Anak Betawi yang Keliling Dunia Lewat Blog

Kate siape anak Betawi kagak bise maju? siape kate anak Betawi pade males dan banyak nyang jadi pengangguran? Bukan maksud nyombong atawe unjuk gigi, aye cuma ngasih tau kalo kagak semue anak Betawi kayak nyang ente kire...

Ini cuman persembahan kecil dari anak Betawi asal Tomang, Jembatan Gantung. Mudah-mudahan bise ngasih semangat sedikit ame semue orang, terutame anak betawi yang masih pade bingung idup mau ngapain? Nyok nyok nyoookk...

Tuesday, February 21, 2006

Menangis Saja Tak Cukup

Bagaimana reaksi kita saat melihat berita-berita tentang derita orang lain di televisi, atau membaca kisah sedih memilukan di surat kabar? tentang jutaan anak balita yang kekurangan gizi dan akhirnya menderita gizi buruk dan busung lapar di berbagai daerah, tentang bencana banjir dan longsor yang menghancurkan ribuan rumah dan ribuan hektar sawah serta ladang, juga menelan korban jiwa, tentang orang-orang yang kehilangan Ayah, Ibu, anak, saudara, kerabat dan sahabat akibat bencana, termasuk pemandangan sehari-hari di televisi kita tentang puluhan desa di banyak wilayah di negeri ini yang kesulitan untuk mendapatkan makan? Tak sedikit warga yang kelaparan usai bencana melanda kampung mereka.

Sedihkah kita? menangiskah saat lintasan-lintasan peristiwa itu terpampang di layar kaca? atau kita bersikap biasa karena bencana-bencana itu terjadi jauh dari rumah kita sendiri. Tak bergeming diri ini untuk turut membantu karena tak satu pun saudara dekat, kerabat atau sahabat kita yang termasuk dalam daftar korban?

Mari simak kembali, nyaris semua bencana yang terjadi menimpa saudara-saudara kita yang kekurangan. Sebelum bencana, mereka sudah berada dalam kesusahan, hidup dalam kemiskinan dan serba kekurangan. Tanpa bencana, mereka pun sudah menderita. Dan tiba-tiba bencana datang meluluhlantakkan semua yang mereka punya. Sungguh, mereka tak punya apapun selain gubuk atau rumah bilik beratap jerami, yang di dalamnya hanya tersedia bahan makanan untuk sehari, tungku api pengganti kompor yang tak pernah terbeli, dandang, panci dan wajan yang penuh tambalan, teko air yang sudah penyok di setiap sisinya, beberapa buah gelas yang bergantian dipakai oleh seluruh anggota keluarga, piring kaleng yang lebih mirip wadah untuk kita memberi makan ternak, dan beberapa potong pakaian tak layak pakai.

Hanya itu yang mereka punya. Dan bencana merenggut sedikit harta benda mereka dalam waktu sekejap. Jangankan menyelamatkan harta yang tak ternilai itu, bahkan menolong anak, Ayah, Ibu, dan saudara pun tak bisa lakukan. Meraka hanya bisa berteriak dan melihat anggota keluarga mereka hanyut tersapu badai, sambil berharap keajaiban kan datang menyelematkan keluarga terkasih. Tapi, hari dan minggu berlalu, tak satu pun yang kembali.

Hingga hari ini, puluhan ribu korban bencana masih berharap anak-anak mereka kembali, Ayah dan Ibu mereka pulang, lengkap dengan baju yang dikenakannya pada saat musibah. Tak ada sedikit pun luka membekas di wajah dan tubuh orang-orang terkasih itu, seolah bencana tak pernah terjadi. Ada harap mereka kan kembali mendekap tubuh-tubuh hangat itu, yang sekian lama tak bersua. Sayangnya, mereka hanya bisa menjumpai orang terkasih itu dalam mimpi. Semua yang pergi takkan pernah kembali, walau mereka tak pernah berhenti berharap. Hingga detik ini.

Kita tak kan pernah bisa menghapus air mata mereka, tak pernah sanggup menghentikan tangis para korban bencana dan membuat mereka kembali ceria. Namun kita masih bisa menangis bersama mereka, hari ini, esok dan sampai kapan pun mereka membutuhkan empati kita.

Tetapi menangis saja tentu tak cukup. Kepedulian kita pasti dapat meringankan beban mereka, sedikit mengembalikan kepercayaan para korban bencana bahwa mereka tak sendiri. Masih ada "keluarga" dari jauh yang meski tak pernah bersua, namun tetap memperhatikan saudaranya. Kitalah keluarga baru mereka itu...

Bayu Gawtama

3 comments:

L. Pralangga said...

Kepedulian itu mesti diasah, dengan karakter dan kualitas yan ada pada gaw dan tulisan2 ini moga2 bis ateru menambah kepedulian mereka diluar sana - keep writing because you inspires others! :)

Ririn said...

setuju...
air mata, ikut menangis gak akan meringankan beban mereka...
peduli adalah hal utama ;)

Anonymous said...

Gaw, color fontnya kurang kontas sama background. Ane nggak bisa baca sama sekali. Padahal kalo jelas kebaca kan praktis... just comment. Tapi isi tulisanmu dalam, penuh makna dan banyak hikmah. Alhamdulillah...