Pernah dengar kisah Nuraliansyah atau Ali? Buah perkawinan Ela (21) dan Nasrullah (27) yang meninggal dunia di usianya yang masih sangat muda lantaran penyakit yang tak sempat tertolong setelah mendapat dua kali penolakan oleh dua rumah sakit di Jakarta.
Penghasilan jauh dari cukup yang didapat Nasrullah sebagai loper koran di terminal Kampung Melayu memaksa Ela nekat menjadi pembantu rumah tangga guna memenuhi kebutuhan hidup. Padahal, Ali yang masih berusia dua bulan masih sangat membutuhkan perhatian sang ibu. Si kecil Ali pun dititipkan ke tempat neneknya di Ciracas, Jakarta Timur.
Ali yang jarang dibawa ke Posyandu mengalami muntah berak dan berat badannya turun drastis setelah minum susu Lactogen. Kondisi Ali yang sedang sakit sebenarnya diketahui pihak Puskesmas setempat, namun tidak ada tindakan khusus. Kondisi Ali pun semakin parah. Malang bagi Ali, uang Rp. 1 juta yang tak mampu disediakan orang tuanya membuat pihak RS. Pasar Rebo tak bisa menerima Ali untuk dirawat inap. Begitu juga dengan RS. Budi Asih yang meminta uang panjar sebesar Rp. 500 ribu. Akhirnya, dengan Rp. 250 ribu yang dipunya, Ali yang membutuhkan perawatan intensif itu hanya mendapat resep dan obat jalan.
Tim Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang mendapat laporan tersebut langsung memberikan bantuan. Sebelumnya Ali terlebih dulu dibawa ke RS Haji Pondok Gede berkat bantuan Andi, saudara ipar Ela, pada akhir Juni 2005. Menurut dokter, Ali mengalami gangguan paru-paru selain harus terus menerus ditransfusi darah. Berat badannya saat itu pun hanya 3,3 kg.
Meski telah mendapat bantuan dari tim medis hingga berat badan Ali bertambah menjadi 3,8 kg, namun semua itu terasa sangat terlambat. 23 Juli 2005, tepatnya pukul 16.55, si kecil Ali menghembuskan nafas terakhirnya, meninggalkan isak tangis ibu dan ayahnya yang tak pernah mengerti, mengapa mereka yang harus terpilih menjalani kepahitan ini.
***
Lebih dari 700 juta orang di dunia kini dinilai PBB dalam kondisi kelaparan. Lebih dari 800 juta orang di dunia hanya memiliki satu pakaian untuk dipakai. Dan lebih dari 700 juta orang di dunia meninggal setiap hari karena tak ada dokter atau pengobatan.
Tak inginkah kita mengurangi jumlah di atas hanya karena nama kita tak termasuk dalam sekian ratus juta itu? Akankah kita membiarkan Ali-Ali lainnya mengalami nasib yang sama?
Bayu Gawtama
No comments:
Post a Comment