Sudah menjadi kewajiban setiap orangtua mengantar, menemani, atau menjemput anak-anak dari dan ke sekolahnya. Begitu juga dengan anak-anak saya, meski sayangnya, tidak setiap waktu saya bisa mengantar dan menjemputnya. Walaupun jarak antara rumah, kantor dan sekolah anak-anak hanya sekelebatan alias tak lebih dari lima menit.
Seharusnya bisa. Ya, semestinya memang begitu karena saya tidak akan terlambat ke kantor dengan terlebih dulu mengantarkan anak-anak dengan motor. Namun pekerjaanlah yang membuat saya tak selalu bisa melakukannya. Yang dimaksud pekerjaan adalah ketika sedang melakukan perjalanan keluar kota, terutama pada saat-saat baru saja terjadi bencana. Bahkan saat tidak ada bencana pun, penugasan keluar kota masih saja saya jalani.
Alhasil, tukang ojeg lah yang menggantikan posisi saya mengantarkan mereka. Sebab, uminya anak-anak tidak terbiasa mengendarai motor karena memang tidak bisa. Jadilah, berangkat dan pulang ke sekolah diantar-jemput oleh si tukang ojeg. Anak-anak tak pernah bermasalah dengan siapapun mereka naik ojeg, asalkan mereka bisa kena angin. Yang penting tidak naik angkot, sebab bisa-bisa mereka tak sampai ke sekolah karena dalam hitungan tiga menit sudah akan muntah.
Nah, pada saat saya sedang di rumah dan tak sedang tugas keluar kota, adalah hari-hari paling menyenangkan bagi kedua anak saya yang masih sekolah di Taman Kanak-Kanak itu. Selain karena saya langsung yang mengantarnya, kata mereka, "Ummi nggak usah bayar ojeg". Dalam hati saya, "ya lah, masak sih harus disamain tukang ojeg."
Tapi suatu hari setelah mengantar anak-anak tiba di sekolahnya, saya sempat berseloroh, "Eits... bayar dulu, ini kan ojeg". Anak-anak itu pun terperanjat, "masak Abi jadi tukang ojeg? Lagian Iqna nggak punya uang. Minta tuh sama Ummi...," ujar si bungsu.
Saya tetap memaksa agar mereka membayarnya dan bukan Umminya dengan alasan mereka yang minta diantar. Karena mereka memang benar-benar tak punya uang, lalu keduanya serempak menghampiri saya. Awalnya saya kira mereka hendak membisikkan sesuatu karena meminta saya mendekatkan kepala ke mereka. Namun tiba-tiba, dua kecupan hangat mendarat di pipi dan bibir saya, "Bayarnya pakai cium aja ya bang ojeg..." dan mereka pun berlari sambil berteriak, "terima kasih bang ojeg..."
Fuihh. Selelah apa pun saya bekerja, seganas apa pun badai yang harus diterjang demi mereka, jika ganjarannya adalah kecupan dan pelukan hangat seperti itu, akan saya hadapi dengan ikhlas. Dan saat itu, sayalah tukang ojeg paling beruntung di dunia, asalkan itu tidak mereka lakukan juga kepada tukang ojeg lainnya. ha ha...
Gaw's
5 comments:
Asyeeeeeeeeekkkkk.... Untung yang ngecup anak sendiri, lha kalo penumpang laen waaahh... bukan beruntung tuh namanya tapi memulai perang dunia II
yes...ceritanya mirip seperi apa yang saya alami, jadi hanya hari sabtu aja saya bisa jemput anak saya, cuma ngga pake sun pipi karena anak saya yang kelas satu itu seorang bocah laki2, gengsi kali ya...hahaha...:D
Saya skrg juga punya 'tukang ojeg' yg baik hati :) Gak minta bayaran...malah suka kasih uang..hehe
Pak, saya pesan buku via email, kok gak dijawab ya?
tul tuh pak. takutnya ma tukang ojeg ngasih gitu. ngeri pak takutnya pedopil. tapi mudah2 gak deh yaaa...
Post a Comment