Anak Betawi yang Keliling Dunia Lewat Blog

Kate siape anak Betawi kagak bise maju? siape kate anak Betawi pade males dan banyak nyang jadi pengangguran? Bukan maksud nyombong atawe unjuk gigi, aye cuma ngasih tau kalo kagak semue anak Betawi kayak nyang ente kire...

Ini cuman persembahan kecil dari anak Betawi asal Tomang, Jembatan Gantung. Mudah-mudahan bise ngasih semangat sedikit ame semue orang, terutame anak betawi yang masih pade bingung idup mau ngapain? Nyok nyok nyoookk...

Wednesday, August 17, 2005

Kata Sampah

“Saya tidak suka kata-kata Anda siang tadi, dan tidak seharusnya Anda berkata seperti itu,” kalimat itu ditujukan kepada saya sore hari setelah pertemuan dengan beberapa sahabat siang sebelumnya. Kemudian saya minta maaf seraya bersukur memiliki sahabat sepertinya, jika bukan karena kami sangat dekat dan menghargai persahabatan ini, tentu ia tidak akan langsung mengkritik kesalahan saya dalam bertutur mau pun bersikap. “Terima kasih, Anda lah sahabat sebenarnya yang mau berterus terang untuk membantu saya memperbaiki kesalahan”.

Kata dan perbuatan seringkali tidak terkontrol dan dengan seenaknya mengalir keluar begitu saja tanpa tersaring lebih dulu. Padahal, jangankan sebuah kata atau tindakan, berpikir negatif pun jika tahu akibat buruk yang bisa ditimbulkannya maka tidak akan pernah sesiapa pun mau apalah lagi berani berpikir negatif. Masalahnya manusia seperti kita terkadang harus mengalami tamparan keras akibat kekeliruan kata dan ketakbenaran tindakan untuk kemudian tersadar, “Oh ya, saya memang salah”. Itulah kemudian banyak orang menyebut, penyesalan selalu datang terakhir.

Ibarat membuang sampah bungkus permen, atau puntung rokok bagi yang merokok. Orang yang melakukannya tak pernah sadar bahwa sampah yang dalam penglihatannya begitu kecil itu akan berdampak besar di kemudian hari. Meski kecil, bayangkan jika Anda melakukannya setiap hari selama puluhan tahun menjalani hidup. Anda tak sendiri, tidak sedikit juga yang menganggap bungkus permen, plastik kue, puntung rokok sebagai hal kecil yang bisa dibuang sembarangan. Bersukur masih ada tukang sapu jalanan yang menyelamatkan kita dari pemandangan kotor kota dan akibat yang lebih buruk yang bisa ditimbulkan jika sampah-sampah kecil itu dibiarkan berserakan di jalan sekian lama. Setidaknya, sebagai penduduk kota kita akan dicap bagian dari masyarakat kotor yang tak mengerti kebersihan.

Misalkan Anda sering membuang sampah di halaman depan rumah Anda. Tak pernah sekali pun ada yang membersihkannya di pagi atau sore hari, begitu seterusnya selama berhari-hari. Siapa yang akan menerima akibat buruk dari sampah yang menumpuk di halaman rumah Anda itu? Tetangga Anda mungkin akan menerima akibatnya, tapi sudah jelas Anda lah yang pertama kali mendapat akibat buruknya. Dicap sebagai orang tak tahu kebersihan, ditambah lagi Anda akan terjangkit penyakit dari tumpukan sampah yang membusuk.

Begitu lah juga kata dan tindakan yang tak lagi melalui seleksi ketat, ia seperti sampah yang menyebabkan Anda dibenci orang karena telah membuat sakit hati dan perih telinga yang mendengar kata-kata sampah Anda. Pernahkah Anda ditampar seseorang karena perbuatan keliru Anda? Saya pernah, belasan tahun silam. Tapi sakit dari tamparan itu masih bisa saya rasakan hingga detik ini.

Bukan hanya kata dan tindakan salah, bahkan yang tak salah namun tak bermanfaat pun bisa merupakan sampah bagi orang lain. Pastikan setiap kata bermakna, atau diam. Itu pilihan terbijak bagi kita agar tak semakin banyak orang yang muak, mual kemudian muntah di muka kita sendiri akibat teramat banyak sampah-sampah yang kita jejalkan kepada mereka, akibat teramat sering mulut ini mengeluarkan bau busuk dari kalimat yang tak bermanfaat, yang mengiris-iris hati, memerahkan telinga.

Contoh kecil, bukankah kita sering dibuat kesal setiap kali menerima junkmail (email sampah yang entah datangnya dari mana)? Semakin dibuat kesal jika jumlahnya semakin tak terbilang mampir di inbox email kita karena harus setiap hari men-delete-nya. Begitulah juga kesalnya orang mendengar kalimat sampah dari mulut ini. Masalahnya lagi, menghilangkan kata sampah yang terlanjur hinggap di telinga tak semudah menghapus email sampah dari inbox kita.

Bayu Gawtama

2 comments:

Dini said...

Bang, kumaha ini teh, kok renungan hari ini jadi seperti pemicu 4 comment yang masuk itu ya?

Dhika said...

nampaknya memang lagi musim comments spamming ya....