Tidak ada satu maksud apa pun ketika menuliskan cerita ini, semoga Allah menjaga hati ini dari sifat riya meski sebiji zarah pun.
_____________________________
Jum’at lalu, saya berangkat ke kantor dengan dada sedikit berdegub. Melirik ukuran bensin di dashboard motor, masih setengah. “Yah cukuplah untuk pergi pulang ke kantor”.
Namun, bukan itu yang membuat dada ini tak henti berdegub. Uang di kantong saya hanya tersisa seribu rupiah saja. Degubnya tambah kencang karena saya hanya menyisakan uang tidak lebih dari empat ribu rupiah saja di rumah. Saya bertanya dalam hati, “makan apa keluarga saya siang nanti?” Meski kemudian buru-buru saya hapus pertanyaan itu, mengingat nama besar Allah yang Maha Melindungi semua makhluk-Nya yang tawakal.
Saya berangkat, terlebih dulu mengantar si sulung ke sekolahnya. Saya bilang kepadanya bahwa hari ini tidak usah jajan terlebih dulu. Alhamdulillah ia mengerti. Soal pulangnya, ia biasa dijemput tukang ojeg yang –sukurnya- sudah dibayar di muka untuk antar jemput ke sekolah.
Sepanjang jalan menuju kantor saya terus berpikir, dari mana saya bisa mendapatkan uang untuk menjamin malam nanti ada yang bisa dimakan oleh isteri dan dua putri saya. Urusan besok tinggal bagaimana besok saja, yang penting sore ini bisa mendapatkan sesuatu untuk bisa dimakan.
Tiba di kantor, tiba-tiba saya mendapatkan sebungkus mie goreng dari seorang rekan kantor yang sedang milad (berulang tahun). Perut saya yang sejak pagi belum terisi pun mendesak-desak untuk segera diisi. Namun saya ingat bahwa saya tidak memiliki uang selain yang seribu rupiah itu untuk makan siang. Jadi, saya tangguhkan dulu mie goreng itu untuk makan siang saja.
Sepanjang hari kerja, terhitung dua kali saya menelepon isteri di rumah menanyakan kabar anak-anak. “sudah makan belum?” si cantik di seberang telepon hanya menjawab, “Insya Allah,” namun suaranya terasa getir. Saat itu, anak-anak sedang tidur siang.
Pukul lima sore lebih dua puluh menit saya bergegas ke rumah. Sebelumnya saya sudah berniat untuk menginfakkan seribu rupiah di kantong saya jika melewati petugas amal masjid yang biasa ditemui di jalan raya. Sayangnya, sepanjang jalan saya tidak menemukan petugas-petugas itu, mungkin karena sudah terlalu sore. Akhirnya, sekitar separuh perjalanan ke rumah, adzan maghrib berkumandang. Motor pun terparkir di halaman masjid, dan seketika mata ini tertuju kepada kotak amal di pojok masjid. “bismillaah…” saya masukkan dua koin lima ratus rupiah ke kotak tersebut.
Usai sholat, setelah berdoa saya meneruskan perjalanan. Tapi sebelumnya, tangan saya menyentuh sesuatu di kantong celana. Rupanya satu koin lima ratus rupiah. Kemudian saya ceploskan lagi ke kotak amal yang sama.
Sesampainya di rumah, isteri sedang memasak mie instan. Semangkuk mie instan sudah tersaji, “kita makan sama-sama yuk…” ajak si manis. Kemudian saya bilang, “abang sudah kenyang, biar anak-anak saja yang makan”. Anak-anak pun lahap menyantap mie instan plus nasi yang dihidangkan ibu mereka. Rasanya ingin menangis saat itu.
