Anak Betawi yang Keliling Dunia Lewat Blog

Kate siape anak Betawi kagak bise maju? siape kate anak Betawi pade males dan banyak nyang jadi pengangguran? Bukan maksud nyombong atawe unjuk gigi, aye cuma ngasih tau kalo kagak semue anak Betawi kayak nyang ente kire...

Ini cuman persembahan kecil dari anak Betawi asal Tomang, Jembatan Gantung. Mudah-mudahan bise ngasih semangat sedikit ame semue orang, terutame anak betawi yang masih pade bingung idup mau ngapain? Nyok nyok nyoookk...

Thursday, October 23, 2008

Ibadah for Sale

Ada tradisi unik dalam pernikahan di beberapa daerah yang saya temui. Ini bukan soal pelaksanaan adat pernikahan masing-masing daerah itu, melainkan soal angpaw yang biasa diterima pasangan pengantin atau keluarga pengantin sepanjang pernikahan. Percaya atau tidak, di beberapa daerah jika seseorang memberikan angpaw saat menghadiri pernikahan, maka si tuan rumah akan langsung membuka amplop itu langsung di hadapan tamunya itu dan mencatat nominalnya. Maksudnya jelas, jika nanti si tamu menikahkan anaknya, maka sejumlah nominal itu pula yang akan diberikan kepadanya. Tidak jelas apakah mereka memerhitungkan tingkat inflasi dan perubahan harga-harga lainnya dalam rentang waktu tersebut.

Lain di desa lain pula di kota. Dalam satu dekade terakhir, kita pasti tak aneh dengan kalimat yang tertera di kartu undangan pernikahan, “dengan tidak mengurangi rasa hormat kami, dimohon tidak memberikan ungkapan bahagia dalam bentuk cinderamata atau karangan bunga”. Maksudnya, “Uang saja ya, jangan barang, nanti repot menjualnya”. Mungkin masih menahan rasa malu untuk terang-terangan mencantumkan nomor rekening di kartu undangan. Atau mungkin suatu saat kita akan menemukannya.

Meskipun si tuan rumah punya alasan sendiri, “kalau uang bisa lebih bermanfaat untuk keperluan sebuah keluarga baru”. Tapi nampaknya hal ini sudah menjadi satu ketentuan umum yang lumrah, bahkan cenderung wajib. Bagi sebagian tamu, tentu saja memudahkan karena tidak perlu repot membeli dan membungkus kado dan menjinjingnya ke acara pernikahan. Walau bagi yang lainnya, lumayan membingungkan. Pasalnya, kalau ia biasa membeli kado dengan harga yang bisa disesuaikan dengan situasi kantongnya saat itu, namun dalam bentuk uang adakalanya harus merogoh kocek lebih dalam. Terlebih jika yang menikah adalah sahabat dekat, atasan atau kolega strategis.

Pada kenyataannya, perihal “minta uangnya saja” dalam pernikahan juga dimanfaatkan sebagian orang yang punya uang pas-pasan ketika hendak menghadiri pernikahan. Mumpung pakai amplop dan tidak perlu diberi nama, uang sepuluh ribu pun tidak ada yang tahu. Yang penting bisa makan enak, atau dalam bahasa kalangan mahasiswa, “perbaikan gizi”. Cerita menariknya, tidak sedikit pula keluarga mempelai yang gigit jari lantaran banyak amplop kosong yang didapat.

Soal angpaw pun kerap menjadi pemicu keributan di dalam keluarga. Masa indah yang harusnya dinikmati kedua mempelai, harus diwarnai dengan aksi saling merasa memiliki “hasil” acara resepsi. Sang pengantin merasa berhak karena ialah aktor dari cerita ini, namun kedua orang tua pun tak mau kalah. Karena merasa sudah mengeluarkan cukup banyak modal, maka mereka pun punya kepentingan untuk mendapatkan setidaknya Break Event Point (BEP) alias balik modal. Sukur-sukur kalau ada lebihnya sebagai keuntungan yang bisa dibagi-bagi sesuai prosentase peran dan andil dalam proses pernikahan.

Nikah itu ibadah, segala prosesnya dari A sampai Z jika diniatkan sebagai ibadah akan bernilai ibadah pula di mata Allah. Semestinya tetap demikian, sepanjang tidak berniat mencari keuntungan materi dari ibadah yang dilakukan. Sebab, tidak sedikit orang yang sudah memerhitungkan untung rugi materi saat hendak melakukan prosesi ibadah, pernikahan misalnya. Ada yang benar-benar meraup untung besar, ada pula yang tekor alias rugi dan tidak balik modal.

Yang pernah meraup untung pun dengan bangganya memberikan sedikit tips kepada calon penyelenggara pernikahan agar tak mengalami kerugian. “Jodohkan dengan anak pejabat, selebritis atau pengusaha” ini tips pertama. Tips kedua, “minta calon suami yang menanggung semua biaya sampai hal terkecil, sementara Anda lah penguasa tunggal amplop-amplop yang masuk ke kotak resepsi”. Tips ketiganya, “semua urusan pernikahan Anda yang mengaturnya, jadi Anda tahu berapa selisih yang didapat dari anggaran”

Wuah, hebat sekali! Pernikahan sudah benar-benar menjadi industri yang bisa memberikan keuntungan menggiurkan. Ini namanya ibadah for sale, tidak bedanya dengan anak-anak muda yang pura-pura menutup lubang di jalan raya dengan puing ala kadarnya sambil menyorongkan baki atau topinya meminta sumbangan. Padahal, kalau mereka ikhlas melakukannya, itu bisa bernilai ibadah di mata Allah.

Lihat juga para pendoa yang menjual jasa doa-doanya di area pemakaman, atau bahkan yang lebih menarik lagi, saya mendapati ratusan orang beramai-ramai mengikuti sholat jenazah di sebuah masjid. Saya pikir si jenazah ini orang saleh yang karena ketaqwaannya ia disegani masyarakat, sehingga ketika ia meninggal banyak orang yang ikut menyolati jenazahnya. Rupanya saya salah, karena sebagian besar orang-orang justru tak begitu mengenal si jenazah. Dan saya memang benar-benar salah setelah melihat langsung salah seorang anggota keluarga menyelipkan amplop kepada para jamaah usai sholat jenazah. “Imamnya lebih besar nominalnya” begitu katanya.

Terakhir, seorang kawan bertanya kepada saya, “kalau ustadz yang pasang tarif untuk ceramah, masuk ketegori ini nggak?” Wah, saya cuma bisa mesem-mesem sambil menjawab, “Untung saya nggak pernah mengaku sebagai ustadz”. (gaw)

http://warnaislam.com

2 comments:

Learn English said...

wah kok postingannya hampir sama :)

salam kenal aja mas bayu

http://hmcahyo.wordpress.com/2008/10/28/ibsn-ketika-musim-%e2%80%a6%e2%80%a6/

pupuk organik said...

pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik