Anak Betawi yang Keliling Dunia Lewat Blog

Kate siape anak Betawi kagak bise maju? siape kate anak Betawi pade males dan banyak nyang jadi pengangguran? Bukan maksud nyombong atawe unjuk gigi, aye cuma ngasih tau kalo kagak semue anak Betawi kayak nyang ente kire...

Ini cuman persembahan kecil dari anak Betawi asal Tomang, Jembatan Gantung. Mudah-mudahan bise ngasih semangat sedikit ame semue orang, terutame anak betawi yang masih pade bingung idup mau ngapain? Nyok nyok nyoookk...

Wednesday, January 12, 2005

(Ketika) Empati Telah Mati

Seorang anak penyapu gerbong berusia tak lebih dari sembilan tahun sempat membuat dua mahasiswi berteriak hingga mengalihkan perhatian hampir seluruh penumpang di gerbong tersebut. Mahasiswi itu merasa kaget karena anak itu manarik-narik bagian bawah celana jeans-nya untuk meminta uang. Serta merta seorang pria dewasa berbadan kekar yang tak jauh dari dua mahasiswi itu melayangkan punggung tangannya tepat di bagian belakang kepala anak itu. Tidak hanya sekali, tapi beberapa kali.

"Keluar kamu, kurang ajar!" tangannya terus melayang hinggap di kepala anak tersebut. Tidak cukup di situ, ditambah tendangan keras ke bagian tubuh anak yang tubuhnya hanya sebesar paha si penendang. Saya yang melihat kejadian itu langsung berteriak dan meminta pria itu menghentikan aksi kekerasannya.

"Dia ini kurang ajar pak, dari gerbong sebelah sudah kurang ajar." Ia membenarkan aksinya.

"Tapi dia juga kan manusia, apa pantas diperlakukan seperti itu? tanya saya. "Dan apa tindakan bapak itu sebanding dengan kesalahannya? Tak perlu berlebihan seperti itu lah..."

Episode berakhir dengan turunnya anak tersebut di stasiun selanjutnya. Sementara pria berbadan tegap itu berdiri dekat pintu gerbong sambil berbincang dengan beberapa penumpang lainnya, lagi-lagi mencoba membenarkan tindakannya.

Tiga tahun lalu di Stasiun Kalibata, Jakarta, seorang pria setengah baya babak belur dihajar massa hingga koma. Kondisinya mengenaskan, wajahnya hancur, satu tangannya patah. Di sisa-sisa nafasnya yang tersengal satu persatu, saya menangkap rintihannya, "Saya bukan copet..."

Pria tersebut dijadikan tersangka pencopetan ketika seorang mahasiswi secara refleks berteriak "copet" saat tasnya tersenggol pria yang sudah nyaris mati tersebut. Secara serempak, dibarengi emosi yang tinggi puluhan pria langsung menggerebek dan mendaratkan kepalan tangan, juga ayunan kakinya berpuluh-puluh kali kepada pria tersebut. Padahal di belakang kerumunan tersebut, mahasiswi yang tadi refleks berteriak itu meminta orang-orang yang sudah terlanjur beringas itu menghentikan aksinya, karena ternyata, ia tak kehilangan satu apa pun dari dalam tasnya.

Tak satu kata pun bisa keluar dari mulut saya menyaksikan peristiwa itu. Bagaimana dengan mereka yang telah terlanjur memukul?

Orang bersalah memang harus dihukum, tapi terlalu sering seseorang mendapatkan hukuman yang tak setimpal. Kasus copet-copet yang dibakar misalnya, sebagian orang mudah saja berkata "Bakar saja, atau lempar dari kereta yang melaju cepat. Biar jadi pelajaran bagi copet yang lain..."

Satu pertanyaan saja, bagaimana jika copet itu adik, kakak atau saudara Anda? Kalimat itu juga kah yang akan keluar dari mulut Anda? Atau bahkan bila copet itu Anda sendiri? Anda pasti meminta orang-orang menghukum Anda sewajarnya bukan? Anda bisa begitu mudah bertindak berlebihan menghukum atau memberikan balasan atas kesalahan orang lain. Bagaimana jika Anda yang berada pada posisi si bersalah? Relakah jika orang lain memperlakukan Anda secara tidak adil? Ya, begitu pula dengan orang-orang itu. Saya setuju mereka diberi hukuman atas kesalahannya, tapi memberikan hukuman lebih dari tingkat kesalahannya, jelas saya tidak setuju.

Seperti kejadian di kereta itu, saya harus berdebat dengan pria berbadan tegap itu dengan mengatakan bahwa tindakan kasarnya -menempeleng dan menendang- sangat tidak sebanding dengan kesalahan yang dilakukan anak itu. Saya juga tak mengerti kenapa nyaris semua orang di gerbong itu terdiam menyaksikan ketidakadilan berlaku di depan mata mereka? Sebagian besar orang yang ada di depan gerbong itu para karyawan, mahasiswa, orang-orang berpendidikan, tapi mengapa mereka hanya menutup mata? Bahkan seorang bapak di samping saya sempat berkata, "Anak itu juga seharusnya jangan kurang ajar..."

Saya katakan, cara anak itu meminta uang kepada penumpang (mungkin) memang salah. Tapi itu hanya tindakan kecil yang tak pantas dibalas dengan tempelengan dan tendangan keras berkali-kali ke tubuhnya. Kepada mereka yang terdiam dan tak berusaha melarang pria tegap itu melakukan aksi kekerasan, akankah Anda diam jika anak itu adalah anak, adik, keponakan, atau bahkan diri Anda sendiri?

Contoh sederhana, kita sering berharap orang lain memberikan tempat duduknya untuk isteri kita yang tengah mengandung atau menggendong si kecil. Tapi nyaris setiap hari kita tak pernah tergerak untuk berdiri dan merelakan tempat duduk kita untuk mereka yang lebih berhak, kemudian berpura-pura tidur. Adilkah?

Mungkin empati sudah mati, atau telah pergi entah kemana.

Bayu Gautama

1 comment:

Anonymous said...

bunayya:

yah,..hidup betul2 menyediakan banyak pertanyaan2 yg sulit terjawab...
saya kalau lihat yg spt itu,..jadi teringat sebuah cerita pd jaman Nabi, entah siapa, kalau sy gak salah Nabi Musa a.s...
dimana dalam penglihatan kita, seorg kakek yg sudah renta, lemah dan "keliatannya innocent"...tiba2 saja dipukul sampai babak belur oleh pengawal2 kerajaan yg memang sdg mengejar penjahat,...padahal dia baru saja beristirahat dan berteduh dibawah pohon,..ketika tiba2 saja pencuri yg sebenarnya, melemparkan sesuatu ke arahnya, belum lagi dia menyadari apa gerangan isi bungkusan itu, tiba2 datanglah para pengawal2 itu..tanpa ba bi bu lagi, krn yg dilihat sdg memegang bungkusan yg dicari2 itu adalah si kakek itu, ya dialah yg di anggap sbg pencurinya..

tanpa melihat pd bungkusan itu lagi, si kakek di gelandang ke penjara istana.
dan bungkusan itupun dgn manisnya teronggok di sana,..di bawah pohon itu...

tak lama...
lewatlah 2 org anak kecil,..
sambil bermain2...saat tiba di dekat pohon itu,..
melihat bungkusan yg tergeletak begitu saja..
maka di ambillah oleh mereka...
selesai...

ternyata..?
hanya 4JJI swt yg maha tahu..
si kakek yg dimata kita tak bersalah, dulunya adl bekas mentri yg tlah lama menguasai dan memakan harta anak yatim..yg tak lain sebenarnya adl anak dari adiknya sendiri yg tlah meninggal, dan mempercayakan kedua anaknya pd kknya,..kakek tsb.

sdgkn kedua anak kecil itu...
ternyata mereka itulah anak2 yatim yg hartanya tlah dihabiskan oleh pamannya, si kakek yg tadi...

hikmahnya:
4JJI membalas semua perbuatan kita, cepat atau lambat..
jika bkn skrg, mungkin dihari tua..
kecuali kita taubat yg sesungguhnya..
dan, terkadang, sesuatu yg dimata kita terlihat aneh dan janggal....
sebenarnya adalah cerita yg tlah tersusun rapi, yg DIA hendak sampaikan...
hanya kita saja, yg tidak punya daya buat melihat seluruh cerita NYA...kecuali hanya sepenggal.

*maaf, ini sih bkn koment yah? :D*