Anak Betawi yang Keliling Dunia Lewat Blog

Kate siape anak Betawi kagak bise maju? siape kate anak Betawi pade males dan banyak nyang jadi pengangguran? Bukan maksud nyombong atawe unjuk gigi, aye cuma ngasih tau kalo kagak semue anak Betawi kayak nyang ente kire...

Ini cuman persembahan kecil dari anak Betawi asal Tomang, Jembatan Gantung. Mudah-mudahan bise ngasih semangat sedikit ame semue orang, terutame anak betawi yang masih pade bingung idup mau ngapain? Nyok nyok nyoookk...

Thursday, February 15, 2007

Anak Lebak Wangi Mimpi Ke Monas

Ada yang pernah mendengar Kampung Lebak Wangi? Wajar jika Anda belum pernah mendengarnya. Mungkin nama tersebut tidak tertulis di peta Jawa Barat, dan ini bukan daerah bernama Lebak di Banten yang sudah kadung kesohor lantaran satu wilayah dengan kawasan baduy. Bukan, sekali lagi bukan. Sebab daerah kecil ini hanya berjarak tempuh kurang lebih setengah jam dari Jakarta Selatan, atau setengah jam dari Kota Bogor.

Kampung Lebak Wangi, sebuah kampung di wilayah Parung, Bogor, Jawa Barat. Jika berkesempatan melintasi daerah tersebut, singgahlah di Jl. Kamboja, RT. 001 RW. 01 Kampung Lebak Wangi, Desa Pemagarsari, Kecamatan Parung. Ada sebuah rumah yang dijadikan Taman Baca, bernama WARABAL (Warung Baca Lebak Wangi). Kiswanti, seorang ibu rumah tangga yang gundah melihat anak-anak kampung yang lebih gemar bermain playstation atau menonton tayangan-tayangan televisi dan film yang tidak mendidik, tergerak untuk merogoh kocek pribadinya untuk membeli buku. Tentu saja, cita-citanya hanya satu, agar anak-anak kampung Lebak Wangi gemar membaca. "Bagaimana kampung ini bisa maju, jika anak-anak kami tidak cerdas?" resah Kiswanti.

Kiswanti bukanlah orang berada, ia bukan sosok yang memiliki banyak harta sehingga berani mengeluarkan sejumlah uang untuk membuat taman bacaan di rumahnya. Sosok Kiswanti di lingkungannya dikenal sebagai ibu rumah tangga, namun yang membedakan ia dengan ibu rumah tangga lainnya, adalah kegundahannya akan masa depan anak-anak dan kampung tercintanya. Karena itu, 4 Desember 2003, berdirilah Taman Baca WARABAL, sebuah nama yang sangat sederhana, dirangkai oleh seorang ibu yang juga sederhana. Koleksi bukunya pun tidak banyak, hanya sekitar 180 buku, sebagian merupakan koleksi pribadinya, sebagian lainnya dibeli dari uangnya sendiri.

Bukan hal mudah bagi seorang Kiswanti merintis usaha mulianya mencerdaskan anak-anak kampung Lebak Wangi. Mulanya, Taman Baca-nya tak dilirik sama sekali oleh anak-anak. Namun Kiswanti pantang menyerah, jika di kampungnya tidak banyak anak-anak yang mau membaca, maka ia bersepeda belasan kilometer setiap hari untuk bertandang ke kampung lainnya. Setiap hari, di sore hari Kiswanti mengayuh sepeda dan singgah di berbagai kampung. Yang ditawarkan hanya satu, buku-buku yang disusun di rak sepedanya.

Sebagai seorang manusia, tentu saja ia punya rasa lelah. Terlebih bila tidak banyak anak-anak yang mau membaca buku-buku yang dibawanya. Padahal, ia harus menggadaikan banyak hal untuk melakukan perjuangan mulia tersebut. Namun, senyum Kiswanti langsung mengembang tatkala ada satu-dua anak yang menghampiri sepedanya untuk membaca-baca. Ya, mulanya hanya satu-dua anak saja di setiap kampung yang dikunjunginya, itulah yang senantiasa menjadi energi tambahan perempuan sederhana ini untuk terus mengayuh hingga puluhan kilometer setiap hari.

Kerja kerasnya berbuah hasil. Dari 180 koleksi bukunya, kini Taman Baca WARABAL sudah mengoleksi 1714 buku yang terdiri dari buku bacaan anak, komik, majalah dan beberapa bentuk mainan anak-anak. Semuanya ia usahakan sendiri, bekerja sama dengan Komunitas 1001buku dan berbagai pihak donatur yang terkesan dengan perjuangannya. Memang, Kiswanti tidak pernah berhenti meminta bantuan siapa pun yang tergerak untuk menyumbangkan buku untuk taman bacanya. "Anak-anak yang baca, tidak satu pun yang dimintai bayaran. Semuanya gratis," tegas Kiswanti

Hingga hari ini, Kiswanti masih terus mengayuh sepeda belasan kilometer setiap hari untuk singgah di kampung-kampung lain yang jauh dari taman bacanya. Meski jumlah anak-anak yang sering singgah ke taman bacanya saat ini pun sudah semakin banyak. "Ada sekitar 60-an anak, tapi saya kasihan sama anak-anak kampung lain yang tidak bisa datang ke sini. Makanya saya masih harus terus membawakan buku ke kampung mereka," tambahnya.

Beberapa waktu lalu, saya berkesempatan bertemu lagi dengan Kiswanti di sebuah forum para pecinta buku di Pertamina. Masih seperti dulu, Kiswanti tidak pernah bosan membawa serta flyer, foto-foto, dan berbagai liputan berita mengenai taman baca dan profil dirinya. Bukan bermaksud menyombongkan diri, Kiswanti hanya ingin lebih banyak orang tahu tentang Taman Bacanya, tentang Kampung Lebak Wangi, dan yang pasti tentang kebutuhannya akan buku yang lebih banyak untuk anak-anak. "Buku-bukunya cuma segitu, anak-anak sudah mulai bosan, setiap kali datang tidak ada buku yang baru. Bisa bantu ya mas..." harapnya.

Sesaat sebelum berpisah dengan Kiswanti, ia berpesan, "Mas, kalau ada teman-temannya yang kelebihan uang. Anak-anak kampung saya sesekali diajak ke Monas ya, mereka kepengen tahu Monas. Selama ini cuma lihat di televisi saja"

Duh, anak Lebak. Monas sebenarnya tidak lah jauh dari kampung mereka. Namun mereka hanya bisa menikmati gambarnya di buku dan di televisi. Di saat anak-anak di kota tak lagi melirik tugu kebanggaan Jakarta itu, justru anak-anak di Lebak Wangi masih harus memendam mimpinya untuk menjejakkan kaki di Monas. Ada yang ingin membantu mewujudkan mimpi mereka?

Gaw
jika ada yang mau membantu, mari bersama kita mewujudkannya. hubungi saya di email bayugautama@yahoo.com atau hp: 0815 105 35 424 (0852 190 68581 baru akan berfungsi hari jum'at, 16 feb 2007)

No comments: