Saya senantiasa yakin bahwa kelak akan memperoleh manfaat atau pun kebaikan dari setiap perbuatan baik saya terhadap orang lain. Setidaknya hingga kemarin sore saat sebuah bis metromini mogok tepat di depan saya yang tengah menunggu bis lainnya. Empat puluh lima menit sudah menunggu, namun bis langganan yang akan membawa saya ke rumah belum juga tiba. Rupanya Allah punya rencana lain, sebuah bis tak berpenumpang bernomor S-75 mogok di depan saya.
Setelah beberapa menit sopir bis tersebut tak berhasil membuat kendaraannya berjalan, kondektur bis meminta bantuan kepada beberapa orang yang ada –yang kesemuanya tengah menunggu angkutan umum- untuk mendorong. Namun tak satu pun yang bergerak hingga tawaran itu mampir ke saya. Disinilah pertarungan kepentingan bermain, karena hati, kaki dan tangan saya hendak maju membantu mendorong bis tersebut, namun mata saya menangkap bis yang sudah saya tunggu hampir satu jam pun tiba. Akhirnya, mata saya kalah oleh tiga indera yang lainnya.
Sejujurnya, saya sering berpikir mungkin sah-sah saja jika saya tak melakukan hal yang diluar kepentingan saya. Seperti bis yang mogok tadi, saya tak hendak dan tak sedang menumpang bis tersebut. Jika bicara soal kepentingan tentu tak ada kepentingan saya terhadap bis tersebut, mogok atau pun tidak bisa saja saya katakan bukan urusan saya. Kadang yang membuat saya terheran justru ketika ada sebuah bis sarat penumpang yang mogok di tengah jalan, meski hampir putus urat leher si kondektur berteriak minta tolong penumpangnya untuk membantu mendorong, bisa dihitung dengan jari tangan jumlah penumpang yang bersedia turun tangan. Selebihnya, ada yang pura-pura tertidur, ada yang cuma bisa ngomel dan menghina bis, “bis bobrok masih dipake narik”, padahal mungkin esok hari ia masih mau naik bis yang sama. Bahkan ada yang cuek beibeh merasa ia sudah membayar, jadi segala urusan mogok dan lain sebagainya itu bukan tanggungjawabnya. Padahal kalau ia mau membantu dan kendaraan itu dapat berjalan lagi, mungkin saja ia terbantu juga dari keterlambatan tiba di tempat tujuan.
Tapi, kepentingan yang saya bicarakan bukan kepentingan yang demikian, melainkan kepentingan jangka panjang. Siapa yang bisa merasa yakin bahwa hidup Anda akan berjalan lancar-lancar saja tanpa hambatan? Siapa sih orang yang tak pernah berpikir bahwa di suatu waktu, di satu tempat ia akan mengalami kesulitan, dan disaat itulah Anda membutuhkan orang lain?
Kepentingan yang saya maksud adalah kepentingan yang harus dipentingkan oleh saya dengan satu keyakinan bahwa kelak orang lain pun akan merasa penting untuk membantu saya keluar dari kesulitan. Ini bukan berarti saya melakukan semua itu tanpa pamrih, di atas semua itu saya yakin bahwa setiap perbuatan baik kita akan ada balasannya, entah kapan. Seperti halnya saya juga yakin setiap perbuatan buruk seseorang juga akan ada ganjarannya.
Beruntung, disaat pertarungan kepentingan kemarin sore saya bisa mengalahkan ego untuk tidak beralih ke bis yang sudah empat puluh lima menit saya tunggu dan mungkin akan menunggu sepanjang waktu yang sama untuk bis berikutnya. Tapi lagi-lagi Allah punya rencana lain, karena selang lima menit kemudian bis berikutnya tiba dengan sederet bangku yang kosong. Padahal bis sebelumnya begitu penuh sesak.
Percayalah, pertarungan kepentingan itu akan selalu hadir dan untuk menguatkan kegigihan saya memenangkan pertarungan itu, saya ingin menyebut satu nama sahabat saya di KKS Melati, Fridessy yang pernah berucap; Cara terbaik dalam memberi adalah seperti bunga yang tak pernah peduli apakah orang yang mendapatkan keharuman dan keindahannya seseorang yang pantas atau tidak.
Terima kasih Allah, hari ini Engkau berikan lagi saya kesempatan untuk berbuat baik.
Bayu Gawtama
1 comment:
Assalaamu'alaikum..
met kenal mas gaw...
bener banget mas gaw perang kepentingan kadang malah membuat orang ngerasa berada di posisi yang serba salah... padahal mestinya kalo kita berfikir jernih keadaan itu bisa berbalik malah menjadi serba bener..:)
terimakasih atas tulisan-tulisan mas gaw yang menyentuh dan membangun...
Post a Comment