Anak Betawi yang Keliling Dunia Lewat Blog

Kate siape anak Betawi kagak bise maju? siape kate anak Betawi pade males dan banyak nyang jadi pengangguran? Bukan maksud nyombong atawe unjuk gigi, aye cuma ngasih tau kalo kagak semue anak Betawi kayak nyang ente kire...

Ini cuman persembahan kecil dari anak Betawi asal Tomang, Jembatan Gantung. Mudah-mudahan bise ngasih semangat sedikit ame semue orang, terutame anak betawi yang masih pade bingung idup mau ngapain? Nyok nyok nyoookk...

Friday, February 23, 2007

Allah Selalu Ada... Yakin deh!

Entah kenapa saya ingin sharing cerita ini. Tiada maksud lain kecuali berbagi pengalaman yang membuat saya semakin yakin, bahwa Allah senantiasa ada disaat kita membutuhkan kehadiran-Nya. Sekali lagi yang ingin saya tegaskan, Allah selalu hadir jika kita membutuhkannya, meski sesungguhnya Allah tidak pernah kemana-mana dan senantiasa di dekat kita. Hanya saja, seringkali kita mengabaikan keberadaannya, atau bahkan sedang 'tidak' membutuhkan-Nya.

Pekan kedua di bulan Februari ini, saya mengalami banyak hal yang cukup menguras pikiran. Ini bukan soal handphone yang hilang, lebih dari itu. Ibu saya sakit dan butuh biaya yang tidak sedikit. Di pihak lain, Ayah (mertua) saya masuk rumah sakit, dirawat dan sudah tentu membutuhkan biaya. Memang tidak hanya saya, anak yang harus menanggung semua biaya tersebut dan biasanya memang tidak demikian. Hanya saja, -saya yakin ini skenario Allah- adik-adik saya, dan juga adik-adik isteri, untuk kali ini tidak bisa maksimal membantu seperti biasanya. Jadilah, sebagian besar biaya itu harus diselesaikan oleh saya.

Saya mencoba tenang untuk mengatasinya. "Insya Allah ada," jawaban saya untuk isteri yang bertanya, "Abang punya uang?"

Alhamdulillah uang di tabungan sudah dikirim untuk membeli obat ibu. Kini giliran mengupayakan uang untuk biaya rumah sakit Ayah. Di pekan kedua Februari itu, mulai bingung memutar otak dari mana mencari uang, padahal tiga hari lalu Ayah sudah boleh pulang. Saya pun teringat satu hal yang membuat optimis bisa mengatasi semua ini. Bulan Februari adalah bulan pembayaran royalti buku saya. "Semoga penerbit tidak telat mentransfernya ya Allah," doa saya.

Senin sore pekan kedua itu, mampir ke ATM untuk cek saldo. Mengernyit dahi ini, melihat saldo tidak bertambah. Berarti belum ada transferan royalti. Saya pun pulang dengan lesu. Dua hari lagi Ayah pulang, uang belum di tangan. Esok malamnya, saya berniat kembali ke ATM, lagi-lagi untuk cek saldo. Sebelumnya, mampir dulu membeli martabak pesanan si kecil. Pada saat menunggu pesanan, tiba-tiba seseorang mencolek lengan saya, "kasihan pak, minta uang pak..." rupanya seorang nenek pengemis.

Ada tinggal satu lembar uang di kantong, karena sebelumnya sudah saya bayarkan ke tukang martabak. "bismillaaah..." yang selembar itulah yang saya berikan ke pengemis tua itu. Sedetik kemudian, meluncurlah sebaris doa, "dimudahkan urusannya, dilancarkan rezekinya, dipanjangkan umurnya..." Tidak menunggu aba-aba, saya segera mengaminkan doa pengemis tua itu.

Memang, doa seperti itu yang saya harapkan. Secepat mungkin saya mengaminkan doa itu, berharap Allah benar-benar memudahkan segala urusan yang tengah merumitkan pikiran ini. Setelah membeli martabak, mampir lah saya ke ATM untuk cek saldo. "Semoga sudah ada," harap saya.

Malang niang nasib lelaki ini. Baru saja memasukkan kartu ATM, rupanya mesin ATM-nya error. Kartu langsung tertelan, sedang hari sudah malam. Tidak bisa complain terhadap petugas bank atau lainnya saya mencoba membenahi hati, "terima kasih Allah telah melatih kesabaran buat hamba" ujar saya dalam hati.

Esoknya, tepat di hari Ayah akan pulang dari rumah sakit. Saya kembali ke Bank tempat kartu ATM saya 'tertelan' untuk mengurusnya. Tak lebih dari lima belas menit, urusan pun selesai. Saat itulah saya menuju ATM lagi, dan "Subhanallah, terima kasih ya Allah..." saya bersyukur habis-habisan. Sejumlah uang yang saya butuhkan untuk biaya rumah sakit nampaknya bukan lagi masalah.

