Gempa dan tsunami yang melanda kawasan Pangandaran, Ciamis, Cilacap, Kebumen, Tasikmalaya dan sepanjang pantai selatan Jawa 17 Juli lalu, ditambah guncangan 6,2 pada skala richter di Ujung Kulon yang getarannya dirasakan juga oleh masyarakat Jabodetabek tiga hari sesudah gempa di Ciamis, membuat masyarakat di Jakarta berpikir, akankah bencana mulai mendekati ibukota? jika dua daerah istimewa sudah terkena bencana besar, mungkinkah berikutnya adalah daerah khusus (ibukota)? Dan boleh jadi gempa dan tsunami di pantai selatan Jawa adalah permulaan sebelum merambat ke Jakarta. Ada pun guncangan di Ujung Kulon adalah tanda-tanda awalnya.
Masyarakat Jakarta sempat lega setelah tidak terjadi gempa susulan -setelah dua kali gempa- pada Kamis, 20 Juli 2006 lalu. Namun ketenangan itu hanya sesaat, terlebih setelah Sulawesi, Bali, Nias, dan -lagi-lagi- Laut Banda diguncang gempa pada hari yang sama, Minggu, 23 Juli 2006. Was-was, cemas, gundah, takut, dan segunung perasaan berkecamuk di benak para penghuni Kota Metropolitan ini. Tidak sedikit yang merasa dihantui datangnya bencana besar, apakah itu gempa maupun tsunami. Ya, dihantui, karena bencana seringkali datang secara misterius, mengendap-endap, tengah malam, dan tanpa memberi aba-aba. Tahu-tahu, ribuan orang mati, keluarga hilang, rumah hancur, dan harta benda pun musnah.
Sesungguhnya, warga Jakarta tak perlu cemas, apalagi takut akan datangnya bencana. Selain berdoa, masyarakat Jakarta harus memiliki keyakinan bahwa keselamatan akan senantiasa memayungi para penghuni kota ini. Apa pasal? seperti halnya bencana seringkali ditimpakan kepada suatu kaum meski hanya segelintir dari kaum tersebut yang membuat Allah murka lantaran berbuat maksiat atau kezaliman, begitu pula dengan keselamatan. Keselamatan akan senantiasa dimiliki Kota Jakarta lantaran masih ada segelintir manusia Kota ini yang sangat peduli dengan saudara-saudara mereka yang selama ini sering tertimpa musibah.
Mari kita lihat. Hitunglah mulai tsunami Aceh Desember 2004, kemudian kelaparan Yahukimo, banjir bandang Jember, longsor Banjarnegara, banjir Manado, letusan Merapi, gempa Yogyakarta, banjir bandang Sinjai, hingga Pangandaran, Ciamis, Tasikmalaya, Cilacap, Kebumen dan sekitarnya, relawan, dermawan, dan bantuan banyak datang dari Jakarta. Baik relawan individu, dermawan perorangan, hingga kepedulian dari perusahaan-perusahaan yang berkantor pusat di Jakarta. Boleh jadi, kedermawanan dan kerelawanan yang ditunjukkan orang-orang Jakarta inilah yang membuat kota ini -insya Allah- selamat dari bencana. Ada pun goncangan 'kecil' yang sempat dirasakan kemarin itu hanyalah sebuah peringatan saja, terutama bagi orang-orang yang lalai. Jadi, selama masih ada kepedulian dari Jakarta, kota ini akan dilindungi dari bencana. Tanpa menafikan daerah lainnya, jika pusat perekonomian negeri ini yang hancur lebur oleh bencana, siapa yang akan membantu? siapa relawannya? siapa pula dermawannya?
Begitu pula dengan daerah lain di negeri ini yang masih diselamatkan Allah dari bencana. Mungkin karena masih banyak orang-orang yang memiliki tingkat kepedulian yang sangat tinggi, sehingga infak dan zakat yang mereka keluarkan berfungsi sebagai penolak bencana. Semakin tinggi kepedulian, semakin banyak yang peduli, Insya Allah semakin tinggi perlindungan Allah kepada kaum tersebut. Namun bukan berarti tidak ada kepedulian, relawan dan dermawan di daerah-daerah yang terkena bencana saat ini. Tentu Allah punya maksud dan rencana dari semua kehendak-Nya. Bukankah dibalik kesulitan selalu ada kemudahan? maka berbahagialah mereka yang diuji Allah dengan bencana saat ini. Sungguh, meski sulit menghadapi hari-hari paska bencana, niscaya kebahagiaan dari Allah akan segera datang. Sebab itu janji-Nya.
Bagaimana jika sudah menunjukkan kepedulian tetapi masih tertimpa bencana? padahal ribuan relawan sudah dikirim dari Jakarta ke daerah bencana, tak terbilang bantuan dari para dermawan Jakarta. Oh, mungkin saja Allah masih menganggapnya kurang. Butuh lebih banyak relawan dan bantuan, diperlukan kedermawanan lebih dari sekadar yang ada sekarang untuk membantu para korban bencana. Bagaimana kalau sudah sangat banyak, tetapi masih juga terkena bencana? jawabannya, mungkin kita kurang ikhlas. Masih ada pamrih di sana, masih ada ego yang ingin ditonjolkan, masih merasa perlu berdiri paling depan agar terkesan paling peduli. Yang datang paling dulu, mengejek yang datang belakangan. Padahal, belum tentu yang terdepan itu yang terbaik di mata Allah. Baiklah, keikhlasan hati ini diperbaiki. Kalau sudah ikhlas tapi masih terkena bencana? hmm, kalau demikian berarti Allah tengah menguji kesabaran kita.
Kepedulian, kerelawanan, dan kedermawanan sudah banyak, ikhlas dan sabar pula. Bagaimana jika kota ini tetap terkena bencana? Jangan berburuk sangka kepada Allah. Sungguh, hanya orang-orang hebatlah yang mampu melalui ujian yang berat. Hanya orang-orang pilihan yang sanggup memikul beban berat. Jika bencana tetap menimpa kita, yakinlah bahwa Allah mencintai warga Jakarta yang telah amat peduli kepada saudara-saudaranya di berbagai daerah bencana. Kadang cinta tidak selalu terlukis indah, ianya bisa berupa cobaan dan ujian yang pahit. Sanggup kita menjalaninya, makin besarlah cinta Allah kepada kita. Mari, tunjukkan seberapa besar cinta kita kepada-Nya. Selamatkan diri, keluarga dan lingkungan kita dengan terus meningkatkan kepedulian. Hingga detik ini Jakarta masih selamat dari bencana, yakinlah itu karena Allah menyayangi orang-orang yang mengasihi saudara-saudaranya yang tertimpa musibah. Wallaahu 'a'lam. (Gaw/www.aksicepattanggap.com)
No comments:
Post a Comment