Menjadi Manusia Kreatif
Pernah nonton film Mission Impossible? Film layar lebar yang dibintangi oleh Tom Cruise itu sebenarnya pernah menjadi film seri yang diputar setiap minggu di sebuah TV swasta di tahun 1990-an. Satu hal yang menarik dari film tersebut, se-impossible apapun misi yang diemban oleh Ethan Hawk (diperankan oleh Tom) namun endingnya selalu saja mengisahkan keberhasilan. Satu hal yang tergambarkan dengan jelas dalam film tersebut (baik layar lebar maupun seri-nya) adalah kebiasaan para tokoh yang tergabung dalam tim pengemban ‘misi yang tidak mungkin’ alias ‘mustahil’ dicapai itu untuk senantiasa memiliki plan A, plan B, bahkan plan C, sehingga hampir setiap film itu diakhiri dengan keberhasilan menjalankan misi.
Norman Vincent Peal, menuliskan buku best seller, You Can If You Think You Can , sebuah buku yang memberikan motivasi besar kepada para pembacanya untuk optimis meraih hal-hal yang sesungguhnya ‘bisa’ diraih.
Antara Norman (dan bukunya) dengan film Mission Impossible memang tidak ada kaitannya, hanya saja jika kita mau melihat sisi pelajaran yang mau diambil, tentu ada kaitannya. Roger Von Oech, lewat bukunya A Whack on Side of the Head, bisa menjelaskan keterkaitan antara keduanya. Karena lewat buku tersebut, Von Oech mengetengahkan sepuluh kebiasaan manusia kreatif, dimana tertulis “suka mencari jawaban kedua” sebagai kebiasaan pertama seorang yang kreatif. Menurut Oech, Anda jangan hanya punya satu solusi yang berati hanya punya satu pilihan. Kreativitas meminta Anda menemukan jawaban kedua yang mungkin lebih tepat. Nah, kesuksesan Ethan Hawk mengemban misi yang dianggap tidak mungkin dicapai itu adalah karena kebiasaan timnya untuk menyiapkan lebih dari satu solusi. Dan Norman menguatkannya dengan satu motivasi, bahwa tidak satupun yang ada dihadapan manusia itu tidak bisa diraih.
Dan yang perlu diketahui, Allah dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat terakhir telah jauh terlebih dulu memberikan motivasi kepada setiap mukmin, bahwa Dia tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Masalahnya adalah sifat manusia yang sering kali memperturutkan hawa nafsunya, yang dalam hal ini salah satunya adalah sifat malas, dan enggan berusaha keras. Sehingga kemudian yang tampak didepannya adalah sebuah gunung batu menjulang tinggi yang tak mungkin dilewati, sebuah tembok raksasa yang mustahil ditembus.
Padahal sejarah pun mencatat, Rasulullah dengan 300 pasukan mukmin mampu memukul mundur pasukan kafir Quraisy yang jumlahnya tiga kali lebih banyak dalam perang Badar. Orang dulu berpikir ruang angkasa adalah sesuatu yang invisible, namun para ahli Rusia membuktikan dengan mengirimkan Yuri Gagarin ke luar angkasa menggunakan Sputnik. Bahkan sekarang, orang sudah menjajaki pariwisata luar angkasa meski harus merogoh kocek yang tak sedikit. Sejarah lain juga ditorehkan oleh George Leigh Mallory dan Andrew Irvine yang disebut-sebut sebagai orang pertama menapakkan kakinya di puncak tertinggi dunia, Mount Everest pada 1924. Kini ribuan pendaki sudah membuktikan bahwa puncak tertinggi itu bisa ditapaki.
Menjadi manusia kreatif, tambah Oech, tidak cukup hanya dengan memiliki satu kebiasaan diatas. Oech juga memaparkan tentang kebiasaan lainnya, yakni suka berpikir lunak. “Kreativitas adalah pengembangan hasil otak kiri yang bersikap keras terhadap ide oleh otak kanan yang lunak yang mengabaikan batasan dan lunak terhadap berbagai ide,” kata Oech.
Kebiasaan ketiga adalah Suka menggugat aturan. Jika aturan telah membatasi pilihan maka Anda harus mencari tahu mengapa suatu aturan dibuat. Mungkin alasan itu tidak relevan lagi. Mungkin sekarang ada pemecahannya yang lebih efektif. Suka mencoba kemustahilan, adalah yang selanjutnya. Oleh karena itu, jangan sekali pun pernah membuang ide sepintas yang kelihatan mustahil. Merenungkan lagi ide yang muncul dapat memicu berbagai kemungkinan baru.
Toleran terhadap hal dilematis, disebut sebagai kebiasaan kelima. Dalam kenyataan, sering ide kretif lahir dari situasi dilematis atau kepepet. Adalah jarang inovasi muncul dari pola pikir yang tunggal, linier dan pasti. Kemudian yang keenam adalah, Melihat kesalahan sebagai peluang. Ada orang yang suka mencari aman dan menghindari dari kemungkinan salah atau gagal. Sesungguhnya kesalahan justru menempatkan kita memperoleh hal yang tak didapat bila melakukan dengan benar.
Gede Prama, pernah menyebut Dedi ‘Miing’ Gumelar sebagai satu dari sekian orang yang dijadikan sahabatnya. Alasannya, tidak banyak orang yang bisa membuat orang lain tertawa, meski tidak meninggalkan aspek kecerdasannya. Nampaknya, untuk yang satu ini, Oech juga sepakat, karena ia menempatkan Suka humor dan santai sebagai kebiasaan orang kreatif pada urutan selanjutnya. Memang ide kreatif muncul ketika terdesak situasi, tapi lebih banyak ide brilian dan segar lahir dari suasana santai dan gembira. Saat kita santai dan gembira pertahanan mental jadi longgar sehingga tidak pusing terhadap aturan, hal mustahil maupun yang keliru.
Orang yang sibuk melihat dunia dalamnya sendiri akan kehilangan banyak ide. Meninjau dunia luar adalah wahana meraih ide baru untuk dunia dalam kita. Maka dari itu, Suka meninjau dunia luar sebaiknya menjadi satu kebiasaan tersendiri bagi orang-orang kreatif. Selain itu, Berani berpikir beda seolah menjadi ciri yang paling khas dari orang kreatif. Umumnya orang berusaha menyesuaikan dengan budaya organisasinya. Padahal tekanan organisasi bisa memasung kretaivitas. Jadi, beranilah pro terhadap hal yang tidak disetujui mayoritas walau tidak harus terlalu terbuka. Dalam hal ini, bukan berarti mengesampingkan kebenaran, karena disini akan lebih bernilai jika sikap satu ini untuk berbeda terhadap mayoritas ketidakbenaran.
Dan yang terakhir disebutkan Oech, adalah senantiasa Terbuka terhadap gagasan baru. Orang yang mengaku bukan orang yang kreatif berarti telah memasung diri sendiri. Ingatlah, bahwa ide akan berkembang bila kita memberinya ruang. Baik dengan tambahan dari luar diri Anda atau tidak menekan ide yang telah dipunyai.
Sudahkah menjadi orang kreatif? Mulailah hari ini juga! (Bayu Gautama, 30/10/2002)