Terima kasih Allah, atas pelajaran berharga di pekan kedua Februari itu. Allah, memang selalu hadir disaat kita memang membutuhkan-Nya. Walau saya pun tahu, andai kita mengabaikan-Nya pun, Dia selalu ada. (gaw)

Monday, February 19, 2007

Menolonglah, Anda pun Akan Ditolong!

Zul, panggil saja begitu. Sahabat dekat satu ini jarang berbasa-basi, jika bicara selalu 'tu de poin' alias langsung ke permasalahan. Seperti hari itu, ia bercerita tentang pengalaman menariknya di perjalanan menuju kantor. Saat itu, ia yang tengah mengendarai mobil dalam kecepatan tinggi melihat mobil lain yang juga dengan kecepatan yang sama, bermasalah dengan rodanya. Roda mobil tersebut terlihat oleng, namun si pengendara tidak menyadarinya. Zul segera memberi tanda agar mobil tersebut segera menepi khawatir terjadi kecelakaan.

Tak lama kemudian, mobil itu pun berhenti dan memeriksa bagian rodanya. Zul memang hanya berhenti sesaat untuk memastikan si pengendara sudah melihat langsung kondisi rodanya. Ia pun kembali melaju setelah pengendara tadi melemparkan senyum dan acungan jempol pertanda terima kasih.

"Saya lihat, dia tidak sadar kalau rodanya bermasalah. Alhamdulillah saya bisa menolong seseorang hari ini," ujar Zul.

Sore harinya, Zul pergi lagi menuju Bandara Soekarno Hatta hendak mengantar seorang rekan kerjanya. Sesampainya di bandara, ia ditegur seseorang yang memberi tahu bahwa dompet di celananya menyembul dan hampir jatuh. "Alhamdulillah," kata Zul singkat.

Rupanya, Zul tidak sadar bahwa dompetnya hampir jatuh. Kalau pun tidak jatuh, dengan dompet yang menyembul seperti itu, sangat mungkin memancing tangan-tangan jahil untuk menjamahnya. Padahal, di dompetnya tersimpan cukup banyak uang.

"Saya yakin, inilah balasan untuk pertolongan saya kepada pengemudi mobil pagi tadi," ungkapnya terharu.

Ya Zul, boleh jadi demikian. Kita menolong orang lain, Insya Allah kita akan ditolong oleh orang lain.Tidak selalu oleh orang yang bersangkutan, mungkin saja oleh orang yang berbeda. Sebab sudah ada yang mengatur skenario tersebut, semua menjadi rencana Allah. Sebab Allah pun berjanji, sesiapa yang menolong (agama) Allah, maka Allah akan menolong dan mengukuhkan kedudukannya.

Gaw

Thursday, February 15, 2007

Anak Lebak Wangi Mimpi Ke Monas

Ada yang pernah mendengar Kampung Lebak Wangi? Wajar jika Anda belum pernah mendengarnya. Mungkin nama tersebut tidak tertulis di peta Jawa Barat, dan ini bukan daerah bernama Lebak di Banten yang sudah kadung kesohor lantaran satu wilayah dengan kawasan baduy. Bukan, sekali lagi bukan. Sebab daerah kecil ini hanya berjarak tempuh kurang lebih setengah jam dari Jakarta Selatan, atau setengah jam dari Kota Bogor.

Kampung Lebak Wangi, sebuah kampung di wilayah Parung, Bogor, Jawa Barat. Jika berkesempatan melintasi daerah tersebut, singgahlah di Jl. Kamboja, RT. 001 RW. 01 Kampung Lebak Wangi, Desa Pemagarsari, Kecamatan Parung. Ada sebuah rumah yang dijadikan Taman Baca, bernama WARABAL (Warung Baca Lebak Wangi). Kiswanti, seorang ibu rumah tangga yang gundah melihat anak-anak kampung yang lebih gemar bermain playstation atau menonton tayangan-tayangan televisi dan film yang tidak mendidik, tergerak untuk merogoh kocek pribadinya untuk membeli buku. Tentu saja, cita-citanya hanya satu, agar anak-anak kampung Lebak Wangi gemar membaca. "Bagaimana kampung ini bisa maju, jika anak-anak kami tidak cerdas?" resah Kiswanti.

