Anak Betawi yang Keliling Dunia Lewat Blog

Kate siape anak Betawi kagak bise maju? siape kate anak Betawi pade males dan banyak nyang jadi pengangguran? Bukan maksud nyombong atawe unjuk gigi, aye cuma ngasih tau kalo kagak semue anak Betawi kayak nyang ente kire...

Ini cuman persembahan kecil dari anak Betawi asal Tomang, Jembatan Gantung. Mudah-mudahan bise ngasih semangat sedikit ame semue orang, terutame anak betawi yang masih pade bingung idup mau ngapain? Nyok nyok nyoookk...

Tuesday, August 08, 2006

Tak Tembus Damaskus, ACT Masuk ke Amman

Banyak jalan menuju Roma, kalimat ini pantas untuk menggambarkan sulitnya perjalanan yang harus dilalui tim ACT-Aksi Cepat Tanggap dalam rangka menyampaikan bantuan kemanusiaan untuk saudara-saudara di Palestina dan Libanon. Rencana semula hendak masuk melalui Damaskus, Suriah, Tim ACT memutuskan ke Amman, Jordania. Keputusan ini diambil untuk mempersingkat jalan lantaran dua sebab, untuk masuk Jordania tidak diperlukan visa khusus, melainkan hanya visa on arrival, yakni visa yang didapatkan ketika mendarat di Bandara Amman. Kedua, jarak tempuh dari Kota Amman ke perbatasan Palestina hanya sekitar 45 menit saja.

Perjalanan ke Doha, Qatar, menempuh waktu kurang lebih 10 jam dan mendarat di Doha, hari Minggu (6/8) pukul 06. 20 waktu Qatar. Setelah delapan jam `terdampar` di Bandara Doha, sekitar pukul 13.45 waktu Doha, pesawat Qatar Airways pun membawa tim menuju Amman, Jordania. Seharusnya pesawat dijadwalkan berangkat pukul 12.45 waktu Qatar. Namun nampaknya urusan delay tidak hanya berlaku di Indonesia, melainkan juga di negara yang disebut-sebut negara dengan perdapatan per kapita terbesar di dunia ini.

Diawasi
Sebelumnya, ada cerita menarik ketika Tim ACT masih berada di Bandara Soekarno Hatta, Jakarta. Sekitar pukul 22.00 ketika tim harus berpisah dengan rombongan pengantar, baik kerabat dan sahabat di ACT maupun anggota keluarga, beberapa orang muda berpakaian perlente nampak mengikuti setiap gerak-gerik anggota tim. Bahkan mereka sudah ada ketika tim dan rombongan baru tiba di Bandara Soekarno Hatta sekitar pukul 20.40 WIB. Beberapa pemuda itu juga ikut-ikutan mengambil gambar anggota tim yang akan berangkat ke Palestina. Bahkan ketika tim akan memasuki pemerikasaan imigrasi sejumlah pemuda itu masih terus mengikuti dan tak henti mengarahkan kameranya ke arah tim. Eko Yudho, salah seorang anggota tim relawan mengatakan, dirinya tahu bahwa lima pemuda itu bukanlah pelancong, melainkan orang-orang yang ditugaskan untuk mengawasi. "Saya kira sejalan dengan pernyataan Kapolri, bahwa relawan kemanusiaan yang akan ke Palestina tidak dilarang, hanya saja harus diawasi. Dan kami memandang positif apa yang mereka lakukan. Mungkin untuk memastikan missi kami berjalan lancar. Terima kasih untuk itu," terang Komandan Tim Rescue ACT itu. Tim ACT merasa yakin bahwa lima pemuda itu bukanlah pelancong lantaran mereka bisa bebas keluar masuk gerbang keberangkatan tanpa harus melewati pemeriksaan. Jikalah mereka para pelancong yang akan ke luar negeri, tak jelas tujuan dan waktu keberangkatan mereka. Sebab, ketika Bayu Gawtama, anggota tim lainnya, minta izin untuk keluar karena orang tuanya hendak bertemu beberapa menit sebelum boarding, kelima pemuda itu berada di luar dan kembali mengambil beberapa gambar. "Termasuk gambar orang tua, abang dan adik-adik saya," ujar Gaw, panggilan akrab Public Relation ACT itu.

Diinterogasi Interpol Jordan
Missi kemanusiaan Tim ACT yang mengusung program "Food for Palestine" tak mengalami hambatan kecuali saat tiba di Bandara Amman, Jordania, Minggu (6/8) sekitar pukul 17.20 waktu Jordania. Gaw, Eko dan Husni langsung di gelandang ke ruang imigrasi. Rupanya, interpol Jordania sudah menunggu kedatangan Tim ACT sehingga sesaat setelah mendapatkan visa on arrival, tim diminta untuk masuk ke ruang khusus pemeriksaan. Di dalamnya, dua intepol Jordania sudah menanti. Tidak kurang dari empat puluh tiga pertanyaan diajukan oleh keduanya. Mulai dari alasan masuk ke Jordania hingga pekerjaan sehari-hari. Mereka juga menanyakan apakah tim ada rencana masuk ke Palestina. Alhamdulillah, setelah hampir satu setengah jam menjalani pemeriksaan, tim pun diizinkan masuk. Mereka juga menanyakan di hotel mana tim ACT akan menginap selama di Jordan. Lagi-lagi Eko Yudho memandang positif perlakuan dua interpol tersebut, "Mungkin mereka diminta bantuannya oleh kepolisian Indonesia agar mengawasi dan melindungi kita, Insya Allah," ujarnya. Meski demikian, tim sempat kaget ketika diajukan pertanyaan, apakah ketiga anggota tim merupakan pihak keamanan - militer - dari Indonesia.

Lapor KBRI Menjadi kewajiban setiap warga negara yang berkunjung ke luar negeri untuk melaporkan kedatangannya ke kedutaan, maka pada Senin (7/8) pagi, pukul 08.30 tim mendatangi Kedutaan Besar RI di kawasan 6th Circle di Kota Amman. Setelah diterima oleh Asep Zaenal MK, Lc, Protocol & Consular Affair KBRI, Bayu, Eko dan Husni pun dipertemukan dengan Deni Tri Basuki, Second Secretary KBRI. Pada kesempatan tersebut tim ACT menjelaskan maksud kedatangan ke Jordania. Meski belum sempat bertemu langsung dengan Kedubes RI untuk Jordania, namun dibantu Deni Tri Basuki, tim ACT diantar untuk bersilaturahim ke beberapa lembaga kemanusiaan internasional dan lokal yang berada di Jordania. Salah satunya, tim ACT bertemu dengan para Direktur Jordania Hashemite Charity Organization (JHCO). JHCO merupakan lembaga milik Kerajaan Jordania yang mempunya concern yang sama dengan ACT, yakni menangani korban bencana di tingkat nasional dan internasional, pada fase emergency hingga recovery.

Hari Selasa (8/8), tim berencana bertemu dengan Himpunan Mahasiswa dan Pelajar Indonesia (HMPI) di Amman, kemudian akan bertemu dengan lembaga kemanusiaan lainnya antara lain Jamiat Al Khairiyah yang berkantor di sebelah Rumah Sakit Islam Jordania. Satu lembaga lain yang akan ditemui adalah Bulan Sabit Hijau. Semua lembaga yang memiliki akses ke Palestina dicoba untuk diajak kerja sama. Karena bagaimana pun target tim ACT bisa masuk ke wilayah Palestina.

Sebagai sebuah perjuangan, apa pun jalannya tetap diupayakan oleh Tim ACT. Meski pihak KBRI maupun JHCO sudah memberi tahu sulitnya menembus penjagaan ketat militer Israel. "Untuk bisa masuk, harus melewati empat kali check point militer Israel, dan rasanya itu tidak mungkin," ujar Deni. Sebenarnya, lanjut Deni, masih terdapat kemungkinan masuk ke Palestina, namun harus menggunakan visa wisata. Untuk bisa mendapatkan visa wisata, anggota tim harus berjumlah sepuluh orang. Selain itu, yang sangat disayangkan, kedatangan hanya boleh sampai di Jerussalem. Padahal, rakyat Palestina berada di Ramallah dan Tepi Barat. Wallaahu `alam (gaw, dari Amman)

No comments: