Anak Betawi yang Keliling Dunia Lewat Blog

Kate siape anak Betawi kagak bise maju? siape kate anak Betawi pade males dan banyak nyang jadi pengangguran? Bukan maksud nyombong atawe unjuk gigi, aye cuma ngasih tau kalo kagak semue anak Betawi kayak nyang ente kire...

Ini cuman persembahan kecil dari anak Betawi asal Tomang, Jembatan Gantung. Mudah-mudahan bise ngasih semangat sedikit ame semue orang, terutame anak betawi yang masih pade bingung idup mau ngapain? Nyok nyok nyoookk...

Wednesday, December 07, 2005

H. Zacky, Potret Keluarga Miskin di Pinggiran Jakarta

Tidak kuasa kami menahan haru menyaksikan kondisi Sebuah rumah yang hampir roboh, dindingnya yang terbuat dari bata putih sudah berangsur condong, atapnya dari asbes bekas sudah porak poranda akibat terpaan angin ribut disertai hujan, yang melanda desa Bedahan Sawangan depok pada hari Rabu 30 November 2005. Rumah dengan bangunan seluas 50 meter persegi dibangun di atas tanah seluas 50 meter persegi itu dihuni oleh H. Zacky Tamam Muslim (57 tahun) bersama sang istri, Hindun (44 tahun) dan enam orang anaknya. Dalam rumah itu juga terdapat dua mantu serta dua cucunya. Berarti rumah yang nyaris roboh tersebut dihuni 3 keluarga dengan 12 jiwa. Mereka hidup tanpa listrik dan tidur beralaskan tikar, seluruh anggota keluarga lebih banyak berpuasa meski diluar bulan Ramadhan.

H. Zakcy yang sebelumnya bernama Lucky Lucas Polhaupessy adalah seorang mualaf yang mengucapkan syahadat pada tahun 1995. Gelar Haji yang dimilikinya adalah hadiah dari Departemen Agama yang memberangkatkannya ke Tanah Suci pada tahun 1997. Keinginannya yang kuat untuk menimba ilmu dan wawasan keislaman salah satunya dilakukan dengan melakukan perjalanan Jihad Muhibah pada tahun 1999 yaitu melakukan berjalan kaki ke seluruh wilayah Indonesia.

Profesi H. Zacky adalah guru privat Bahasa Inggris dan pengrajin maket miniatur menara dari bahan bambu. Setelah krisis moneter tahun 1998, usaha kerajinan tangan mulai suram apalagi setahun yang lalu sang istri menderita sakit stroke memerlukan biaya yang besar, sehingga modal usahanya terpakai untuk membiayai pengobatan istrinya. Demikian pula kegiatan mengajar sebagai guru privat juga sudah mulai berkurang karena biaya transportasi yang mahal akibat kenaikan BBM. Kini mobilitasnya jauh menurun, kalaupun mengajar, sang guru privat ini harus berjalan kaki dari Sawangan ke tempat ia mengajar, antara lain di Jakarta dan di Bogor. Untuk kembali menggerakkan roda ekonomi keluarga, H. Zacky sangat membutuhkan modal usaha. Sebenarnya usaha kerajinan membuat miniatur menara ini banyak pesanan dari beberapa pihak. Saat ini ada permintaan pembiatan miniature rumah adat dan menara yang belum terselesaikan akibat tidak adanya dana.

Hindun, sang istri, pernah menjadi kepala dapur Pesantren Al-Awwabin yang berada di depan rumahnya. Namun setahun yang lalu ia tak lagi bekerja di pesantren tersebut karena penyakit stroke yang dideritanya. Kini Hindun lebih banyak di rumah dan tidak bisa melakukan kegiatan untuk menopang ekonomi keluarganya. Hingga hari ini, Hindun masih perlu perawatan intensif untuk penyakitnya itu. Namun, ketiadaan biaya membuatnya lebih banyak pasrah menerima nasib.

Meski terhimpit ekonominya, namun untuk pendidikan anaknya, H. Zacky sangat memberi perhatian dan berharap kelak anaknya yang masih sekolah dapat membahagiakan orang tuanya di kemudian hari. Upaya ini terlihat dari anak ke tiganya yang masih duduk di bangku SMA kelas 2, mendapatkan beasiswa karena prestasinya dan keahliannya melukis. Tidak selayaknya anak usia SMA yang lain, anak gadis H. Zacky ini juga harus berjuang untuk meringankan orang tuannya. Ia berangkat dan pergi ke sekolah dengan berjalan kaki yang jaraknya lebih dari 5 kilometer. Setelah jam pelajaran sekolah usai, ia tidak langsung pulang, tetapi membantu membersihkan dan merapikan musholla yang berada di lingkungan sekolah. Oleh pengurus mushollah, ia diberi uang jajan dan untuk membeli peralatan sekolah.

1 Desember 2005, di bawah terik matahari dengan berjalan kaki dari rumahnya, H. Zacky menuju kantor ACT yang berjarak lebih dari 25 Km. Lelaki itu berharap ada pihak yang dapat meringankan beban hidupnya. Di kantor ACT, ia diterima oleh staf komunikasi untuk selanjutnya berkas diteruskan ke ACT Rescue di bawah Divisi Program. Dari penuturan H. Zacky dan kesimpulan diskusi Divisi Program, berselang satu hari, Tim ACT Rescue meluncur menuju kediaman H. Zacky untuk melakukan verifikasi dan validasi data. Setelah melihat langsung kondisi rumah dan keluarganya, tak kuasa kami menahan air mata. Tak layak kami menyebut rumah itu sebagai tempat tinggal. Atapnya tinggal seperempat bagian, dindingnya nyaris roboh, lantaran pernah ditabrak mobil. Apabila hujan turun, semua anggota keluarga harus mengungsi sebab kamar dan ruang tamu banjir. Mengingat kondisi rumah yang sudah sangat tidak layak huni, yang sewaktu-waktu rumah tersebut roboh dan dapat mengakibatkan jatuhnya korban. Kadang saat hujan deras, mereka lebih memilih berbasah kuyup kedinginan karena khawatir rumah mereka roboh.

Tim ACT Rescue segera merencanakan untuk melakukan tindakan emergency secepatnya. Yaitu membangun kembali bagian atap rumah dan memasang slope untuk memperkuat rangka penyangga atap.

3 Desember 2005, sepuluh anggota Tim ACT Rescue beraksi bergotong royong membangun atap rumah H. Zacky. Sebagian dana yang diterima ACT dari para donatur, kami pergunakan untuk membangun rumah tersebut. Saat ini, kami masih menerima beberapa sumbangan untuk keluarga H. Zacky.

Meski H. Zakcy dan keluarga kini dapat berlindung dari air hujan, namun ia masih berharap ada pihak yang dapat meringankan beban hidupnya. (Eko Yudho)

Bayu Gawtama
Communication Team
Aksi Cepat Tanggap (ACT)
021-7414482
0852 190 68581

No comments: