Anak Betawi yang Keliling Dunia Lewat Blog

Kate siape anak Betawi kagak bise maju? siape kate anak Betawi pade males dan banyak nyang jadi pengangguran? Bukan maksud nyombong atawe unjuk gigi, aye cuma ngasih tau kalo kagak semue anak Betawi kayak nyang ente kire...

Ini cuman persembahan kecil dari anak Betawi asal Tomang, Jembatan Gantung. Mudah-mudahan bise ngasih semangat sedikit ame semue orang, terutame anak betawi yang masih pade bingung idup mau ngapain? Nyok nyok nyoookk...

Tuesday, August 30, 2005

Berubah atau Mati

Alam mengajarkan banyak ilmu kepada manusia, dengan catatan, manusia itu sendiri yang mau menggali ilmu yang terdapat di alam ini. Penjelasan bahwasannya hanya orang-orang berakal yang mau mengamati dan belajar dari tanda-tanda alam sepanjang silih-ganti siang dan malam adalah sebuah petunjuk yang sangat membantu manusia untuk memahami maksud alam tersebut. Dan menjadi kepastian mereka yang tak mampu mengambil pelajaran yang diberikan alam akan lebih cepat tergusur. Mulanya hanya tergeser hingga ke pinggiran, kemudian menghilang dan musnah.

Siapa pun manusianya, hendaknya memperhatikan setiap perubahan yang terjadi di setiap detik berjalan. Detik ini dengan detik sebelumnya terdapat banyak perubahan yang terjadi. Arah mata angin, dedaunan yang terus bergerak seirama hembusan angin yang tak pernah sama besarannya, air sungai yang mengalir mencari kerendahan, terik matahari yang menyerap air dari bumi agar kemudian awan menumpahkannya kembali sebagai hujan. Dan langit sebagai atap yang tak pernah berwarna yang sama setiap harinya, selalu berubah biru, putih, merah, jingga, kuning bahkan hitam.

Perhatikanlah malam, bintang yang menghiasi langit malam hari tak pernah sama jumlahnya. Bisa jadi di satu malam tak satu pun yang menampakkan diri, padahal malam sebelumnya tak satu pun makhluk di muka bumi ini yang sanggup menghitungnya. Hangat mentari pagi berganti panas di siang hari, kemudian perlahan sejuk seiring memerahjingganya langit senja menjemput malam. Tak pernah siang selamanya, tak pernah pula malam seterusnya, pergantiannya senantiasa seiring dengan kekuasaan Tuhan atas apa-apa yang pernah diciptakannya.

Adakah manusia juga berubah? Secara fisik manusia pun berubah semenjak pertama kali matanya menatap dunia sampai ia menutup matanya di hari ajalnya. Semenjak huruf pertama yang mampu terucap hingga kalimat terakhir yang diucapkannya saat meregang nyawa. Semenjak belum mampu kakinya menahan tubuh, kemudian belajar berdiri, berjalan, berlari, hingga ia benar-benar terbaring kembali di tanah sempit sedalam satu meter. Semenjak ia belum mengenal apa pun, kemudian belajar, tahu, memiliki, dan mencintai sesuatu hingga Tuhan berkehendak pasti disaat manusia harus meninggalkan semua yang pernah dimilikinya, semua yang dicintainya. Semua perubahan itu tak sekadar mengiringi perubahan yang berlaku pada alam tempat manusia hidup, tetapi juga bagian dari kekuasaan Allah.

Mungkin Anda pernah mendengar atau membaca kisah tujuh pemuda yang masuk ke dalam gua untuk mempertahankan keimanannya. Kemudian Allah membuat mereka tertidur selama tiga ratus sembilan tahun lamanya. Tak terbilang perubahan yang terjadi di luar gua tempat mereka bersembunyi, namun atas kuasa Allah tubuh mereka tidak berubah tetap seperti sediakala saat pertama masuk ke gua sehingga sebagian mereka menganggap hanya satu dua hari tertidur dalam gua.

Saat mereka tertidur Allah membalik-balikkan tubuh ketujuh pemuda itu ke kanan dan ke kiri? Dan itu berlangsung selama tiga ratus sembilan tahun. Di satu sisi bahwa mereka tetap hidup dan tak menua adalah kekuasaan Allah, tapi cara Allah membalik-balikkan tubuh tujuh pemuda itu tak lain untuk menunjukkan kepada kita tentang hakikat perubahan. Dari sudut pandang keilmuan, andai tubuh yang merebah itu tak dibalik-balikkan ke kanan dan ke kiri untuk bergantian mendapat sinar matahari terdapat kemungkinan bagian yang menempel tanah itu akan membusuk dan akhirnya mati. Allah berkenan membuat tujuh pemuda itu tetap hidup dengan dua cara, kekuasaan untuk memberi umur panjang dan mengubah ke kanan dan kiri posisi tidur mereka agar berganti mendapat sinar matahari.

Inilah semestinya yang menjadi pelajaran manusia diluar tujuh pemuda yang beriman itu, bahwasannya perubahan menuju perbaikan itu adalah sebuah keharusan. Menjadi orang baru setiap hari dengan memperbaiki kesalahan, menutupi kekurangan hari kemarin adalah kewajiban. Seperti halnya daun yang telah jatuh ke tanah, ia tak lagi mengikuti irama angin bersama jutaan daun lain yang masih menyatu di dahan. Berarti ia mati. Manusia yang tak berubah, yang tak memperbaiki kesalahannya, tak menutupi kekurangannya, tak menambah nilai prestasi dalam hidupnya, mereka hanya tengah menunggu saat matinya.

Setiap manusia pasti mati, tapi setiap manusia juga punya kesempatan meng-create kematiannya apakah berakhir dengan indah atau sebaliknya. Mengakhiri hidup dengan segunung prestasi, selaut amal kebaikan, dan sebaris senyum para penghuni langit. Ini mimpi sederhana saya. Semoga.

Bayu Gawtama

1 comment: