang belajar pada monyet kecil itu, tapi saya baru saja mendapat pelajaran penting dari pemilik monyet yang secara tidak langsung seolah-olah tengah memberikan cermin kepada saya untuk berkaca. Samakah saya?

Bayu Gawtama

No comments: