Anak Betawi yang Keliling Dunia Lewat Blog

Kate siape anak Betawi kagak bise maju? siape kate anak Betawi pade males dan banyak nyang jadi pengangguran? Bukan maksud nyombong atawe unjuk gigi, aye cuma ngasih tau kalo kagak semue anak Betawi kayak nyang ente kire...

Ini cuman persembahan kecil dari anak Betawi asal Tomang, Jembatan Gantung. Mudah-mudahan bise ngasih semangat sedikit ame semue orang, terutame anak betawi yang masih pade bingung idup mau ngapain? Nyok nyok nyoookk...

Tuesday, October 04, 2005

100ribu, Dapat Apa?

Sarkah, 37 tahun, tergopoh-gopoh menggendong anak balitanya sambil menuntun anaknya yang lain memasuki kantor Pos untuk mengambil dana kompensasi kenaikan BBM (KKB). “Kirain nggak antri, mana anak nangis ginih…” keluhnya begitu melihat antrian panjang “orang miskin” yang hendak mengambil uang sejumlah tiga ratus ribu rupiah sebagai kompensasi kenaikan BBM selama tiga bulan.

Ya, Sarkah, ibu dua anak itu memang tak sendirian. Hari itu, setidaknya puluhan orang yang dikategorikan miskin dan berhak mendapatkan dana KKB sibuk mengantri di berbagai loket tempat penukaran kartu dana KKB. Selain Sarkah, yang anaknya tak berhenti menangis meski tiga lembar mata uang seratus ribuan sudah digenggamnya, ada wanita jompo yang butuh waktu tidak kurang dari setengah jam berjalan kaki sejak ia turun dari angkot untuk mencapai loket antrian. Ada yang rela beradu mulut karena merasa didahului antriannya. Di tempat lain, saling pukul pun terjadi dalam antrian para penerima dana KKB itu.

Luar biasa. Ini pemandangan yang baru di negara Indonesia. Satu lagi parade kemiskinan terpampang jelas di mata kita. Wapres Jusuf Kalla yang menyempatkan diri melakukan inspeksi mendadak di daerah Jakarta Utara, seharusnya tak sekadar melihat proses kelancaran distribusi dan pembagian dana KKB itu. Semestinya, ia lebih melihat dari yang tak banyak dipandang kebanyakan pada hari itu. Antrian itu semestinya membuatnya mengurut dada, bahwa pada kenyataannya, jumlah orang miskin di negara ini jauh lebih banyak dari data yang diberikan pejabat lokal. Adakah pejabat negeri ini melihatnya?

Konon, di negara kita ini, setiap masalah yang dihadapi rakyat terbiasa diselesaikan oleh rakyat sendiri. Seberat apa pun beban yang menimpanya, rakyat sendiri yang menanggungnya. Salah seorang teman dari NGO asal AS, sempat terheran-heran melihat daya tahan masyarakat Aceh yang tertimpa bencana tsunami Desember 2004. “Gila, mereka bisa tahan hidup meski pemerintah teramat lamban memberikan bantuan. Kalau di AS, mereka sudah berteriak agar Pemerintah bertindak cepat.” Komentar singkat saya, “Mereka sudah terlalu lelah berteriak, entah yang diteriaki mendengar atau tidak.”

Kenaikan BBM, selogis apa pun maksud dan tujuan pemerintah, yang itu bisa dimengerti oleh orang-orang berpendidikan dan berpenghasilan tinggi, tetap merupakan bencana bagi orang miskin. Belum usai negeri ini dilanda berbagai bencana, baik bencana alam maupun bencana sosial, tambah satu lagi bencana kenaikan BBM. Setidaknya ini diambil dari sudut pandang mereka, para penerima dana KKB.

100 ribu rupiah sebulan dapat apa? Pertanyaan itu bukan saja milik Sarkah. Senyum dan air muka cerianya saat menggenggam tiga lembar ratusan ribu, diyakini hanya akan berlangsung sesaat. Bisa jadi uang itu akan habis dalam beberapa jam saja, entah untuk bayar hutang, beli beras yang harganya tak ingin kalah bersaing dengan harga BBM, beli susu anaknya yang selama ini tak pernah terbeli, atau beli baju baru, bukankah sebentar lagi lebaran?

Dengan segenap keyakinan, uang sejumlah itu akan habis dalam waktu yang tidak berapa lama. Padahal seharusnya itu untuk satu bulan. Seperti kebanyakan orang berduit, uang seratus ribu akan habis untuk mentraktir makan siang teman-teman di RM. Sederhana, seratus ribu juga biasa dihabiskan untuk duduk-duduk di Food Centre sambil menikmati lima paket Combo 1 KFC, uang senilai itu juga habis dalam sekejap untuk memesan dua porsi besar Pizza. Tak lebih dua puluh tiga liter yang bisa didapat dari uang itu untuk mengisi tangki mobil, bisa juga dihabiskan dalam waktu kurang dari dua jam oleh anak-anak di arena Time Zone. Seringan kapas uang seratus ribu kita gelontorkan untuk membeli tiga atau empat tiket twentyone. Hampir lupa, seratus ribu juga biasa kita belikan pulsa handphone, yang terkadang sudah harus diisi ulang kembali tiga-empat hari kemudian.

Bagaimana dengan Sarkah? Sarkah tak pernah makan di food centre, tak punya handphone yang harus diisi pulsanya, tak tahu rasanya Pizza, tak punya kendaraan, anak-anaknya pun tak pernah main di Time Zone, dan jangankan untuk mentraktir teman-temannya, untuk makan ia dan keluarganya sehari-hari pun masih gali lobang tutup lobang. Sarkah memang senang hari itu mendapatkan tiga ratus ribu, barangkali itu uang terbesar yang pernah digenggamnya selama ini. Tapi akankah Sarkah tetap tersenyum tatkala menyadari kebutuhannya takkan pernah tercukupi dengan uang seratus ribu perbulan?

Kemarin sore, saya melewati sebuah sebuah restoran cepat saji di Tangerang. Ternyata, kenaikan BBM memang tidak berdampak besar bagi masyarakat kita. Kecuali Sarkah, dan teman-temannya para penerima dana KKB. Ups, jangan-jangan yang saya lihat sedang makan itu justru mereka yang baru saja menerima uang tiga ratus ribu?

Bayu Gawtama

2 comments:

Bunda Naila said...

Memang sangat menyedihkan kondisi Indonesia saat ini pak.Tapi kita tetep harus optimis pasti akan ada jalan keluar menuju perbaikan.Mudah2an ini semua sebagian dari proses yang harus kita jalani untuk menuju perbaikan tersebut.
Kalo saya jadi penerima KKB saya akan tetep berterimakasih dan bersyukur walaupun itu nggak cukup untuk hidup sebulan.Tapi setidaknya sedikit meringankan.Karena kalo ngomongin cukup atau nggak maka jawabannya akan selalu nggak cukup:)Harapannya sih bantuannya rutin gittu, nggak cuma 3 bulan doang:)

Anonymous said...

sedih mmg sedih menyaksikan realita yg ada saat ini, tp qt bs berbuat apa ? semua sdh ditetapkan pemerintah. qt disuruh sabar, sabar & sabar spt kata Aa Gym. tp sabar yg bagaimana ? smp kapankah penderitaan ini berakhir ? 100 ribu untuk 1 bln mmg tdk ada artinya, krn semua kebutuhan pokokpun ikut naik, seiring dg kenaikan BBM.