***
Keesokan paginya, isteri menggoreng singkong untuk sarapan. Alhamdulillah masih ada yang bisa dimakan. Sebenarnya hari itu masih punya harapan. Seorang teman isteri beberapa hari lalu meminjam sejumlah uang dan berjanji mengembalikannya Sabtu pagi. Namun yang ditunggu tidak muncul. Bahkan ketika terpaksa saya harus mengantar isteri menemui temannya itu, pun tidak membuahkan hasil.
Tiba-tiba telepon saya berdering, “Pak, saya baru saja mentransfer uang satu juta rupiah ke rekening bapak. Yang empat ratus ribu untuk pesanan 20 buku bapak yang terbaru. Sisanya rezeki untuk anak-anak bapak ya…” seorang sahabat dekat memesan buku karya saya yang terbaru.
Subhanallah, Allahu Akbar! Saya langsung bersujud seketika itu. Saya hanya berinfak seribu lima ratus rupiah dan Allah membalasnya dengan jumlah yang tidak sedikit. Ini matematika Allah, siapa yang tak percaya janji Allah? Yang terpenting, siang itu juga saya buru-buru mengeluarkan sejumlah uang dari yang saya peroleh hari itu untuk diinfakkan.
***
Saya bersyukur tidak memiliki banyak uang maupun tabungan untuk saya genggam. Sebab semakin banyak yang saya miliki tentu semakin berat pertanggungjawaban saya kepada Allah.
Gaw
8 comments:
Halo mas Bayu, masih ingat saya nggak (waktu masih di Forum Pembaca Kompas. Eh masih jadi member nggak ?)
Menarik sekali pengalaman yang mas Bayu sampaikan. Insya Allah mas Bayu sekeluarga selalu diberkahi. Doakan agar saya bisa belajar banyak dari keluarga mas Bayu agar saya bisa selalu mengucap syukur atas karunia yang Allah berikan.
Kapan-kapan jika main ke Bekasi kabari saya mas. Senang jika bisa diskusi dengan mas Bayu.
Subhanallah...
Baca cerita Mas Bayu ini saya jadi tersentuh....
Allah memang hebat yaa Mas Bayu....
Membuat suatu skenario yang logika kita tidak akan bisa mencernanya...
Saya juga salut dengan Mas Bayu dengan sikap tawakalnya kpd Allah, terus istiqomah dg sikap itu ya Mas...
Insya Allah saya akan mengikuti jejak Mas Bayu, agar bisa bertawakal....
Sebab sering banget saya panik jika ada suatu problema yang saya hadapi...
doa'in saya ya mas.... biar bisa tawakal......
≈salam≈
Ada cerita dari seorang Kiai Mas... Ada seseorang yang minta dido'akan karna istrinya harus melahirkan secara Caesar karena posisi si bayi "sungsang", sedangkan dia tidak punya uang 8 Juta untuk operasi. Kiai menyarankan agar dia infaq sebesar 800 ribu. Alhamdulillah, setelah dia infaq, keesokannya istrinya dinyatakan tidak jadi melahirkan secara caesar melainkan hanya secra normal. Sungguh Maha Besar Allah dengan segala kekuatannya....
Salam...
memang benar ya Allah memberikan rizki dari arah yang tidak kita sangka2 hi hi hi
mas... ijin copy artikel dan paste ke blog saya... semoga menjadi berkah dan membawa hikmah untuk semua...terima kasih
Saya yakin hidup yg mas Gaw jalani skrg spt lingkaran ...yg selalu dikelilingi oleh rezeki dan barokah
subhanallah...alhamdulillah..laa haulaa wa laa quwwata illa billah.
mas sy mnitikan air mata wkt baca postingan ini, krn sy sering skali mngalami kjadian spt.terakhir 2 hr yg lalu.slalu saja ada kjutan2 kcil dari-Nya yg tdk prnh bs diduga2 jk kita yakin kpd-Nya. Jazaakallah khair crtnya, smoga hati mas slalu diluruskan spt kalimat awal pembuka tulisan ini :)
subhanallah saya sampe nangis bacanya...makasih mas gaw...
Post a Comment