Anak Betawi yang Keliling Dunia Lewat Blog

Kate siape anak Betawi kagak bise maju? siape kate anak Betawi pade males dan banyak nyang jadi pengangguran? Bukan maksud nyombong atawe unjuk gigi, aye cuma ngasih tau kalo kagak semue anak Betawi kayak nyang ente kire...

Ini cuman persembahan kecil dari anak Betawi asal Tomang, Jembatan Gantung. Mudah-mudahan bise ngasih semangat sedikit ame semue orang, terutame anak betawi yang masih pade bingung idup mau ngapain? Nyok nyok nyoookk...

Thursday, January 17, 2008

Isteri Lebih Ngetob dari Suami?

Jadi suami memang nggak boleh egois, nggak boleh kecewa apalagi marah kalau tiba-tiba posisi isteri menyalip di luar dugaan. Apakah itu soal kemapanan ekonomi, masalah status sosial, intelektual, kesempatan berkarir, juga dalam hal pergaulan di lingkungan.

Hal inilah yang saat ini terjadi terhadap saya, yang tentu kaitannya dengan isteri saya, Ida Aryani. Memang bukan soal ekonomi, tetapi soal status sosial dan pergaulan. Kurang dari sembilan bulan keluarga kami tinggal di Perumahan Taman Melati, Sawangan, Depok. Isteri saya seperti jauh melesat di depan dan terlalu berat langkah saya untuk mengejarnya.

Si cantik ini lebih dikenal di lingkungan warga, mulai dari tetangga hingga warga blok lain, sampai para satpam dan supir angkutan khusus komplek perumahan. Mulai dari anak-anak sampai ibunya dan bapak-bapak sampai tukang sayur selalu menyapa "Bu Ummi..." panggilan khusus buat isteri saya. Sebagian ada yang mengira "ummi" itu nama isteri saya, sebagian lain lebih mereplika cara anak-anak saya memanggil ummi-nya.

Sedangkan saya, hanya para tetangga satu blok saja yang kenal, plus beberapa warga dari blok lain. Selebihnya adalah para jamaah dan pengurus DKM Ar Royyan, masjid di komplek kami.

Bagaimana isteri saya bisa ngetob di komplek perumahan? mungkin tidak lepas dari sepak terjangnya -ups, kesannya liar amat, pake sepak terjang, emang isteri saya pemain bola?- lebih tepatnya, gerak lincahnya -walau sedang buncit hamil 5 bulan- memelopori pengajian anak-anak (TPA) dan pengajian ibu-ibu di komplek.

Beberapa bulan lalu, pertama kali ia punya usul untuk bikin TPA (Taman Pengajian Al Quran) di rumah. Ada dua alasan; Hufha dan Iqna biar tambah rajin ngajinya, kedua, ia ingin punya kesibukan lebih. Saya yang mendengar usulannya hanya berkomentar singkat, "Kalau sudah siap, mulai saja".

Awalnya hanya anak-anak di depan dan samping rumah saja yang mengaji, tanpa promosi dan iklan kemana-mana. Beberapa pekan kemudian, mulai berdatangan ibu-ibu dari blok lain membawa serta anaknya yang bertanya, "katanya ada TPA ya di rumah ini? Alhamdulillah kirain belum ada". TPA pun mulai ramai dan nyatanya, isteri saya mulai kelabakan.

Ia pun mencari partner guru. Didapatnya bantuan dari seorang gadis di belakang komplek yang mau mengajar tanpa pamrih. Sebab diawal isteri saya sudah bilang, "saya nggak bisa janjikan apa-apa sebagai imbalan. Ini baru merintis sekaligus dakwah"

Rumah pun semakin terasa sesak saat setiap sore pengajian dimulai. Jumlahnya semakin banyak dan mulai tidak tertampung. Seiring dengan terbentuknya DKM (Dewan Kemakmuran Masjid) di komplek, TPA pun dipindah ke masjid.

Jumlah anak-anak semakin banyak dan terus bertambah dari hari ke hari. Alhamdulillah, di tengah kehamilan isteri yang mulai membesar, ia berhasil melakukan regenerasi guru. Dapat lagi dua guru yang mau membantu mengajar anak-anak, meskipun dengan pesan yang sama persis, "saya nggak bisa janjikan...."

Gerakannya makin lincah, giliran ibu-ibu yang diliriknya. Bersama beberapa ibu di komplek, ia menggagas pengajian ibu-ibu. Akhirnya, tidak banyak hambatan pengajian pertama pun di gelar pada saat ramadhan 1428 H lalu. Sampai sekarang, pengajian ibu-ibu terus berjalan, kalau nggak salah sebulan dua kali. Saya sedikit tahu karena isteri sering curhat masalah pengajian ibu-ibu ini.

Sering ia mengkritik ke saya, "kapan nih pengajian bapak-bapak dimulai?" Saya selalu menjawabnya tidak mau kalah, "kan sudah ada setiap Ahad ba'da subuh". Oya, kalau mau dirunut lagi, usulan pengajian ba'da subuh ini juga salah satunya datang dari isteri saya.

Sudah selesai? belum. Setelah pengajian ibu-ibu berjalan lancar. Sekarang ia mulai menggagas pengajian khusus belajar alquran bagi ibu-ibu komplek. Tidak sedikit ibu-ibu yang belum lancar membaca alquran, dan atas dasar itulah ia menghadirkan guru khusus untuk mengajar 'tahsin' dan iqra. Alhamdulillah, pengajian ini pun mulai berjalan dan banyak diikuti ibu-ibu muda dan juga nenek-nenek dengan antusias tanpa malu-malu.

