Siapa yang menyangka, di tengah malam saat mata terpejam, tubuh rebah setelah seharian berpeluh keringat, tiba-tiba selaut air menghempaskan seluruh bangunan dan isinya. Anak dan isteri hilang, sanak keluarga lainnya tak terdengar kabar hingga berhari-hari. Hewan ternak raib ditelan ombak, begitu juga harta dan barang berharga hasil jerih payah bertahun-tahun. Semua sirna dalam hitungan detik, sekejap tanpa sisa. Di lain tempat, air meluap beriringan dengan getaran bumi yang melululantakkan seisi alam menerjang di pagi hari, saat mata belum lagi jernih, saat tubuh masih menggeliat, ketika sebagian masih bermalas-malas di tempat tidur.
Kalaulah boleh memilih, kenapa bencana tidak datang di siang hari, saat semua penghuni lebih siap dan sigap. Atau di hari libur, saat Ayah tak sedang di kantor, ibu tak sibuk berbelanja di pasar, anak-anak libur sekolah, sehingga semua keluarga berada di rumah bersama-sama bahu membahu menyelamatkan diri dari amukan badai. Mungkin, kalau Allah berkehendak, seluruh keluarga tak terpisah. Walau pun pilihannya, selamat bersama-sama atau bila mati pun pula bersama. Atau setidaknya, ada lebih banyak anggota keluarga yang bisa diselamatkan.
Tapi, bencana memang selalu datang tanpa memberi kabar…
Tak ada yang mampu menduga ketika bencana tiba disaat para petani hendak memanen hasil keringatnya berbulan-bulan. Buah ranum ratusan kilo yang siap dipetik, sirna seketika tersapu badai. Sayur mayur yang baru dipanen dan siap diangkut ke kota, habis dihempas angin topan. Padi menguning yang siap dituai, musnah dihantam bencana, hewan ternak dan ratusan kilo ikan di tambak hanyut dan tenggelam.
Andai boleh meminta, kenapa badai tak datang disaat kebun petani tak sedang berbuah, ketika sayur mayur baru saja dikirim ke kota. Atau ketika padi baru selesai habis dipanen, dan hewan ternak juga ikan-ikan telah habis terjual. Karena dengan begitu, kalau pun harus merugi karena rumah dan kampung hancur berantakan oleh badai, kesedihan tak bertambah dengan hilangnya hewan ternak, buah-buah siap dipanen, juga sayur mayur. Mungkin, sebagian pembayaran belum dilunasi orang-orang di kota, sehingga para korban bencana itu masih punya harapan hidup dengan uang hasil penjualan pertanian mereka.
Tetapi, lagi-lagi kita tak pernah tahu kapan musibah akan menimpa…
Tak satu pun kita mengira, menjelang hari raya, atau saat pesta ulang tahun, mungkin juga menjelang pesta pernikahan, angin topan, puting beliung, tsunami, gempa bumi, banjir bandang datang tanpa permisi. Hancurlah semua yang ada, baju baru, gaun pengantin, kue ulang tahun, makanan untuk pesta, bahkan keluarga dan calon pengantin pun terberangus oleh badai.
Jika pun boleh berharap, badai dan bencana itu datanglah di hari-hari ketika kita tak sedang berbahagia. Mungkin bolehlah di hari ketika kita tengah putus asa, atau saat tak sedang bersemangat hidup dan mati menjadi pilihan yang lebih baik. Jika boleh tawar menawar dengan Sang Pencipta Bencana, tundalah bencana itu hingga lewat hari raya, setelah pesta pernikahan sehingga ada kesempatan bagi kedua mempelai mereguk indahnya berumah tangga, atau setelah kita membuka kado ulang tahun dari teman dan kerabat.
Tapi, kita semua tahu, rencana Allah tak bisa ditawar dan hanya Dia yang tahu. Jika sudah tiba waktunya, tak mungkin ditunda walau sedetik.
Seperti halnya bencana, rezeki juga sering datang tak kenal waktu. Ia bisa kita terima di jalanan, di kantor, di masjid, di warung makan, dan di mana saja. Rezeki bisa tiba-tiba menghampiri kita disaat susah maupun senang, disaat berlebih atau ketika tak sepeser pun mengisi kantong kita. Bedanya dengan bencana, tak ada yang mau tawar menawar soal rezeki, agar dikurangi barang sedikit saja. Tak ada pula manusia di muka bumi ini yang meminta ditunda datangnya rezeki. Karena doa kita pun berbunyi, “dekatkan jika masih jauh, turunkan jika masih di atas, keluarkan dari dalam bumi jika masih di perut bumi, percepat jika memang bisa dipercepat, … dan, perbesarlah jika memang seharusnya kecil…”
Sama dengan musibah dan bencana, rezeki itu urusan Allah, dan hanya Dia yang tahu kapan rezeki itu datang. Ia pun, datang sering tak kenal waktu.
Kali ini, bencana tak menyentuh kita, keluarga, rumah, juga harta kekayaan kita. Allah masih berkenan kita menikmati indahnya hidup, tanpa air mata kehilangan anggota keluarga, atau kehabisan harta kekayaan akibat bencana. Hingga hari ini, bencana terus melanda saudara-saudara kita dan ia sering datang tak kenal waktu.
Maka, teruslah peduli dan berbagi kepada mereka yang tertimpa bencana. Bencana datang tak kenal waktu, semestinya kepedulian kita tak pun tak kenal waktu. Tak terbatas hanya pada bulan suci ramadhan, atau saat kita dalam keadaan lapang. Ingat, sewaktu-waktu sangat mungkin bencana itu menimpa kita. Dan biarkan orang lain yang bergilir membantu kita nanti.
Bayu Gawtama
1 comment:
Assalamu`alaikum warohmatullohi wabarokatuh
Subhanalloh.Tulisan yang sangat bagus, bolehlah di ajarin...!!!
Post a Comment