Anak Betawi yang Keliling Dunia Lewat Blog

Kate siape anak Betawi kagak bise maju? siape kate anak Betawi pade males dan banyak nyang jadi pengangguran? Bukan maksud nyombong atawe unjuk gigi, aye cuma ngasih tau kalo kagak semue anak Betawi kayak nyang ente kire...

Ini cuman persembahan kecil dari anak Betawi asal Tomang, Jembatan Gantung. Mudah-mudahan bise ngasih semangat sedikit ame semue orang, terutame anak betawi yang masih pade bingung idup mau ngapain? Nyok nyok nyoookk...

Saturday, April 08, 2006

Sosok Mengagumkan di Kawasan Kumuh Jakarta

Tiada hari yang tak dilaluinya dengan berkeliling kampung. Seluruh sudut Kelurahan Semper Barat, bahkan Kecamatan Cilincing ia sambangi. Hampir semua pintu pernah diketuknya, sekadar melihat adakah balita-balita yang belum pernah ke Posyandu. Seketika mulutnya mengeluarkan kata-kata yang orang bilang "cerewet", namun tak pernah ada yang berani memprotesnya. Sebab cerewetnya Bu Roso, panggilan akrab kader Posyandu itu, justru untuk kebaikan mereka.

Suroso Sukarsih. Usianya hampir kepala enam, tubuhnya yang gempal tak menghalanginya untuk terus mendatangi rumah-rumah warga di lingkungannya. Terlebih jika sudah waktunya para balita harus ke Posyandu. Ia begitu gesit, bahkan ketika harus menyusuri gang-gang sempit, daerah kumuh dan bau di kawasan Cilincing itu. Bu Roso, kadang harus menjemput Langsung para balita yang ibunya malas atau tak mau membawa balitanya ke Posyandu.

"Saya nggak pinter, saya juga nggak punya apa-apa. Tapi saya bisa melakukan ini untuk membantu warga di sini," ujar Bu Roso tentang semangatnya yang tak pernah kendur melayani warga Cilincing, Jakarta Utara.

Bu Roso bukan ketua RT, bukan Ketua RT, terlebih Lurah. Tetapi ia lebih dihormati, disenangi, dan didengar ucapannya dibanding para pejabat lokal itu. Sepanjang jalan yang disusuri, tak terbilang orang yang mengenal dan menyapanya dengan hormat. Tak hanya kaum ibu, bahkan preman dan pemuda pinggir jalan pun menyapanya sopan.

Tak hanya urusan balita yang digarapnya. Ia pun memimpin segenap kader Posyandu di lingkungannya untuk menjadi relawan TBC. Kini, kesibukannya semakin bertambah untuk mengurusi warga yang mengidap TBC. Tak heran beberapa media yang ingin mendapatkan banyak informasi dan data tentang kasus gizi buruk dan TBC di Cilincing pun langsung menghubunginya. Beberapa LSM pun pernah menjadikannya mitra kerja, meski Bu Roso akan sangat selektif dengan LSM. "Asal tak pasang bendera partai, dan tak berlatar belakang agama, saya mau membantu," tegasnya.

Tak mudah untuk menjadi seorang seperti Bu Roso. Ia melakukan semua itu bukan baru kemarin. Puluhan tahun sudah ia berjuang, berkeliling kampung berbagi peduli terhadap sesama. Dan ia melakoninya dengan cinta, satu tingkat di atas kepedulian.

Siapa pun mau bekerjasama dengannnya, tak hanya para kader Posyandu. Bahkan para Ketua RT, dan kaum lelaki di wilayah itu pun mau membantunya. Semua ibu yang punya balita 'patuh' padanya. Banyak pemuda yang segan terhadapnya. Setiap hendak membuat satu acara, Bu Roso tinggal meminta bantuan para pemuda itu untuk mendermakan tenaganya untuk hal-hal teknis.

Sosoknya amat sederhana, tetapi ia punya wibawa dan kharisma yang luar biasa di wilayah itu. Kata-katanya selalu di dengar warga, tak heran banyak Ketua RW dan bahkan Lurah pun "cemburu" karena mereka tak sebegitu dicintai warganya seperti para warga mencintai Bu Roso.

Ini sebuah pelajaran penting buat kita. Ketika di rumah sendiri ucapan ini sering tak digubris oleh anak dan keluarga sendiri di rumah, bagaimana mungkin kita memiliki izzah di luar? Bu Roso tak punya masalah demikian, karena ucapan-ucapannya pun sangat diperhatikan oleh warga setempat.

Dan satu lagi. Kalau saja seorang Bu Roso di usianya yang cukup tua masih bersemangat untuk terus peduli dan berbagi, bagaimana dengan kita? adakah semangat yang sama kita miliki? Padahal setiap kita selalu punya kesempatan untuk peduli dengan cara dan kemampuan kita sendiri. Sungguh, Bu Roso telah memberi kita satu pelajaran berharga tentang hakikat kepedulian.


Bayu Gawtama

2 comments:

Myr said...

"Asal tak pasang bendera partai, dan tak berlatar belakang agama, saya mau membantu,"

ahaha! ini dia, prinsip kemanusiaan yg universal dan bebas label. salut buat bu roso ;)

Anonymous said...

boleh saya tau, darimana anda bisa kenal sosok bu roso?

terima kasih sebelumnya

yani