Yang pasti, beberapa bapak-bapak pun mulai bertanya kepada isteri saya, "Ada nggak guru khusus tahsin dan iqro untuk bapak-bapak?"

Duh, ayank-ku. Nggak tahu apalagi gagasan-gagasan baru mu pekan ini yang bakal muncul dari benak sederhanamu? Dan yang pasti, semakin sulit suamimu ini mengejar langkah lincah dirimu...

Gaw
yang salut sama isteri sendiri, he he

Tuesday, January 15, 2008

Cara Allah Menegur Saya

Hampir tidak bisa mulut ini berkata-kata, sesegukan saya dibuatnya. Pun ada kata yang keluar, semuanya serba terbata-bata. Dari sudut-sudut mata ini, mengalir deras air mata yang tak mampu tertahankan. Sungguh luar biasa mengharukan hari itu. Ahad, 30 Desember 2007, ketika saudara-saudara saya menyebut nama ini sebagai penerima ACT Awards for best performance 2007.

Sungguh, saya hanya punya semangat untuk bekerja dan melakukan yang terbaik. Saya tidak pernah berharap lebih dari apa yang bisa saya lakukan untuk lembaga ini, selain sekadar untuk bisa menafkahi isteri dan anak-anak saya dari hari ke hari. Tidak terbetik pula sedikit pun dalam benak ini untuk memperoleh sesuatu lebih dari yang bisa saya impikan.

Tetapi Ahad sore itu, sesuatu yang tidak pernah berani saya impikan tiba-tiba terbentang di depan mata. Hal yang tidak mungkin saya dapatkan jika hanya mengandalkan jerih payah membanting tulang setiap hari, sejak pagi hingga malam, seolah begitu mudah diraih. Seperti yang diucapkan pimpinan saya di Ahad sore itu, ”seseorang yang selalu menghadirkan cinta dalam bekerja”, ya saya selalu berharap seperti itu dan menyelipkan satu harapan cinta itu berbalas. Itu pun apa adanya, sesuai dengan kadar cinta yang mampu saya berikan.

Tetapi hadiah yang saya peroleh dari predikat ”best performance 2007” di Ahad sore itu, membuat saya berani mengambil kesimpulan, bahwa ini bukan balasan dari cinta yang ala kadarnya milik saya itu. ”Ini cara Allah menegur saya”.

Tentu saya berani mengatakannya demikian. Jelas bahwa saya merasa belum pantas menyandang predikat ”best performance” itu dengan berbagai alasan. Pertama, tentu masih banyak orang-orang luar biasa di ACT yang lebih pantas menerimanya. Kedua, saya jelas malu menyandangnya karena minimnya prestasi yang bisa saya torehkan. Ups, kalau saya sebut minim, berarti masih ada prestasi? Saya ralat, belum ada prestasi yang bisa saya toreh. Kalau pun sekadar menyemangati, bolehlah dikatakan sekadar kisi-kisi prestasi. Itu pun belum tentu terealisasi.

Dan sebaliknya, banyak kekurangan atau juga kegagalan yang saya lakukan di lembaga ini. Kalau pun ada yang mengatakan lembaga kemanusiaan ini mengalami kemajuan pesat dalam dua tahun terakhir, tentu karena di dalamnya terdapat orang-orang luar biasa, yang mana menyembul satu orang biasa diantara yang luar biasa itu. Yang biasa-biasa itulah saya!

Jadi, ketika Ahad sore itu saya membuka sebuah amplop besar yang menera sebuah kata pertanda hadiah yang akan saya peroleh dari predikat ”best performance” itu, sungguh hanya menangis yang saya bisa. Sesegukkan saya dibuatnya, terbata-bata saya mengucapkan rasa syukur. Ahad sore itu, sebuah mimpi yang tidak pernah berani saya impikan benar-benar terbentang di depan untuk segera diraih. Ya, sore itu saya mendapatkan hadiah UMROH. Subhanallah, Alhamdulillah, Allaahu Akbar!!!

Sekali lagi, ini memang cara Allah menegur saya, agar saya segera membenahi akhlak serta meningkatkan kualitas ibadah. Karena yang saya pahami, siapa pun yang datang ke Baitullah, adalah tamu-tamu Allah. Bagaimana mungkin diri yang penuh cela dan dosa ini menjadi tamu Allah?

Apresiasi ini juga saya anggap bagian dari cara para pimpinan saya di lembaga ini menegur, agar saya meningkatkan performa dalam bekerja, mampu memberikan yang lebih baik dari yang sudah saya lakukan di 2007. Pesan moralnya tentu saja berbunyi, ”2008 harus lebih baik”

Terima kasih buat semua orang-orang luar biasa di ACT. Terima kasih buat para donatur dan mitra kerja ACT yang tentu saja tidak bisa disebutkan satu persatu. Dukungan dan kerja sama yang apik dari anggota tim ACT serta semangat yang tak pernah padam di lingkungan kerja ACT membuat semua orang seperti gila bekerja. Kepercayaan yang penuh dan mendalam dari donatur dan mitra kerja ACT menjadikan kami, orang-orang di ACT, seperti tak kenal lelah bekerja dan benar-benar ingin membuktikan bahwa pilihan bermitra dengan ACT bukan pilihan yang keliru.

Sungguh, saya bangga menjadi bagian dari orang-orang ’gila’ di lembaga ini, yang karenanya saya juga ikut-ikutan ’gila’. Dan karena kegilaan itu pula, Ahad sore itu saya merasa sebelah kaki ini sudah menginjak Masjidil Haram.

Terima kasih buat semuanya.

Gaw