Kiswanti bukanlah orang berada, ia bukan sosok yang memiliki banyak harta sehingga berani mengeluarkan sejumlah uang untuk membuat taman bacaan di rumahnya. Sosok Kiswanti di lingkungannya dikenal sebagai ibu rumah tangga, namun yang membedakan ia dengan ibu rumah tangga lainnya, adalah kegundahannya akan masa depan anak-anak dan kampung tercintanya. Karena itu, 4 Desember 2003, berdirilah Taman Baca WARABAL, sebuah nama yang sangat sederhana, dirangkai oleh seorang ibu yang juga sederhana. Koleksi bukunya pun tidak banyak, hanya sekitar 180 buku, sebagian merupakan koleksi pribadinya, sebagian lainnya dibeli dari uangnya sendiri.

Bukan hal mudah bagi seorang Kiswanti merintis usaha mulianya mencerdaskan anak-anak kampung Lebak Wangi. Mulanya, Taman Baca-nya tak dilirik sama sekali oleh anak-anak. Namun Kiswanti pantang menyerah, jika di kampungnya tidak banyak anak-anak yang mau membaca, maka ia bersepeda belasan kilometer setiap hari untuk bertandang ke kampung lainnya. Setiap hari, di sore hari Kiswanti mengayuh sepeda dan singgah di berbagai kampung. Yang ditawarkan hanya satu, buku-buku yang disusun di rak sepedanya.

Sebagai seorang manusia, tentu saja ia punya rasa lelah. Terlebih bila tidak banyak anak-anak yang mau membaca buku-buku yang dibawanya. Padahal, ia harus menggadaikan banyak hal untuk melakukan perjuangan mulia tersebut. Namun, senyum Kiswanti langsung mengembang tatkala ada satu-dua anak yang menghampiri sepedanya untuk membaca-baca. Ya, mulanya hanya satu-dua anak saja di setiap kampung yang dikunjunginya, itulah yang senantiasa menjadi energi tambahan perempuan sederhana ini untuk terus mengayuh hingga puluhan kilometer setiap hari.

Kerja kerasnya berbuah hasil. Dari 180 koleksi bukunya, kini Taman Baca WARABAL sudah mengoleksi 1714 buku yang terdiri dari buku bacaan anak, komik, majalah dan beberapa bentuk mainan anak-anak. Semuanya ia usahakan sendiri, bekerja sama dengan Komunitas 1001buku dan berbagai pihak donatur yang terkesan dengan perjuangannya. Memang, Kiswanti tidak pernah berhenti meminta bantuan siapa pun yang tergerak untuk menyumbangkan buku untuk taman bacanya. "Anak-anak yang baca, tidak satu pun yang dimintai bayaran. Semuanya gratis," tegas Kiswanti

Hingga hari ini, Kiswanti masih terus mengayuh sepeda belasan kilometer setiap hari untuk singgah di kampung-kampung lain yang jauh dari taman bacanya. Meski jumlah anak-anak yang sering singgah ke taman bacanya saat ini pun sudah semakin banyak. "Ada sekitar 60-an anak, tapi saya kasihan sama anak-anak kampung lain yang tidak bisa datang ke sini. Makanya saya masih harus terus membawakan buku ke kampung mereka," tambahnya.

Beberapa waktu lalu, saya berkesempatan bertemu lagi dengan Kiswanti di sebuah forum para pecinta buku di Pertamina. Masih seperti dulu, Kiswanti tidak pernah bosan membawa serta flyer, foto-foto, dan berbagai liputan berita mengenai taman baca dan profil dirinya. Bukan bermaksud menyombongkan diri, Kiswanti hanya ingin lebih banyak orang tahu tentang Taman Bacanya, tentang Kampung Lebak Wangi, dan yang pasti tentang kebutuhannya akan buku yang lebih banyak untuk anak-anak. "Buku-bukunya cuma segitu, anak-anak sudah mulai bosan, setiap kali datang tidak ada buku yang baru. Bisa bantu ya mas..." harapnya.

Sesaat sebelum berpisah dengan Kiswanti, ia berpesan, "Mas, kalau ada teman-temannya yang kelebihan uang. Anak-anak kampung saya sesekali diajak ke Monas ya, mereka kepengen tahu Monas. Selama ini cuma lihat di televisi saja"

Duh, anak Lebak. Monas sebenarnya tidak lah jauh dari kampung mereka. Namun mereka hanya bisa menikmati gambarnya di buku dan di televisi. Di saat anak-anak di kota tak lagi melirik tugu kebanggaan Jakarta itu, justru anak-anak di Lebak Wangi masih harus memendam mimpinya untuk menjejakkan kaki di Monas. Ada yang ingin membantu mewujudkan mimpi mereka?

Gaw
jika ada yang mau membantu, mari bersama kita mewujudkannya. hubungi saya di email bayugautama@yahoo.com atau hp: 0815 105 35 424 (0852 190 68581 baru akan berfungsi hari jum'at, 16 feb 2007)