Minggu tengah malam, telepon seluler saya berdering, suara isak tangis sesegukan di seberang telepon, “Bang, tolongin Ade bang… Ade nabrak orang bang, buruan kesini bang…” saya masih setengah sadar mendapat telepon itu. Suara si bungsu, adik perempuan saya terdengar sangat parau dan mudah terbaca hatinya sangat kacau.
Rupanya, minggu malam itu, sekitar pukul 20.00 WIB, ia dan suaminya beserta ibu tengah menuju Jakarta sepulang kondangan di Ciamis. Di daerah Cileunyi, beberapa kilometer sebelum masuk tol, menabrak seorang wanita yang menyeberang jalan. Kondisi wanita itu kritis dan dalam keadaan koma.
Saya mencoba menenangkan hatinya, “Besok pagi-pagi Abang langsung ke Bandung,” itu saja janji saya.
Senin pagi saya langsung menghubungi sebuah agen shuttle bus untuk memesan seat ke Bandung. Rupanya Allah belum mengizinkan saya lebih awal ke Bandung, karena baru dapat seat pukul 14.30 WIB. Usai dzuhur langsung memacu motor ke arah Bendi Raya, Tanah Kusir, untuk menitipkan motor dan minta diantar seorang teman.
Dari Bandung, adik tak henti menelepon, “Abang bisa lebih cepat ke Bandung? Butuh darah A+ jenis PRC tujuh kantong sekarang juga, karena dia mau dioperasi, cepat carikan bang…”
Wah, saya jadi ikut panik. Namun tak berapa lama saya menghubungi Bambang, sahabat saya. Bambang pun segera mengontak Syamsudin, rekan kami di Bandung. Dalam hati, kenapa saya tidak terpikir menghubungi langsung Syamsudin ya…
Rupanya di Bandung Syamsudin tengah berada dalam suasana kampanye calon walikota. Ia memanfaatkan moment itu untuk mengumumkan kepada khalayak soal kebutuhan darah itu. Alhamdulillah, satu masalah teratasi.
Kembali ke rencana perjalanan ke Bendi Raya, di tengah jalan motor kehabisan bensin, mampirlah ke pom bensin. Mulanya saya cukup kaget karena ternyata hanya mengantongi uang sebelas ribu rupiah. Akhirnya, sepuluh ribu saya belikan bensin. “Nanti ambil uang dulu di ATM buat bayar travel” pikir saya.
Pukul 14.10, saya sudah tiba di Pondok Indah di pool shuttle bus. Namun sebelumnya saya harus mencari ATM guna mengambil sejumlah uang untuk membayar shuttle bus.
Masya Allah, saya kembali terkaget, kali ini lantaran kartu ATM yang saya bawa saya yakini tidak ada uangnya. Sedangkan kartu ATM yang ada uangnya tertinggal di rumah. Saya pun agak bingung, karena beberapa menit lagi jadwal keberangkatan. Saya pun memutuskan untuk tetap mengecek di ATM, siapa tahu masih ada yang bisa diambil. Something stupid, lagi-lagi saya melakukan kebodohan, sudah tahu tidak ada uang masih saja penasaran mengecek saldo.
Saya pun memutuskan untuk kembali ke agen shuttle bus dan meminta saya dijadwalkan pukul 15.30 saja. Sebelumnya saya menelepon teman agar mentransfer sejumlah uang, sekadar untuk ongkos travel. Beberapa menit kemudian, segera saya kembali lagi ke ATM, dengan keyakinan sudah ada uang di rekening saya.
Kembali saya harus menelan ludah, saldonya masih tetap sama seperti semula. Beberapa kali menelepon teman, dan beberapa kali mengecek saldo, hasilnya tetap belum berubah. Saya hampir putus asa, saya ingin pulang saja dan batal ke Bandung. Tapi saya teringat adik saya, ia pasti tengah kebingungan, sebingung saya yang terdampar di tengah hari di Pondok Indah.
Kembali ke Bendi pun bingung, uang di kantong tinggal seribu. Pilihannya, naik bis dengan resiko diomelin kondektur atau beli air mineral untuk membasahi kerongkongan. Tapi dua opsi itu tak saya ambil, biarkan saja uang seribu ini tetap bersemayam di kantong.
Pukul 15.25 WIB, artinya 5 menit lagi waktu keberangkatan shuttle bus. Saat itulah, di depan ATM saya berdoa dan sedikit memaksa, “Ya Allah, kalau memang saya ditakdirkan ke Bandung sore ini, pasti ada jalannya. Tapi kalau gagal, memang Engkau belum mengizinkan…”
Belum sepuluh detik, saya mengangkat tangan lagi, “Tapi ya Allah, tolong ya Allah, uang saya tinggal seribu, saya bisa apa?? Biarkan saya ke Bandung ya Allah, terserah Engkau bagaimana caranya…” kali ini lebih memaksa.
Mungkin saya akan kembali melakukan kebodohan dengan memasuki lagi ruang ATM. Dalam hitungan saya, sudah empat kali saya bolak-balik ruang itu. Mungkin tukang parkir di depan bank itupun ikut menghitungnya.
Tetapi, Subhanallah, Allaahu Akbar!!! dugaan saya salah, ini bukan kebodohan, ini keberuntungan, dan Allah meridhoi saya ke Bandung. Ada uang 150 ribu di rekening saya, saya tak peduli uang dari mana, langsung tarik dan duduk manislah saya di shuttle bus.
Dalam perjalanan ke Bandung, teman yang tadi janji transfer menelepon, “Maaf, belum bisa transfer…” Nah loh, saya bingung, mulanya saya pikir ini uang dia yang mengirimnya. Tapi saya tidak mau ambil pusing, ini rezeki dari Allah, selalu datang dari arah yang tidak diduga.
Selang satu jam, sebuah pesan singkat masuk ke ponsel saya, “Pak, honor tulisan bulan ini sudah saya transfer ya, maaf telat baru hari ini”
Maha Suci Allah yang telah mengatur segalanya. Andai ia tepat waktu mengirim honor tulisan itu, mungkin saya benar-benar gigit jari tak jadi ke Bandung. Pelajaran penting buat saya, Allah selalu tepat waktu dalam memberikan rezeki maupun pertolongan, meski kita kerap berpikir sebaliknya.
Gaw
10 comments:
Aduh, pingin nangis rasanya baca cerita ini. Allahu akbar, deh...
Assalamualaikumm...
Salam kenal dari saya, pak..
saya suka sekali membaca karya2 anda semuanya bagus. terutama "berhenti sejenak & school of life. hampir semua menyentuh kalbu saya pribadi dan dapat merubah pandangan saya..tentang kehidupan..ini
Salut buat Pak Bayu..
mohon ijin Bpak untuk add link bapak ya..
Terima kasih
indahnya, kalau kita bergantung padaNya..IA akan membantu dari sisi-sisi yang mungkin kita tidak harapkan sebelumnya..
cerita penuh hikmah..
K
Allahuakbar!!!
Bang, Assalamu'alaikum.
Tulisan Abang selalu menggugah dan memang demikian adanya. Apa adanya dan tidak memaksa kita untuk terharu. Tapi tetap aja terharu itu menyisir perasaan.
Bang, saya juga punya pengalaman yang sama. Pada hari itu, saya cuma punya 2ribu rupiah di dompet. ATM rusak dan saya tidak tau harus bagaimana. Saya berdo'a...YA ALLAH, MINTA DUIT. Doa yang sederhana dan gimana gitu...
Di kantor, tau2 seorang client datang dan memanggil saya. Saya heran "ADA IKLAN BARU UNTUK RADIO?"
Katanya, "TIDAK, tapi Tuteh terima ini yaaaa... saya terima kasih banget karena Tuteh udah bantu saya bikin iklan2 itu lebih berwarna. Ngeditnya kan susah?"
Alhamdulillah ya, Bapak... Allah-ku.
Subhanallah, Allah Maha Tau atas segalanya..
Assalamualaikum bang, mohon izin juga untuk link blognya ya
Subhanallah ceritanya begitu menginspirasi..
Salam kenal bang Gaw, saya baru aja beli buku 11 amanah lelaki.
Terima kasih.. Selamat Berkarya..!!
Ass.
Met puasa ya, Bang. Salam buat keluarga :) semoga mendapat tempat yang baik di mata Allah SWT. Amin.
Subhanallah. Maha Suci Allah yang Maha Kaya. Pengalaman-pengalaman seperti ini selalu menguras air mata. Saya masih ingat Mas Gawtama juga pernah butuh uang untuk ayah (atau ibu?), dan tau-tau ada kiriman royalti bukunya masuk.
Saya mulai mengenal tulisan mas Bayu dari buku "berhenti sejenak". Terima kasih bnyk karna sudah berbagi hikmah. Saya masukin blognya mas Gaw di link blog update saya. Boleh kan?
pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik
Post a Comment