Meneruskan Virus Berbagi...
Saya punya satu keinginan, kelak jika memiliki anak lelaki akan memberinya nama "Tullus Berbaggi". Tentu Anda mengerti maksud saya memberinya nama demikian, karena saya sangat komitmen untuk terus menerus menyebarkan virus berbagi, sebuah virus yang tidak mematikan, tetapi justru yang -meski sedikit- mampu menambah semangat hidup orang lain. Gerakan inilah yang kemudian oleh beberapa teman -dan juga saya- disebut sebagai gerakan "Pay It Forward", membalas kebaikan yang kita peroleh dengan cara meneruskan kebaikan itu kepada orang lain yang membutuhkan.
Tentu Anda pernah menonton film "Pay It Forward", jadi saya tak perlu menceritakan panjang lebar tentang film Hollywood tersebut. Intinya film itu mengajarkan kita untuk melakukan banyak kebaikan terhadap orang lain karena sebelumnya kita pun -secara sadar atau pun tidak- pernah dan sering mendapatkan berbagai kebaikan dari orang lain. Siapa pun dia.
Kembali ke virus berbagi. Karena saat ini yang ada adalah dua putri cantik saya, Hufha dan Iqna, maka saya berkewajiban meneruskan virus berbagi tersebut kepada dua malaikat cantik saya itu.
Dalam berbagai kesempatan, saya dan juga istri saya yang memang se-ide dengan saya soal virus berbagi ini, mencoba untuk menyisipkan virus ini. Misalnya, kalau memasak sayur atau lauk untuk makan, istri saya sering melebihkan porsinya sehingga ada yang bisa dibagikan kepada tetangga terdekat. Dan anak saya Hufha, diantar adiknya Iqna yang bertugas mengantar makanan tersebut. Kecuali kalau itu berupa sayur panas, istri saya langsung yang mengantarnya, tentu dibuntuti dua malaikat cantik sebagai pengiringnya. Kami lakukan ini bukan berarti kami dalam kondisi berlebih, siapa pun yang pernah mengenal keluarga saya, tentu mengerti.
Di kesempatan lain, Hufha mulai akrab dengan pengemis, dia biasanya akan berlari ke dalam rumah meminta 'receh' untuk kemudian diberikannya ke pengemis tersebut. Saya amat senang memperhatikan dua peri cantik itu berlomba "berbagi", karena biasanya Iqna tidak mau kalah meminta 'receh'.
Tapi ada yang unik, beberapa waktu lalu saat kami menggunakan KRL ekonomi jurusan Bogor-Jakarta. Seorang pengemis melintas di depan kami, segera istri saya menyodorkan receh ke anak kami. Hufha sigap memberikannya kepada pengemis itu. Ada yang kami lupa, bahwa di KRL, pengemis, pengamen, penyapu gerbong atau apa pun lebel dan predikatnya, setiap menit selalu lewat. Sementara Hufha dan Iqna terus menerus memaksa kami mengeluarkan 'receh', sedangkan persediaan terbatas.
Bingung kan? Susah juga memang untuk komitmen. Butuh perjuangan. Kepada Hufha dan Iqna yang terus merengek minta 'receh', saya bisikkan, "Kalau semua yang lewat sepanjang Bogor-Jakarta kita kasih, besok gantian abi yang minta-minta lho..." he he ...
Bayu Gawtama
No comments:
Post a Comment