Padahal, baru dua hari lalu beberapa orang warga yang tak satu pun saya mengenalnya membopong ibu dalam keadaan pingsan. Ternyata ibu kelelahan hingga tak kuat lagi berjalan. Bermil-mil ia mengetuk pintu ke pintu rumah orang yang tak dikenalnya untuk menawarkan jasa mengajar baca tulis Al Qur’an bagi penghuni rumah. Tak jarang suara hampa yang ia dapatkan dari dalam rumah, sesekali penolakan, dan tak terbilang kata, “Maaf, kami belum butuh guru mengaji.” Tapi ibu tetap tersenyum.
Sejak perceraiannya dengan ayahku, ibu yang menanggung semua nafkah
Sempat saya bertanya dalam hati, lelahkah ia?
Biasanya kami berebut untuk menjadi tukang pijat ibu, saya di kepala, abang di kaki, sementara kedua tangan ibu dikeroyok adik-adik. Kecuali si cantik bungsu, usianya kurang dari empat tahun kala itu. Bukannya ibu yang tertidur pulas, justru kami yang terlelap satu persatu terbuai indahnya nasihat lewat tutur cerita ibu.
Tengah malam saya terbangun, melihat ibu masih duduk bersimpuh di sajadahnya. Ia menangis sambil menyebut nama kami satu persatu agar Allah membimbing dan menjaga kami hingga menjadi orang yang senantiasa membuat ibu tersenyum bangga pernah melahirkannya. Saya ternganga sekejap untuk kemudian terlelap kembali hingga menjelang subuh ia membangunkan kami.
Selepas subuh, wanita yang ketulusannya hanya mampu dibalas oleh Allah itu meneruskan pekerjaanya menyiapkan dagangan. Sementara kami membantu ala kadarnya. Tak pernah saya melihat ia mengeluh meski teramat sudah peluhnya.
Satu tanyaku kala itu, kapan ia terlelap?
Pagi hari di sela kesibukannya melayani pembeli, ia juga harus menyiapkan pakaian anak-anak untuk ke sekolah. Sabar ia meladeni teriakan silih berganti dari kami yang minta pelayanannya. Wanita yang namanya diagungkan Rasulullah itu, tak pernah marah atau kesal. Sebaliknya dengan segenap cinta yang dimilikinya ia berujar, “abang sudah besar, bantu ibu ya.”
Ingin sekali kutanyakan, pernahkah ia berkesah?
***
Kini, setelah berpuluh tahun ia lakukan semua itu, setelah jutaan mil jalan yang ia susuri, bertampuk-tampuk doa dan selaut tangisnya di hadapan Allah, saya tak pernah, dan takkan pernah bertanya apakah ia begitu lelah. Karena saya teramat tahu, Ibuku tangguh.
Bayu Gautama
Happy Mother's Day, Mom...
1 comment:
saya dekat dengan papa,papa tidak pernah buat saya menangis.segala keinginan saya dikabulkan.setiap sore dihari minggu kepalanya ada dipangkuanku,ku cabut uban2 nya yang ia bilang membuat gatal.disitulah pembicaraan hati ke hati anak dan ayahnya terjalin. setelah papa baru kucerita mama.samar2 ku ingat kedekatan antara kami.di keluarga itu tabu jika memanggil sayang, memeluk... bersenda gurau...mama itu bawel n yg paling ku sayangkan ia selalu sinis jika berbeda pendapat. yang selalu terngiang di telingaku " kalo minta duit tuh... ke papa, kalo mita doa nih... ke mama." kusadari ucapan itu menyeimbangkan kasih sayang saya pada mereka.yang biasanya jika kucerita banyak ttg papa kini mama pun tak kalah banyaknya karena disana kucerita tentang doa.subhanallah... saya seperti ini adalah karena doanya. tak lepas ketika ku terjaga, ada namaku tersebut disana. ada keinginan yang tidak hanya usai karena uang tapi doa.... lebih utama.kedekatan kini tak kujabarkan karena dekat dan bicara tapi...doa yang terasa hingga setiap keinginanku tercapai karena doa mama...
ma..... sepulang kerja erlis akan beli coklat buat mama....
I Love u...
tak akan ku tabukan memeluk, dan ucap kasih kalau saya sayang mama....
Post a Comment